MAKLUMAT – Setidaknya tiga dari total 70 bahasa daerah yang terdata di Provinsi Maluku telah punah, lantaran tidak lagi terdapat penuturnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Kity Karenisa, melansir Antara pada Selasa (19/11/2024).
Kepunahan bahasa daerah itu, kata Kity, terdapat perbedaan jika dibandingkan dengan data bahasa yang punah pada tahun 2019.
“Jika dibandingkan dengan data bahasa punah tahun 2019, bahasa yang punah di Maluku tidak sebanyak sebelumnya, yakni dari delapan bahasa menjadi tiga bahas yang telah punah,” ungkap Kity.
“(Bahasa yang punah) Yaitu bahasa Hoti, bahasa Kaiely (Kayeli), dan bahasa Piru, dari Seram Bagian Barat,” lanjutnya.
19 Persen Bahasa di Maluku Tak Punya Penutur Muda
Kity mengatakan, bahasa daerah di Maluku yang teridentifikasi berjumlah 70 bahasa. Namun, sekitar 19 persen di antaranya sudah tidak lagi memiliki penutur dari kalangan muda.
Kondisi tersebut, menyebabkan potensi kepunahan bahasa-bahasa daerah tersebut semakin tinggi.
Tanpa adanya penutur muda, lambat laun suatu bahasa bakal mengalami kepunahan.
“Permasalahan yang terjadi generasi tua lebih memilih untuk menggunakan bahasa lain,” sorot Kity.
“Salah satunya, bahasa yang sebenarnya turut melemahkan bahasa daerah lain itu adalah Bahasa Melayu Ambon,” terangnya.
Pemutakhiran Data Bahasa Daerah yang Punah
Lebih lanjut, Kity menjelaskan, perubahan bahasa daerah yang punah di Maluku berdasarkan verifikasi terhadap data-data sebelumnya.
Misalnya, kata dia, Bahasa Nila dan Bahasa Serua yang dinyatakan punah pada 2019 ternyata masih mempunyai penutur, khususnya di Kecamatan Teon Nila Serua di Kabupaten Maluku Tengah (dengan penutur yang dipindahkan oleh negara pada tahun 1978 dari Pulau Teon, Pulau Nila, dan Pulau Serua di tengah Laut Banda).
Bahasa Hukumina dan Bahasa Palumata merupakan bahasa yang sama dan masih ada penutur.
Menurut Kity, berdasarkan pemutakhiran data pada tahun 2022 ‘hanya’ ada tiga bahasa daerah di Maluku yang mengalamai kepunahan.
“Pemutakhiran data pada tahun 2022 mengenai bahasa punah di Maluku hanya menyebutkan tiga bahasa punah, yaitu bahasa Hoti, bahasa Kaiely (Kayeli), dan bahasa Piru,” jelasnya.
Kity menilai, kekuatan Bahasa Melayu Ambon turut melemahkan bahasa daerah lainnya.
Sebab itu, pihaknya melakukan berbagai upaya untuk membangkitkan keinginan penutur di Maluku, bahwa tidak hanya mempunyai Bahasa Melayu Ambon, tapi juga memiliki bahasa daerah
Bervariasi informasi yang diterima masyarakat, mengenai data bahasa punah di Maluku menjadi pemacu harus dilakukannya kajian vitalitas bahasa lebih lanjut.
Upaya pelestarian bahasa daerah juga perlu ditingkatkan, sehingga jumlah bahasa punah di Maluku tidak bertambah dan vitalitas 70 bahasa yang terdata ada di Maluku pun meningkat.