MAKLUMAT – Sebagian dari kita tidak asing dengan istilah turbulensi. Insiden ini bisa muncul tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi. Dampanya bisa menyebabkan cedera serius bagi penumpang akibat guncangan pesawat.
Pada dasarnya banyak penumpang pesawat yang tidak tahu turbulensi. Mengutip berbagai sumber, penyebab turbulensi bermacam-macam. Secara umum, pesawat melewati benda udara yang saling bertabrakan dan bergerak dengan kecepatan berbeda.
Mantan perwira RAF, Simon King menjelaskan turbulensi bisa muncul di awan sebagai akibat aliran angin yang naik-turun. Kapten pilot di British Airways, Steve Allright juga memiliki analisa serupa.
Dampak Turbulensi
Sejauh turbulensi memiliki tiga kelompok, ringan, sedang, dan bahaya. Kategori bahaya bisa menyebabkan patah tulang hingga kematian bagi penumpang dan kru pesawat.
National Transportation Safety Board (NTBS) atau Badan Keselamatan Transportasi Nasional di Amerika Serikat menjelaskan bahaya turbulensi. Dalam catatannya, penumpang bisa terjepit kursi akibat munculnya turbulensi.
“Turbulensi parah lebih kuat daripada gravitasi, sehingga bisa menjepit penumpang di kursi. Jika tidak mengenakan sabuk pengaman, penumpang bisa terombang-ambing di dalam kabin. Ini bisa mematahkan tulang,” tulis NTSB, melaui CNN.
Antisipasi Turbulensi
Pilot akan mengingatkan penumpang untuk tetap mengenakan sabuk pengaman. Umumnya lampu sabuk pengaman akan terus menyala. Di saat bersamaan, kru pesawat akan terus memantau dan mengingatkan penumpang.
Belum lama ini penumpang Singapore Airlines SQ321 rute London-Singapura tewas akibat turbulensi 21 Mei 2024. Insiden di atas laut Andaman ini memaksa pesawat mendarat darurat di Thailand.
Insiden lain menimpa Etihad dengan nomor penerbangan 474 rute Abu Dhabi-Jakarta. Pesawat ini mengalami turbulensi di atas Selatan Sumatera, pada 4 Mei 2016
Hongkong Airline rute Bali-Hongkong mengalami hal serupa tiga hari kemudian. Pesawat ini mengalami turbulensi di atas Kalimantan, yang menyebabkan 17 penumpang luka-luka.
Sejauh ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi turbulensi. Reading University (Inggris) menyebut turbulensi meningkat 55 persen rentang 1979 hingga 2020 untuk rute Atlantik Utara.