25.6 C
Malang
Kamis, November 21, 2024
OpiniMenghadirkan Kemakmuran untuk Semua

Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua

Prof Haedar Nashir
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir. Foto:IST

MAKLUMATMuhammadiyah pada 18 November 2024 berusia 112 tahun. Pada Milad tahun ini Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan pelaksanaan dan tema Milad dalam satu rangkaian Tanwir yang diselenggarakan pada 4-6 Desember 2024 di Kupang Nusa Tenggara Timur.

Tema Milad dan Tanwir tahun ini ialah “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua”. Menghadirkan adalah berada pada suatu keadaan untuk berbuat sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi orang lain. Kata “hadir” dari bahasa Arab mengandung arti “maujud”, yakni “ada dan mengada” atau mewujud di dunia nyata. Hadir dalam kaitan “hadlarah” artinya menghadirkan “peradaban”, yakni membangun “kebudayaan berkemajuan”.

Kata “makmur” atau “kemakmuran” secara leksikal Arab ialah “al-rakhā’ ” (اﻟرﺧﺎء), “al-izdihār” (اﻻزدھﺎر), atau “al-yumnu wa al-barakah”   (واﻟﺑرﻛﺔ   اﻟﯾﻣن)  yakni   damai,   sejahtera,  dan   berkah.

Makmur dalam Bahasa Indonesia artinya “banyak hasil; banyak penduduk dan sejahtera; serba kecukupan; tidak kekurangan”. Sedangkan “Memakmurkan” ialah “membuat dan menyebabkan menjadikan makmur”.

Kemakmuran atau keadaan makmur adalah “semua harta milik dan kekayaan potensi yang dimiliki negara untuk keperluan seluruh rakyat; keadaan kehidupan negara yang rakyatnya mendapat kebahagiaan jasmani dan rohani akibat terpenuhi kebutuhannya.”

Kemakmuran suatu negeri merupakan kondisi kehidupan yang tanahnya subur dan penduduknya berkembang pesat, sejahtera, subur, beruntung, dan sukses dalam diri individu dan masyarakat atau bangsanya.

Kemakmuran sering kali menghasilkan kekayaan yang berlebih termasuk faktor-faktor lain yang dapat menghasilkan kekayaan yang berlimpah dalam segala tingkatan, seperti kebahagiaan dan kesehatan. Pandangan lain merujuk pada konsep yang seimbang, bahwa kemakmuran adalah kesejahteraan lahir dan batin, material dan spiritual, sehingga bukan kemajuan fisik, materi, dan ekonomi belaka.

Kemakmuran Indonesia niscaya merata untuk seluruh bangsa dalam spirit Sila Kelima Pancasila, yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kemakmuran Indonesia berlaku untuk seluruh warga sebagaimana pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Kemakmuran Indonesia tidak boleh hanya untuk kelompok kecil orang, sementara mayoritas rakyat hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak berkemakmuran. Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan tegas menyatakan, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu.”

Indonesia makmur dalam khazanah bangsa disebut “Gemah Ripah Loh Jinawi”, yakni negeri yang tanahnya subur serta masyarakatnya tentram, damai, aman, adil, dan makmur. Indonesia sering disebut negeri yang makmur karena tanah airnya indah dan mengandung kekayaan alam yang luar biasa banyak. Multatuli menyebut Indonesia sebagai negeri “Untaian Zamrud di Khatulistiwa”. Negeri yang makmur selaras dengan idealisasi Islam, “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Saba’ ayat ke-15:

 

Artinya: Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun” (QS Saba’: 15).

Kaum Saba’ adalah salah satu golongan manusia yang dikisahkan Allah dalam Al-Quran. Mereka menetap di sebelah selatan negeri Yaman yang menempati suatu daerah yang amat subur. Hidup mereka makmur dan telah mencapai kemajuan yang tinggi.

Mereka berhasil membangun “Bendungan Ma’rib” atau “Bendungan Al-Arim”, yang bekas arkeologinya ditemukan oleh peneliti Perancis tahun 1843. Setelah itu para peneliti lain menemukan beberapa batu tulis di antara reruntuhan Bendungan itu. Fakta sejarah itu membuktikan, dahulu kala di sebelah Selatan Yaman telah berdiri sebuah kerajaan yang maju, makmur, serta tinggi kebudayaannya.

Kisah serupa menimpa Kaum Madyan di sebelah barat Laut Hijaz, di pantai timur Laut Aqaba ke arah Laut Merah, di daerah al-Bad’. Madyan hidup di masa Nabi Syu’aib alaihissalam. Negeri dan bangsa yang semula makmur, tetapi ingkar kepada Allah, kemudian diazab Tuhan, sehingga turunlah ayat Al-Quran:

 

Artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan (QS Al-‘Araf: 96).

Komitmen Muhammadiyah

Muhammadiyah dengan “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” mengandung pemahaman bahwa kemakmuran itu berdimensi lahiriah sekaligus ruhaniah untuk semua orang tanpa diskriminasi. Negeri yang makmur penduduknya niscaya beriman-bertaqwa, cerdas berilmu, dan beramal saleh untuk kemaslahatan hidup bersama.

Negeri yang penduduknya menjadi “abdullah” (QS Adz-Dzariat: 56) yang senantiasa mengabdi kepada Allah sekaligus “khalifat fil-ardl” untuk memakmurkan bumi (QS Al-Baqarah: 30; Hud: 61). Seluruh penduduknya menjalani kehidupan dengan benar, baik, dan berperadaban tinggi. Sebaliknya menjauhi hidup yang salah, buruk, dan mafsadat di muka bumi.

Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam menyadari sepenuhnya bahwa Negara Indonesia merupakan tempat menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat utama “Adil-Makmur” yang diridai Allah SWT. Muhammadiyah bersama komponen semua umat Islam dan bangsa Indonesia berjuang dalam gerakan kebangkitan nasional menuju kemerdekaan dan berperan aktif dalam mendirikan dan membangun Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Komitmen Muhammadiyah untuk membangun Indonesia sebagai negeri berkemakmuran dalam cita-cita teologis “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur” ditegaskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tahun 1946: “Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw, guna mendapat karunia dan rida-Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan: “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”,

“Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun”. Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Surga “Jannatun Na’im” dengan keridaan Allah Yang Rahman dan Rahim”.

Komitmen dakwah dan cita-cita luhur kebangsaan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam poin kelima Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) tahun 1969: “Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil makmur yang diridai Allah Subhanahu wa ta`ala: “BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR”.

Karenanya usaha “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” bagi Muhammadiyah ialah terus berusaha mewujudkan kemakmuran secara utuh-menyeluruh agar terwujud dalam kehidupan bangsa secara nyata.

Muhammadiyah terus berikhtiar menghadirkan kemakmuran sebagai salah satu penanda dari jalan dan strategi kebudayaan yang berkemajuan menuju puncak peradaban bangsa Indonesia yang dicita-citakan para pendiri dan konstitusi negara, yakni: Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan nasional  yang sejalan dengan cita-cita “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”.

Karenanya, jadikan Milad ke-112 tahun ini sebagai momentum refleksi dalam wujud muhasabah (evaluasi) sekaligus maudhu’ah (proyeksi) atas gerakan Muhammadiyah yang selama ini terus berkiprah tidak kenal lelah dalam usaha memakmurkan kehidupan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan semesta. Muhammadiyah melalui gerakan pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan seluruh praksis usahanya selama ini sejatinya memiliki orientasi pada usaha memakmurkan kehidupan bangsa.

Kemakmuran dalam dimensi kesejahteraan dan kemajuan yang bersifat utuh dan menyeluruh, yakni lahir dan batin, material dan spiritual, serta duniawi dan ukhrawi. Demikian halnya dengan seluruh usaha yang dilakukan Aisyiyah sebagai Gerakan Perempuan Muhammadiyah maupun seluruh komponen di lingkungan Persyarikatan untuk mewujudkan memakmurkan kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta yang multidimensi berorientasi Rahmatan Lil-‘alamin.

Muhammadiyah bertekad untuk terus bergerak meningkatkan intensitas dan kualitas gerakan “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” agar dapat dilakukan dan diperluas praksis gerakannya untuk memakmurkan kehidupan bangsa di seluruh komponen masyarakat dan di berbagai kawasan hingga ke daerah terdepan, terjauh, dan tertinggal.

Muhammadiyah dalam usaha meningkatkan kemakmuran bangsa merupakan satu mata rantai dengan membangun kekuatan iman dan taqwa, akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan orientasi amal shaleh di segala bidang kehidupan. Para penggeraknya gigih berjuang memakmurkan bangsa dengan spirit keikhlasan, pengabdian, kesungguhan, kesabaran, dan jiwa ihsan dalam mewujudkan kemakmuran bangsa secara tersistem melalui gerak organisasi yang berkemajuan.

Muhammadiyah berkomitmen menjadikan “Indonesia Berkemakmuran” sebagai bagian integral dalam wawasan “Negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah”. Muhammadiyah terus berusaha dan bekerja keras menjadikan Indonesia tempat brkomitmen sekaligus bersaksi dan membuktikan diri dalam membangun kehidupan kebangsaan yang bermakna menuju kemakmuran di segala bidang kehidupan.

Dalam Negara Pancasila sebagai “Darus Syahadah”, Muhammadiyah dan umat Islam harus siap bersaing (fastabiqul khairat) dan bekerjasama (ta’awun) untuk memakmurkan dan memajukan kehidupan bangsa dengan segenap kreasi, inovasi, dan strategi yang terbaik. Pendekatannya mengedepankan “Dakwah Lil-Muwajahah” yang konstruktif, produktif, dan proaktif yang menebar rahmat bagi semesta alam. Sebaliknya tidak menggunakan pendekatan “Lil-Mu’aradlah” yang serba konfrontatif dan penegasian yang menjauhkan Muhammadiyah dari sasaran dakwah.

Muhammadiyah sebagai kekuatan strategis umat dan bangsa berkomitmen untuk “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua” dalam perspektif “Islam Berkemajuan”. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam Berkemajuan menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi.

Islam yang menggelorakan misi antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, antiketerbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku bangsa, ras, golongan, dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.

Sejalan Risalah Islam Berkemajuan, gerakan Muhammadiyah “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” diwujudkan dalam praksis “Pengkhidmatan”. Khusus dalam Perkhidmatan Kebangsaan, Muhammadiyah dengan Risalah Islam Berkemajuan mengandung makna keharusan setiap warga negara untuk  berkhidmat  dalam  membangun  bangsa  dan  negara.

Kewajiban itu sesungguhnya merupakan perwujudan dari pandangan bahwa Indonesia adalah Dar al-‘Ahdi wa al-Syahadah, sebagai Negara perjanjian dan kesaksian”. Muhammadiyah telah membuktikan perkhidmatannya melalui peran penting tokoh-tokoh dan organisasi dalam mentransformasi kesadaran kesukuan menjadi kesadaran kebangsaan, mencerdaskan kehidupan masyarakat, meletakkan landasan negara, dan dalam memajukan bangsa dan negara.

Perkhidmatan itu terus berlanjut dan diperkokoh dengan suatu pernyataan kebangsaaan “Negara Pancasila sebagai Dar al-‘Ahdi wa al-Syahadah,” yang merupakan fikih politik baru yang membawa penyelesaian terhadap perdebatan atau kesangsian yang mungkin ada mengenai hubungan antara Islam dan negara Indonesia. Agendanya ialah pemajuan demokrasi, peningkatan ekonomi, pengembangan hukum, dan pembangunan kebudayaan.

Gerakan Muhammadiyah dalam “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” juga satu kesatuan dengan membangun “Indonesia Berkemajuan”. Dalam pandangan Muhammadiyah tentang “Indonesia Berkemajuan”, Negeri tercinta ini sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta positif yang dimiliki bangsa ini.

Pertama, posisi geopolitik yang sangat strategis. Kedua, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati. Ketiga, jumlah penduduk yang besar. Keempat, kemajemukan sosial budaya. Namun modal dasar dan potensi yang besar itu tidak atau belum dikelola dengan optimal dan sering disia-siakan sehingga bangsa ini kehilangan banyak momentum untuk maju dengan cepat, sekaligus menimbulkan masalah yang kompleks. Sementara stagnasi, deviasi, dan erosi berbangsa berlangsung di sejumlah bidang kehidupan seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, serta kelemahan mentalitas pada sebagian warga dan elite bangsa sehingga Indonesia sering kehilang peluang untuk menjadi negara makmur berkemajuan.

Karenanya sejalan dengan ikhtiar “Menghadirkan Kemakmuran  untuk  Semua”  maka  diperlukan  rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna menuju Indonesia berkemajuan.  Rekonstruksi  yang  meniscayakan aktualisasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan dimensi lainnya dalam perikehidupan kebangsaan.

Dalam rekonstruksi kehidupan kebangsan yang bermakna tersebut diperlukan nilai dan faktor strategis yang penting yaitu agama sebagai sumber nilai kemajuan, pendidikan yang mencerahkan, institusi-institusi yang progresif, keadaban publik, sumber daya manusia yang unggul, serta kepemimpinan profetik di seluruh tingkatan dan lini pemerintahan maupun kehidupan kebangsaan secara keseluruhan.

Peran Pimpinan

Muhammadiyah dapat “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” maupun usaha dan pergerakan lainnya jika didukung dan diperankan secara optimal oleh para pimpinannya sebagai aktor utama gerakan. Kepemimpinan dalam Muhammadiyah niscaya memajukan seluruh aspek kehidupan yang berbasis pada nilai-nilai Islam.

Pemimpin Muhammadiyah menurut Kiai Ahmad Dahlan dituntut sebagai “pemimpin kemajuan Islam”, yakni pemimpin yang menghidupkan akal pikiran, pendidikan, membedakan yang berakal dan bodoh, serta menjadikan “Agama bercahaya”.

Menurut pendiri Muhammadiyah, “Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama.” Agama adalah sumber nilai pencerahan yang membangun akhlak mulia dan menebar rahmat bagi semesta alam.

Bukan keberagamaan yang jumud, konservatif, dan anti kehidupan yang justru dikoreksi dan diperbarui oleh Kyai Dahlan dan Muhammadiyah generasi awal dengan “Gerakan Tajdid” atau “Gerakan Pembaruan”.

Karakter kepemimpinan Muhammadiyah yang berbasis Risalah Islam Berkemajuan yang berwatak pergerakan dan berorientasi  kemajuan  disebut  dengan  “kepemimpinan profetik-transformatif”, yakni kepemimpinan Islami berbasis tauhid dengan meneladani Nabi Muhammad yang berhasil membangun peradaban “al-Madinah al-Munawwarah” yang menjadi tonggak bangunan kejayaan Islam di pentas sejarah dunia berabad-abad lamanya.

Kepemimpinan model Islam tersebut dipraktikkan oleh Kiai Dahlan dalam Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan yang bercorak modernis dan reformis untuk menjawab serta memberi solusi alternatif atas masalah dan tantangan zaman.

Kepemimpinan dalam Muhammadiyah dengan pandangan Islam Berkemajuan dapat membawa perubahan ke arah kemajuan yang ditunjukkan dengan kemampuan memobilisasi potensi, mengagendakan perubahan, memproyeksikan masa depan, serta menjadi pejuang pergerakan yang   gigih  dalam  membangun  kehidupan  yang unggul-berkemajuan di segala bidang kehidupan untuk mewujudkan Islam Berkemajuan dalam membangun peradaban utama Rahmatan lil-‘Alamin.

Dengan demikian, kepemimpinan Muhammadiyah bukanlah kepemimpinan yang jumud, berjalan apa adanya, dan anti-kemajuan yang dapat menjadikan Gerakan Islam ini tertinggal dan berkemunduran.

Semoga seluruh pemimpin Muhammadiyah, pemimpin umat, dan pemimpin Indonesia benar-benar menjadi pemimpin yang jujur, amanah, berakhlak mulia, berintegritas tinggi, berwawasan luas, dan gigih berjuang dalam usaha “Menghadirkan Kemakmuran  Untuk  Semua”.

Semuanya  pemimpin “profetik-transformatif” yang berjiwa negarawan dan pahlawan dengan mengedepankan agenda memakmurkan kehidupan rakyat di atas kemakmuran diri, kroni, dinasti, dan golongan sendiri. Bersamaan dengan itu menjadi para pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila, Agama, dan Kebudayaan Bangsa menuju terwujudnya cita-cita Indonesia Raya.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan perlindungan, petunjuk, dan rida-Nya untuk seluruh pemimpin dan bangsa Indonesia menuju tercapainya kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat sejalan dengan komitmen membangun “Indonesia Berkemakmuran” dan “Indonesia Berkemajuan” yang “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”. Nashrun min Allah wa Fathun Qarib.

*) Naskah Pidato Milad Ke-112 Muhammadiyah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

 

 

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer