23.9 C
Malang
Kamis, Desember 5, 2024
RagamKristen-Muhammadiyah: Kisah Harmoni dari Nusa Cendana

Kristen-Muhammadiyah: Kisah Harmoni dari Nusa Cendana

Krismuha
Penampilan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kupang pada pembukaan Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah, Rabu (4/12/2024). Foto:IST

MAKLUMAT — Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) yang dikenal dengan julukan Krismuha (Kristen-Muhammadiyah), menjadi contoh menarik dalam menjaga toleransi beragama di tengah keberagaman.

Dari 8.800 mahasiswa UMK, sekitar 82 persen di antaranya beragama Kristen, baik Katolik maupun Protestan. Meski begitu, keberagaman ini tidak menjadi hambatan, melainkan menciptakan ikatan yang kuat antara mahasiswa dan civitas akademika.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menekankan bahwa pemilihan Kupang sebagai lokasi Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah menggambarkan perhatian organisasi ini terhadap kawasan Timur Indonesia, terutama Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua.

“Kehadiran Muhammadiyah di NTT dan Papua telah menyatu, bahkan ada istilah Krismuha yang mencerminkan kedekatan ini,” ujar Haedar Nashir saat memberi sambutan pembukaan Tanwir Muhammadiyah.

Bagaimana kehidupan di kampus Krismuha? Salah satu mahasiswa, Rivaldi (18), mahasiswa semester III jurusan Matematika, mengungkapkan awalnya kuliah di UMK lebih karena pilihan orang tua. Namun, seiring berjalannya waktu, ia merasa nyaman.

Menurutnya, teman-teman sejurusnya banyak yang beragama Kristen, sehingga dia merasa lebih dekat.

“Saya lebih senang ketika belajar tentang sejarah Muhammadiyah dan memahami pandangan agama lain. Di mata kuliah Pendidikan Agama Islam (AIK), saya mendapat nilai A dua semester berturut-turut,” ujar pemuda beragama Katolik ini.

Rivaldi juga berbagi pengalamannya dalam menghadapi kuliah soal-soal terkait syirik di ruang kuliah.

“Ketika diminta menjawab soal syirik, saya juga diminta memberi tentang pandangan Katolik, saya justru merasa senang karena itu jadi kesempatan untuk saling memahami dan menjaga hubungan dengan teman-teman yang berbeda agama,” tambahnya.

Rivaldi berasal dari kampung Halioan, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka. Jarak antara Malaka dengan Kupang sekitar 8 jam perjalanan darat. Selama tiga semester menjalani kuliah di UMK, Rivaldi merasa tak ada hambatan.

“Dari kampung saya, ada tujuh orang yang kuliah di UMK. Kami sering naik bus atau travel dari Malaka untuk menuju ke Kupang. Biaya kuliah satu semester adalah Rp2.250.000, dan biayanya bisa dicicil,” tuturnya.

Dalam kesehariannya, meski terpisah oleh agama, Rivaldi tetap menjalani ibadah sesuai keyakinannya. “Kalau ibadah wajib, saya pergi ke gereja yang terletak di belakang kampus. Tidak ada hambatan untuk belajar dan beribadah sesuai agama saya,” tambahnya.

Berbagai aktivitas luar kuliah pun dia jalani, mulai dari hobi menari, mengikuti kelas Bahasa Inggris, desain grafis, hingga mendirikan komunitas public speaking.

Selama bergaul dengan teman-teman beragama Islam, Rivaldi mengaku pernah terjadi momen lucu saat masuk kelas dan hendak bersalaman dengan dosen.

Saat hendak bersalaman dan mencium tangan dosen perempuan,  ternyata tangannya ditarik karena usai berwudhu.

“Saat Ramadan, saya pernah beli es krim tapi lupa makan di depan teman-teman muslim,” ceritanya dengan senyum.

Meskipun Rivaldi lebih banyak bergaul dengan teman-teman beragama Kristen, ia juga mendapatkan banyak dukungan dari teman-teman muslim. Salah satunya saat ia belajar Bahasa Arab. “Bahasa Arab nggak sulit, teman-teman muslim membantu saya mengenal huruf hijaiyah dan angka,” ujarnya.

Nia Kurniawati Rukman, salah satu dosen jurusan matematika UMK,  menuturkan bahwa toleransi beragama di UMK sudah biasa. Meski mereka beragama non islam, tetap harus mengikuti mata kuliah AI Islam & Kemuhammadiyahan (AIK).

“Kami merasa saling mendukung dalam berbagai kegiatan, baik akademik maupun sosial,” katanya.

 

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer