27 Tahun Lengsernya Soeharto, Akhir Orba di Tengah Krisis Ekonomi, Politik, dan Demonstrasi 1998

27 Tahun Lengsernya Soeharto, Akhir Orba di Tengah Krisis Ekonomi, Politik, dan Demonstrasi 1998

MAKLUMAT — 27 tahun lalu, tepatnya pada Kamis, 21 Mei 1998 pukul 09.05 WIB, Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Momen ini menandai berakhirnya Orde Baru (Orba) yang sudah berkuasa selama 32 tahun lamanya.

Soeharto sejatinya sosok presiden yang cukup kontroversial. Di satu sisi, ia menjadi presiden saat Indonesia tengah dilanda krisis ekonomi dan politik saat awal menjabat pada 27 Maret 1968.

Ika Frelia, dkk (2020) dalam Peranan Soeharto dalam Membangun Perekonomian di Indonesia pada Masa Orde Baru (1966-1998) menjelaskan, bahwa kondisi Indonesia di awal-awal berdirinya tak lepas dari berbagai permasalahan.

Saat itu, Indonesia berada dalam krisis serius di hampir semua bidang. Ekonomi kacau, inflasi melampaui 600% per tahun, dan pemerintahan tidak efisien meski diisi 100 menteri. Devaluasi rupiah pun gagal memperbaiki kondisi.

Pasca menjadi presiden, Soeharto mampu membawa stabilitas dengan menekan inflasi, merampingkan kabinet, hingga menarik investasi asing melalui serangkaian kebijakan. Di sisi lain, pemerintahannya juga diwarnai dengan otoritarianisme, pelanggaran HAM, dan pembungkaman kebebasan politik. Hal ini membuatnya tetap menjadi figur yang diperdebatkan dalam sejarah Indonesia.

Mengutip Baity dan Adi dalam Persepsi Aktivis Mahasiswa 1998 tentang Demonstrasi Tahun 1998 dalam Rangka Menurunkan Soeharto (2016), bahwa pada masa pemerintahan Soeharto, praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merajalela.

Panggung politik pada masa Soeharto memimpin didominasi oleh keluarga dan kroni pejabat. Alhasil  KKN berlangsung bebas dan terus-menerus tanpa pengawasan yang efektif.

Baca Juga  Emil Dardak Apresiasi Semangat Ta'awun Muhammadiyah

Dalam buku berjudul Detik-Detik yang Menentukan (2006), Presiden BJ Habibie menceritakan bagaimana awal mula mundurnya Soeharto. Semua dimulai kala krisis moneter menghantam Indonesia pada pertengahan 1997.

Pemicu Krisis Ekonomi

Krisis itu dipicu runtuhnya nilai mata uang Thailand, Baht dari 24,7 menjadi 29,1 per dolar AS pada 2 Juli 1997. Krisis ini memuncak dengan penutupan 56 dari 58 lembaga keuangan di Thailand pada 8 Desember 1997.

Krisis tersebut merembet ke negara Asia lainnya, termasuk Filipina, Malaysia, Indonesia, dan Korea Selatan. Struktur ekonomi yang serupa menyebabkan pelarian modal asing dan runtuhnya sistem perbankan secara bertahap.

Di Indonesia, krisis mulai terasa pada minggu kedua Juli 1997.  Ketika kurs rupiah anjlok dari Rp2.432 menjadi sekitar Rp3.000 per dolar AS. Bank Indonesia mencoba mengendalikan nilai rupiah, namun kepercayaan publik terus melemah.

Presiden Soeharto sempat mengundang IMF untuk membantu, namun hasilnya nihil. Penutupan 16 bank malah memperparah situasi, dengan rupiah melemah jadi Rp5.097 per dolar AS.

Nilai tukar terus anjlok menjadi Rp9.800 pada 8 Januari 1998 dan mencapai Rp11.050 di akhir bulan. Sistem perbankan lumpuh, sektor riil mandek, dan krisis sembako pun meluas.

PHK terjadi di banyak perusahaan akibat usaha yang macet, sementara tiap tahun angkatan kerja bertambah 3,2 juta jiwa. Akibatnya, banyak yang terpaksa masuk sektor informal dengan produktivitas rendah.

Baca Juga  IMM Dorong Integritas dan Transparansi dalam Pemerintahan Terkait Kasus Suap Wamenkumham

Jumlah pengangguran terbuka naik dari 4,68 juta pada 1997 menjadi 5,46 juta orang pada 1998. Sementara itu, jumlah setengah pengangguran melonjak dari 28,2 juta menjadi 32,1 juta jiwa.

Penurunan pendapatan masyarakat menimbulkan krisis sosial dan mengganggu keamanan. Rakyat semakin kecewa karena korupsi justru makin subur di semua level pemerintahan.

Kolusi dan monopoli memperlebar kesenjangan ekonomi, hanya segelintir orang menikmati fasilitas negara. Pembangunan pun tetap terkonsentrasi di Jawa, meninggalkan daerah lain.

Keresahan ini memicu aksi-aksi unjuk rasa. Lambat laun, tuntutan mengarah pada perubahan kepemimpinan nasional. Seruan pengunduran diri Presiden Soeharto pun semakin nyaring terdengar setiap harinya.

Setelah Soeharto kembali terpilih sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR 11 Maret 1998, gelombang demonstrasi mahasiswa semakin intens dan eksplisit menuntut pengunduran diri. Pers yang sebelumnya dibatasi, tiba-tiba menunjukkan keberanian menyuarakan suara rakyat.

Tragedi Trisaksi

Ketegangan memuncak pada 12 Mei 1998 dalam Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa akibat peluru tajam. Tragedi ini memicu kerusuhan besar-besaran pada 13–15 Mei 1998.

Kerusuhan menyebar ke berbagai daerah dengan korban ratusan jiwa dan kerugian harta benda. Pemerintah Daerah Tangerang mencatat lebih dari 100 jenazah hangus terbakar di sebuah pertokoan. Di Bekasi juga ditemukan puluhan mayat.

Pada 18 Mei, mahasiswa dan berbagai unsur masyarakat lainnya memadati Gedung DPR/MPR. Tuntutan reformasi total termasuk pengunduran diri Presiden Soeharto semakin mengeras disuarakan mahasiswa dari seluruh penjuru tanah air.

Baca Juga  KPK Tetapkan Dua Tersangka Korupsi Pengadaan Server Anak PT Telkom, Rugikan Negara Rp280 Miliar

Harmoko atas nama Pimpinan DPR/MPR meminta Presiden Soeharto agar segera mundur dari jabatannya. Panglima ABRI Jenderal Wiranto menganggap hal itu hanya sebagai pendapat pribadi.

Lalu ada 19 Mei 1998, Soeharto mengundang beberapa tokoh seperti Abdurachman Wahid, Nurcholis Madjid, KH Ali Yafie, Malik Fajar, dll untuk berdiskusi. Tokoh-tokoh tersebut menyampaikan bahwa mahasiswa dan masyarakat menuntut agar Soeharto lengser dari jabatannya.

Namun, tuntutan tersebut ditolak oleh Soeharto, sehingga ia membentuk Komite Reformasi sebagai respons. Para mahasiswa terus berdatangan ke Gedung MPR untuk menggelar unjuk rasa.

Dua hari kemudian, di bawah tekanan yang kian menguat, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan secara resmi menyerahkan jabatan presiden kepada BJ Habibie, menandai babak baru dalam sejarah Indonesia.**

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *