22.8 C
Malang
Sabtu, Oktober 5, 2024
KilasPolemik Tuyul, Tuak, Beer, Wine Halal, Begini Tanggapan Wakil Ketua PWM Jatim

Polemik Tuyul, Tuak, Beer, Wine Halal, Begini Tanggapan Wakil Ketua PWM Jatim

Wakil Ketua PWM Jatim, Muhammad Sholihin Fanani
Wakil Ketua PWM Jatim, Muhammad Sholihin Fanani

MAKLUMAT – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Sholihin Fanani menyayangkan munculnya polemik tuyul, tuak, beer dan wine bersertifikat halal yang ramai diperbincangkan belakangan.

“Pertama tentu sangat menyesalkan atas munculnya produk-produk haram tersebut yang ternyata malah dilabeli halal,” ujarnya kepada Maklumat.id, Kamis (3/10/2024).

Menurut Sholihin, hal tersebut sangat tidak bijaksana dan mencederai perasaan umat Islam Indonesia, apapun dalih atau alasan pembelaan yang diberikan.

Sholihin berharap agar pihak-pihak berwenang terkait segera meninjau ulang dan menindaklanjuti hal tersebut.

“Berharap agar ditinjau ulang agar tidak menimbulkan polemik dan menimbulkan keresahan di masyarakat luas. Dengan alasan apapun hal tersebut sebaiknya tidak boleh dilakukan mengingat dampaknya akan sangat panjang dan luas,” kata dia.

Lebih lanjut, Sholihin meminta kepada para pemegang otoritas yang bisa mengeluarkan jaminan halal agar betul berhati-hati dalam memberikan jaminan halal terhadap segala macam produk-produk.

“Jangan sampai sesuatu yang sudah dikenal masyarakat haram kemudian dihalalkan. Ini akan sangat berbahaya bagi generasi muda kita. Berpikirlah terhadap dampak keputusan yang sudah dibuat untuk generasi muda kita,” tandasnya.

Selain itu, Sholihin juga mengimbau masyarakat, utamanya para remaja agar berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi makanan dan minuman.

“Pilihlah minuman yang menyehatkan dan menyegarkan badan. Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan produk-produk minuman yang menyegarkan dan menyehatkan,” katanya.

Sholihin juga mengajak ormas-ormas keagamaan agar betul-betul membina dan membimbing generasi muda agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang jelas-jelas diharamkan.

Dia juga mengimbau kepada lembaga Pendidikan untuk senantiasa menanamkan kepada anak didik agar terhindar dari hal-hal yang mudharat. “Mari kita cetak generasi muda yang hebat yang memiliki iman dan taqwa yang kuat sehingga tidak terpengaruh kepada hal-hal yang negatif,” kelakarnya.

Respon Ketua MUI

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan soal polemik tuyul, tuak, beer dan wine bersertifikat halal yang ramai diperbincangkan belakangan. Dari hasil investigasi dan pendalaman, terkonfirmasi bahwa produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur Self Declare, tanpa melalui audit Lembaga Pemeriksa Halal, dan tanpa penetapan kehalalan melalui Komisi Fatwa MUI.

“Penetapan Halal tersebut menyalahi standar fatwa MUI, juga tidak melalui Komisi Fatwa MUI. Karena itu MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut”, ujar Niam usai memimpin rapat klarifikasi dan tabayun secara hybrid, Senin (30/9/2024).

Niam menegaskan pihaknya akan segera koordinasi dengan BPJPH untuk mencari jalan keluar terbaik agar kasus serupa tidak terulang. “Saya akan segera komunikasi dengan teman-teman Kemenag, khususnya BPJPH untuk mendiskusikan masalah ini”, tegasnya.

Dalam rapat tersebut diperoleh informasi bahwa kejadian itu valid, bukti-buktinya jelas terpampang dalam website BPJPH, dan diarsipkan oleh pelapor. Namun, belakangan nama-nama produk tersebut tidak muncul lagi di aplikasi BPJPH.

Lebih lanjut, Niam menyebut, sesuai dengan ketentuan dalam sertifikasi halal, penetapan kehalalan produk harus mengacu pada standar halal yang ditetapkan oleh MUI.

“Sementara penerbitan Sertifikat Halal terhadap produk-produk tersebut, tidak melalui MUI dan menyalahi fatwa MUI tentang standar halal,” ujarnya.

Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal, ada empat kriteria penggunaan nama dan bahan. Di antaranya tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol makanan dan/atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

“Sesuai dengan pedoman dan standar halal, MUI tidak bisa menetapkan kehalalan produk dengan nama yang terasosasi dengan produk haram, termasuk dalam hal rasa, aroma, hingga kemasan. Apalagi produk dengan nama yang dikenal secara umum sebagai jenis minuman yang dapat memabukkan,” jelasnya.

Selain itu, dalam ketentuan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang penggunaan nama, bentuk dan kemasan produk yang tidak dapat disertifikasi halal, produk halal tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol makanan dan/atau minuman yang mengarah kepada nama benda atau binatang yang diharamkan, termasuk babi dan khamr atau alkohol. Kecuali, produk tersebut termasuk dalam produk tradisi (‘urf) dan sudah dipastikan tidak mengandung unsur yang diharamkan, seperti bakso, bakmi, bakpia, bakpao.

Atas dasar itu, Pengasuh Pesantren Al-Nahdlah ini mengimbau agar semua pihak yang berperan dalam penetapan kehalalan produk melalui mekanisme self declare harus berhati-hati dan lebih teliti, serta memperhatikan titik-titik kritis dalam proses penetapan halal.

Niam juga menegaskan akan segera berkoordinasi dengan BPJPH agar kasus-kasus serupa tidak terulang.

“MUI akan koordinasi dan konsolidasi dengan BPJPH untuk mencegah kasus serupa terulang. Jangan sampai merusak kepercayaan publik yang bisa berdampak buruk bagi upaya penjaminan produk halal. Masyarakat harus diyakinkan dengan kerja serius kita. Kalau masyarakat sudah tidak percaya, bisa hancur. Jangan sampai hanya mengejar target kuantitatif jadinya yang keluar adalah halal-halal an,” tegas Niam yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah ini.

Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menjelaskan sertifikasi halal melalui self declare mengandung kerawanan, karena itu harus hati-hati sekali.

“Pihak-pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi halal, lebih khusus melalui self declare harus berhati-hati dan ekstra teliti, serta mematuhi stadar halal yang berlaku. Harus benar-benar memastikan bahwa produk tersebut merupakan produk yang sudah jelas kehalalannya dan proses produksi sederhana. Juga harus memperhatikan titik-titik kritis dalam proses halal,” katanya.

Klarifikasi LPPOM MUI

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengklarifikasi penamaan wine yang mendapatkan sertifikasi halal. Mereka menegaskan, kata ‘wine’ tersebut berhubungan dengan produk kosmetik, bukan produk pangan.

“Database LPPOM menunjukkan adanya 25 nama produk dengan kata kunci wine. Semuanya berupa produk kosmetik di mana penggunaan kata wine berasosiasi dengan warna (bukan sensori rasa maupun aroma),” kata Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati, dilansir Antara pada Rabu (2/10/2024).

Klarifikasi ini disampaikan setelah perbincangan di media sosial terkait produk dengan nama ‘tuyul’, ‘tuak’, ‘beer’, dan ‘wine’ yang mendapatkan sertifikat halal.

Kementerian Agama (Kemenag) sebelumnya mencatat ada 61 produk dengan kata ‘wine’ yang mendapat sertifikat halal, di mana 53 di antaranya diterbitkan berdasarkan ketetapan dari Komisi Fatwa MUI.

Muti menambahkan bahwa penggunaan kata ‘wine’ dalam konteks warna pada produk nonpangan telah diperbolehkan oleh Komisi Fatwa MUI.

Sementara itu, untuk produk dengan nama ‘beer’, seperti bir pletok, juga diperbolehkan karena minuman tradisional tersebut bukan merupakan khamr atau minuman yang memabukkan dan diharamkan dalam Islam..

“Menurut Komisi Fatwa MUI, penggunaan kata ‘wine’ yang menunjukkan jenis warna ‘wine’ untuk produk nonpangan diperbolehkan,” jelas Muti.

Terkait produk yang menggunakan nama ‘beer’, LPPOM MUI juga menelusuri tiga produk yang disebutkan. Dua di antaranya merupakan kesalahan penulisan, yakni beef strudel dan beef stroganoff. Sementara satu produk lainnya, Ginger Beer, tidak mengandung bahan haram, dan nama produk telah diubah menjadi Fresh Ginger Breeze.

“Perusahaan bersedia untuk mengganti nama menu yakni dari Ginger Beer menjadi Fresh Ginger Breeze. Hal ini dibuktikan dengan surat permohonan perubahan nama yang secara paralel diajukan oleh pelaku usaha kepada BPJPH dan perubahan nama pada ketetapan halal,” jelas Muti.

Muti juga memastikan bahwa LPPOM MUI tidak pernah meloloskan produk dengan nama ‘tuyul’ dan ‘tuak’. LPPOM MUI berkomitmen untuk terus memperbaiki layanan sertifikasi halal di Indonesia.

“Kami harap seluruh pihak yang terlibat tidak menyebarkan isu yang belum jelas. LPPOM menerima segala bentuk saran dan masukan untuk kemajuan layanan sertifikasi halal Indonesia ke depan,” tandasnya.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer