Site icon Maklumat untuk Umat

19 Tahun Lumpur Lapindo: Keserakahan yang Terus Berulang

Bendahara Umum DPD IMM Jawa Timur, Ilham Arrasyid

Bendahara Umum DPD IMM Jawa Timur, Ilham Arrasyid

MAKLUMAT — ‎29 Mei 2006, semburan lumpur panas keluar di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, akibat kegiatan pengeboran eksplorasi gas Blok Brantas PT Lapindo Brantas. Menyembur ke permukaan kurang lebih 40 meter, menenggelamkan belasan desa di tiga kecamatan, yaitu Porong, Jabon, serta Tanggulangin.

19 tahun berlalu, asap putih dan semburan masih terus meluap, seakan tak bisa dihentikan. Pengukuran akhir pada tahun 2023, semburan volume sekitar 32.972 meter kubik per hari dengan komposisi 40% air dan 60% lumpur, mengakibatkan daya tampungan lumpur mencapai 557 hektare dan tinggi tanggul lumpur mencapai 11 meter.

Pada tahun 2024, tercatat volume semburan lumpur masih terpantau fluktuatif, berkisar antara 30.000 hingga 50.000 meter kubik per hari.

Lumpur Lapindo bukan hanya sekedar kesalahan teknis semata, namun juga tentang keserakahan dan kerakusan yang dilancarkan oleh para oknum tak bertanggung jawab, yang mengeksploitasi alam dan mempersempit kehidupan makhluk hidup, serta terganggunya kondisi lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat.

Berbagai macam dampak yang diakibatkan dari Lumpur Lapindo telah merampas hak-hak masyarakat Sidoarjo, terutama bagaimana hak dan ruang hidup kini semakin terhimpit dengan adanya kejadian ini.

Dampak Lingkungan

Dampak Ekonomi

Dampak Sosial

Dari dampak di atas bisa kita lihat bagaimana kejahatan ini memiliki dampak yang begitu kompleks bagi keberlangsungan kehidupan ribuan masyarakat terdampak.

Tenggelam di Tanah Sendiri

Monumen tragedi lumpur Lapindo, Sidoarjo. (Foto: IST)

Konteks yang paling menarik dengan kejadian ini adalah ‘tenggelam di tanah sendiri‘.

Bagaimana situasi dan kondisi saat ini sangat relate dengan keadaan alam terkini terkhusus di Sidoarjo, banjir dimana-mana disebabkan aktivitas bawah tanah yang mulai keropos akibat semburan yang terus keluar setiap detiknya, penurunan tanah yang signifikan menjadikan kondisi ini menjadi sangat memprihatinkan bagaimana keadaan ini seolah takdir namun juga tentang sebuah kajahatan yang tak pernah memperdulikan alam dan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Dari sini kita bisa melihat bahwa kolam penampungan yang sudah mencapai 577 hektare akan terus bertambah luas seiring berjalannya waktu.

Belum lagi pengeboran belasan sumur baru dilakukan oleh oknum kekuasaan yang dilaksanakan di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri di Kecamatan Tanggulngin, yang hanya berjarak 2 kilometer dari pusat semburan lumpur menjadi masalah baru bagi kami semua, aktivitas yang merugikan alam dan masyarakat sekitar, ratusan warga kehilangan sawah dan tambak akibat banjir yang menyebabkan kurangnya lahan resapan air—yang semula lahan hijau lalu diubah menjadi lokasi pengeboran baru.

Pada tahun 2010, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya diminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur untuk melakukan kajian kelayakan permukiman di luar tanggul Lumpur Lapindo. Sebab, di areal luar tanggul mengalami penurunan tanah yang diikuti semburan lumpur/gas serta kerusakan infrastruktur dan aset.Hasil kajian menunjukkan, kawasan di sekitar tanggul, khususnya di bagian utara dan barat laut mengalami penurunan 2-8 sentimeter per tahun.

Dengan data tersebut dimungkinkan bahwa situasi hari ini sungguh memprihatinkan, ditambah lagi dengan keadaan pengeboran baru yang terus dipaksakan bakal juga mengakibatkan situasi yang sangat merugikan bagi warga masyarakat.

Tenggelam di tanah sendiri seolah menjadi kiasan yang akan menjadi kenyataan jika keadaan ini terus dilakukan tanpa adanya sebuah solusi dan penyelesaian.

Sebuah Pandangan dan Saran

Dampak Lumpur Lapindo, secara keseluruhan sangatlah merugikan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Hal ini mencakup kerusakan lahan pertanian, gangguan mata pencaharian, hingga penutupan bisnis dan industri. Di sisi sosial, banyak masyarakat harus mengungsi, mengalami trauma, dan menghadapi ketidakpastian masa depan.

Menanggapi dampak dan situasi ini, tentu diperlukan adanya langkah konkret agar menjadi evaluasi di masa yang akan datang:

Demikianlah sedikit cerita opini kami, semoga curahan ini menjadikan kesadaran bahwa alam adalah rumah bagi kita semua dan mari terus menjaga rumah kita dari keserakahan dan kerakusan oknum kekuasan. Atas segala perjuangan, kami semua ucapkan terima kasih, billahi fii sabililhaq, fastabiqul khairat.

Sidoarjo, 29 Mei 2025

Exit mobile version