
MAKLUMAT – Penurunan daya beli masyarakat terus menjadi perhatian berbagai pihak, salah satunya Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, yang menilai melemahnya daya beli tidak hanya dipicu oleh inflasi dan fluktuasi harga barang, tetapi juga oleh kebijakan perpajakan yang dinilai kurang adaptif terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
“Pajak memberikan dampak signifikan pada daya beli. Ketika pajak diberlakukan, uang yang tersedia di tangan masyarakat berkurang, sehingga kemampuan konsumsi pun menurun,” ujar pria yang akrab dipanggil Buya Anwar itu kepada Maklumat.ID, Sabtu (30/11/2024).
Ia menyoroti secara khusus pengaruh Pajak Penghasilan (PPh) terhadap perekonomian. Menurutnya, kenaikan tarif PPh dapat memicu peningkatan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya semakin membebani masyarakat.
“Jika daya beli masyarakat terus melemah, maka kebijakan pajak perlu dievaluasi. Misalnya, penurunan tarif PPh dapat meningkatkan likuiditas di masyarakat. Dengan daya beli yang membaik, roda perekonomian akan bergerak lebih cepat, dan dunia usaha menjadi lebih dinamis,” jelas Buya Anwar.
Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan yang sebaliknya justru dapat memperburuk situasi. “Kalau tarif PPh terus naik, uang yang beredar di masyarakat akan semakin sedikit. Hal ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperburuk kondisi bisnis,” tegasnya.
Dalam konteks pemulihan ekonomi pasca pandemi, Buya Anwar menekankan perlunya kebijakan fiskal yang lebih peka terhadap kondisi masyarakat. Pendekatan yang mendorong konsumsi domestik, katanya, akan memberikan efek berantai yang positif.
“Kebijakan yang strategis, seperti penyesuaian pajak, dapat memberikan manfaat besar tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi dunia usaha dan investasi di Indonesia,” kata Anwar.
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan langkah-langkah fiskal yang mendukung pertumbuhan ekonomi secara inklusif. “Dengan daya beli yang terjaga, keseimbangan ekonomi dan keberlanjutan bisnis di Tanah Air dapat tercapai,” pungkas Buya Anwar.