MAKLUMAT – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Ustaz Dr Syamsuddin MA menjelaskan soal penyembelihan dan pendistribusian hadyu dari dam para jamaah haji.
Sebagai informasi, mayoritas jamaah haji asal Indonesia dalam praktiknya melaksanakan nusuk dengan cara tamattu’, yakni melakukan ibadah umrah terlebih dahulu sebelum melaksanakan nusuk haji.
Konsekuensi dari praktik tersebut, maka para jamaah haji wajib membayarkan dam berupa penyembelihan hewan ternak, bisa berupa domba, unta, atau sapi. Jika tidak didapatkan hewan-hewan tersebut, maka sebagai gantinya adalah dengan berpuasa selama 10 hari, yakni tiga hari ketika berhaji dan tujuh hari di tempat asalnya.
“Pengadaan, pemotongan, dan pendistribusian daging hadyu selama ini dilakukan di tanah haram, mengamalkan ajaran dalam Surat Al-Hajj,” ujar Ustaz Syam, panggilan akrabnya kepada Maklumat.ID, Rabu (8/1/2025).
Meski begitu, Ustaz Syam menekankan pentingnya memahami teks suci keagamaan secara kontekstual mengacu pada aspek kemaslahatan kekinian terhadap kehidupan manusia.
“Persoalan ini memang masih menjadi perdebatan, karena selama ini dalam praktiknya memang kita masih mengacu secara tekstual pada rujukan klasik bahwa memang dam untuk menyembelih hadyu itu dilakukan di tanah haram,” sebutnya.
“Tapi belakangan ini kemudian menjadi suatu permasalahan ketika di Arab sana mereka sudah kesulitan untuk bisa memfasilitasi itu. Bayangkan berapa juta hewan yang disembelih? Mereka harus menyediakan tempat yang begitu besar, kemudian untuk pendistribusiannya mereka juga kesulitan karena di sana juga sudah agak sulit untuk mencari penerima manfaatnya, orang-orang yang fuqara wal masakin itu sudah sulit mencari di sana. Selain itu bahwa tujuan hadyu itu untuk logistik para jamaah haji juga faktanya sekarang logistik jamaah itu kan sudah terpenuhi semua bahkan sejak sebelum keberangkatan sudah aman, sudah disiapkan semua,” sambung Ustaz Syam.
Boleh Dilakukan di Luar Makkah
Di kalangan ulama Muhammadiyah sendiri, Ustaz Syam mengatakan sudah mendapatkan kesepahaman terkait hal tersebut, bahwa boleh untuk membayarkan dam atau menyembelih hadyu di luar Makkah, alias di negara asalnya.
“Majelis Tarjih Muhammadiyah sudah cukup lama berpendapat bahwa penyembelihan dan pembagian daging hadyu atau dam di luar tanah haram, termasuk di tanah air atau di negara asal, itu boleh dan sah,” katanya.
“Ini berdasarkan pendekatan fikih maqasid, bahwa tujuan utama penyembelihan hadyu itu adalah untuk pemenuhan logistik jamaah haji. Faktanya sekarang ini kan seluruh kebutuhan logistik para jamaah haji itu sudah terpenuhi tanpa bergantung dari daging hadyu, sehingga stok daging hadyu di tanah haram sana sangat melimpah dan malah mubazir,” terang Ustaz Syam.
Lebih lanjut, Ustaz Syam mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) RI pada 7-9 November 2024 lalu telah mengadakan mudzakarah perhajian di Kota Bandung, yang diikuti oleh para ahli fikih dari oramas, akademisi, hingga praktisi haji, para Kepala Kanwil Kemenag, serta para Kepala Bidang Kanwil Kemenag Provinsi.
Di antara keputusan strategis dari giat tersebut yakni terkait hukum penyembelihan dan pembagian daging hadyu di luar tanah haram.
“Menurut forum ini hukumnya adalah boleh dan sah. Dan kemudian merekomendasikan agar pemerintah membuat pedoman tata Kelola hadyu atau dam jamaahn haji, serta memasukkan ketentuan penyembelihan dan pembagian daging haryu atau dam itu di luar tanah haram, termasuk di tanah air, beserta teknis pelaksanaan pendistribusiannya,” ungkap Ustaz Syam.
Kendati demikian, Ustaz Syam mengaku masih menunggu tindak lanjut dari rekomendasi forum tersebut, yakni berupa aturan ataupun pedoman resmi terkait pembayaran dam atau penyembelihan hadyu itu.
Pernyataan Wakil Kepala BP Haji
Sebelumya, Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) RI, Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan pihaknya tengah melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan para ahli fikih dari ormas-ormas maupun para stakeholders terkait, berkaitan dengan hukum membayar dam atau hadyu tersebut di luar Makkah.
Dengan penyembelihan hadyu atau membayar dam jika dilakukan di negara asal, maka harapannya dapat lebih memudahkan, termasuk menghasilkan dampak ekonomi bagi Indonesia dari penyelenggaraan ibadah haji tersebut.
“Karena di Arab sana kan juga sudah sulit untuk mendistribusikan itu. Dan harapannya dengan itu dilakukan di negara asal, di tanah air, itu bisa memberikan dampak ekonomi dan kemaslahatan juga,” ujar Dahnil usai berkunjung ke Kantor PWM Jatim di Surabaya, Selasa (7/1/2025).