19 Mei, Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia

19 Mei, Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia

MAKLUMAT — Sejak berdiri 19 Mei 1917 hingga usia yang ke 108, Aisyiyah yang dirintis oleh Nyai Ahmad Dahlan hingga saat ini tak pernah berhenti melakukan kerja-kerja pencerahan dengan berbagai aktivitas,  khususnya kepada kaum perempuan.

Aisyiyah sendiri hadir diawali dengan pengajian Sopo Tresno (siapa suka, siapa cinta) pada tahun 1914,  pengajian khusus perempuan oleh Kiai Dahlan. Kemudian dalam perkembangannya pada tahun 1923 menjadi bagian Muhammadiyah dan pada tahun 1927 menjadi bagian Aisyiyah.

Tidak sedikit kiprah Aisyiyah dalam membangkitkan semangat kaum perempuan. Berbagai usaha dilakukan seperti berdirinya taman kanak-kanak Aisyiyah pada tahun 1919, bahkan menjadi taman kanak-kanak pertama di Indonesia.

Kemudian merintis berdirinya majalah Suara Aisyiyah pada tahun 1926 sebagai media informasi dan komunikasi sekaligus media pencerahan khususnya bagi kaum perempuan. Majalah ini menjadi media yang strategis dalam memberikan perluasan pengetahuan dan penyadaran kepada warga Aisyiyah khususnya dan peran perempuan dalam domestik dan publik (Suara Aisyiyah).

Suara Aisyiyah merupakan majalah perempuan tertua di Indonesia, berbagai amal usaha lain seperti rumah bersalin, poliklinik dan Perguruan Tinggi

Kongres perempuan pertama 22-26 Desember 1928, yang kemudian tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari ibu,  Aisyiyah bersama komponen perempuan lainnya menjadi bagian penting dari kongres tersebut.

Menurut catatan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam buku yang berjudul “Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama” diterbitkan tahun 1991, tercatat 2 orang dari Aisyiyah sebagai panitia kongres yaitu Sitti Munjiah sebagai wakil ketua dan Sitti Hajinah sebagai anggota.

Mereka berdua tidak hanya sekadar aktif sebagai panitia dan peserta kongres, tetapi juga mendapat kesempatan menyampaikan ide-idenya melalui pidato dan prasaran–buah pikiran yang diungkapkan dalam suatu pertemuan-.

Siti Munjiah mendapat kesempatan menyampaikan pidato. Naskah resmi pidato beliau juga menjadi lampiran dari buku yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sedang Siti Hajinah menyampaikan prasaran dalam bentuk makalah.

Dalam pidatonya pada kongres tersebut, Siti Munjiah menilai bahwa kongres sebagai peristiwa yang tinggi nilainya karena secara langsung memberi keuntungan besar dan menambah banyak kenalan. Pada bagian lain, beliau membahas terkait budaya barat yang semakin digandrungi oleh generasi muda saat itu khusus para muda-mudi.

Siti Munjiah mengatakan bahwa walaupun bangsa kita telah mempunyai adat istiadat dan kesusilaan yang halus namun masuknya budaya barat akan besar pengaruhnya bagi budaya kita. Besarnya pengaruh itu membuat mereka berpendapat bahwa budaya barat itu molek, indah, berkilau-kilau dan sebagainya, maka bila sampai pada pendapat yang demikian itu tergelincirlah bangsa kita itu.

Baca Juga  Martabat Bangsa

Mereka yang baru tenggelam dan tergila-gila terhadap budaya barat itu menganggapnya apa yang dimiliki jelek, hina-dina dan tidak menarik. Menurut Siti Munjiah kebudayaan yang berasal dari barat itu bukanlah seluruhnya tidak baik, tetapi ada pula yang perlu diambil, mana yang baik dan pantas ditiru, sedang yang sekiranya tidak baik harus dihindarkan.

Semuanya itu harus dilakukan seleksi secara cermat, tenang dan dipertimbangkan dengan pikiran yang sehat. Pengetahuan dari·barat tidaklah semuanya diambil alih secara utuh oleh bangsa kita. Apa yang kita kehendaki dan belum tercapai hendaklah terus diusahakan. dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan cara ini berarti dapat mempertinggi derajat bangsa. (dikutip dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991)

Pada bagian awal pidatonya, Siti Munjiah  mengatakan bahwa dengan adanya gerakan ini, maka mulai sadar, dan bangunlah bangsa kita perempuan Indonesia dari tidurya yang nyenyak; secara yang berderu-deru, senantiasa berhampiran dengan telinga mereka, dan memang sudah waktu kita kaum perempuan mulai maju selangkah kedua seterusnya, sebab matahari sudah terbit menyinari yang sangat silau.

Mereka bangkit kalau-kalau ketinggalan untuk mencapai kemajuannya. Dengan ini maka timbul duka citanya dengan kemajuannya. Dengan ini maka timbul duka citanya dengan ikhtiar sehingga dapat mengadakan kongres ini hari.

Penggalan pidato ibu Siti Munjiah tersebut menggambarkan bahwa beliau memiliki pikiran terbuka dan wawasan yang luas dan pengetahun mendalam Islam dan kemajuan umat. Beliau tidak serta merta menolak semua yang dari barat, tetapi menerima dengan selektif  sehingga budaya bangsa tidak tercerabut dari akarnya, dan penerimaan terhadap budaya barat yang positif dan sesuai dengan budaya bangsa akan memperkaya budaya bangsa.

Perempuan tidak harus terkungkung dan juga tidak boleh bebas sebebas-bebasnya, menerima apa saja yang datangnya dari barat. Pamahamanya terhadap agama dan kemajuan serta kempauan beliau memfungsikan akalnya secara jernih menjadikan beliau terbuka melakukan adopsi terhadap budaya luar yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa.

Bagi Aisyiyah menurut Siti Munjiah pertemuan kongres ini telah lama didambakan, sehingga Siti Munjiah merasa bersyukur kepada Allah dan berdoa akan gerakan itu dapatlah diperpanjang usianya dengan banyak buah usahanya.

Pertemuan semacam ini bukan hanya menambah banyak kawan, teman saling berbagi pengalaman dan saling berbagi ilmu, tetapi melalui kongres ini kaum perempuan Indonesia dapat beramah-ramahan untuk membahas masalah bersama.

Baca Juga  Peran Penegak Hukum Menghadapi Ujaran Kotor di Medsos

Utusan Aisiyiah lainya yaitu Siti Hajinah, di samping sebagai anggota panitia juga aktif dalam forum tersebut dan menyajikan makalah berjudul “Persatuan Manusia”, yang menguraikan pentingnya persatuan berbagai kelompok masyarakat demi terwujudnya kehidupan yang lebih maju. Persatuan merupakan alat mencapai tujuan utama seperti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemakmuran. Jalan menghadirkan persatuan ditempuh melalui bergaul, berhubungan, memelihara persaudaraan dan membicarakan hal ikhwal yang perlu dilakukan bersama.

Penggalan makalah yang disampaikan Siti Hajinah menggarkan buah pikiran yang maju, inklusif dan memikirkan kepentingan yang lebih luas. Ini juga memberi gambaran bahwa istilah maju berkemajuan di Aisyiyah maupun Muhammadiyah bukan hal yang baru, kemajuan telah lama menjadi bagian dari upaya Aisyiyah memahami agama Islam.

Bagi Aisiyah maupun Muhammadiyah agama Islam haruslah berkemajuan sehingga dapat menjadi rahmat bagi semuanya. Isitilah maju berkemajuan juga dapat dilihat dari salah satu tulisan Siti Hajinah di majalah Suara Aisiyah yang dia pimpin.

Beliau menulis mengenai “kemajuan” sebagai berikut. “Pembaca tidak salah, bahwa bangsa Jawa sekarang senang terhadap kemajuan atau senang maju. Tetapi sayang mereka belum mengerti benar apa yang dimaksud dengan kemajuan itu.

Karena itu, apabila mereka dilarang agar tidak bepergian atau berdandan (yang berlebihan), mereka akan menjawab, “Inikan zaman kemajuan”. Bila disuruh menyapu lantai, mereka akan menggerutu, “Sudah maju masih disuruh nyapu”. Apalagi bila diberi tahu bahwa ada tingkah lakunya yang tidak pantas, mereka akan menjawab, “Kolot (kuno)!”

Aktivitas Aisyiyah dalam memperjuangkan kebangkitan perempuan dan memberi pencerahan telah melahirkan tidak sedikit tokoh perempuan yang memiliki peran penting di negeri ini. Kita bisa mencatat bahwa guru besar perempuan pertama di Indonesia adalah kader dan mantan Ketua Umum PP Aisyiyah, yaitu Prof. Dr. Barorah Barid, Rektor IAIN (UIN) perempuan pertama adalah rektor IAIN Alauddin Makassar Prof. Dr. Hj.  Andi Rasdiana Amir juga kader Aisyiyah, dan banyak tokoh perempuan yang lahir dari rahim Aisyiyah

Selain itu salah satu upaya fenomenal Aisyiah dalam mencerhkan ummat adalah melalui lembaga pendidikan. Bukan hanya TK dan PAUD, tetapi juga perguruan tinggi. Salah satu perguruan tinggi Aisyiyah yang megah dan unggul adalah Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, yang merupakan transfromasi dari STIKES Aisyiyah Yogyakarta, di samping itu  juga hadir beberapa PTA di beberapa wilayah yang dikelolah secara mandiri oleh Aisyiyah.

Baca Juga  Demokrasi Cawe-Cawe vs Demokrasi Pancasila?

UNISA Yogyakarta sendiri telah terakreditasi Unggul dari BAN PT dan telah memiliki Fakultas Kedokteran, juga memiliki kampus yang mewah dengan fasilitas belajar yang modern.

Aisyiyah merupakan organisasi wanita satu-satunya di dunia yang memiliki Perguruan Tinggi, tentu ini lahir bukan kerja asal jadi dan bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Tetapi hal ini merupakan hasil pemikiran maju dari para pengurus Aisyiyah yang memang selalu berpikiran maju dan selalu menjadi pioner dalam kemajuan, memiliki visi yang jauh ke depan memikirkan kaum perempuan khususnya agar tidak lagi menjadi warga kelas kedua. Aisyiah berpikir bahwa laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang dengan masing-masing kelebihan dan kekurangan, sehingga mereka harus mendapatkan yang setara dengan laki-laki.

Kehadiran dua tokoh Aisyiyah pada kongres perempuan pertama bukan hal yang tiba-tiba. Tidak sekadar hadir sebagai panitia dan peserta, keduanya menjadi pembicara dalam forum tersebut. Munjiah mengatakan bahwa pertemuan semacam itu sudah lama didambakan oleh Aisyiyah.

Aisyiyah sebelum dan sesudah kongres tersebut, terus aktif membangkitkan semangat perempuan, aktif memberi pencerahan demi kemajuan kaum perempuan.

Bila tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan Nasional sesuai tanggal berdirinya Budi utomo, maka ketika  menelusuri perjalanan panjang Aisyiyah sejak berdirinya sampai saat ini, kita akan menemukan berbagai aktivitas untuk membangkitkan semangat perempuan untuk maju dan berkemajuan.

Tidak sedikit kiprah Aisyiyah sebagai pioner dalam upaya mengangkat derajat perempuan, melepaskan perempuan dari kunkungan kebodohan dan ketertinggalan, mengangkat derajat perempuan untuk tidak terus-terus menjadi warga kelas kedua setelah laki-laki, melakukan pencerahan dengan berbagai aktivtias dan amal usahanya.

Oleh karena itu tidak berlebihan dan menjadi pantas dan layak bila 19 Mei hari Kebangkitan Perempuan Indonesia, sesuai tanggal berdirinya Aisyiyah. Selamat Milad ke-108 Aisiyah, terus hadir mencerahkan dan memajukan kaum perempuan sejagad.

*) Penulis: Prof. Irwan Akib
Ketua PP Muhammadiyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *