MAKLUMAT — Ketua DPD RI, Sultan B Najamuddin, baru-baru ini mengusulkan penggunaan dana zakat untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Usulan tersebut disampaikan di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 14 Januari 2025, dan memicu perdebatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: bolehkah dana zakat digunakan untuk program MBG?
Untuk menjawabnya, ada dua hal yang perlu diperhatikan: perspektif syariah dan kejelasan program itu sendiri.
Dalam perspektif syariah, memberi makan kepada orang yang membutuhkan tentu saja diperbolehkan, tetapi dengan beberapa ketentuan.
Zakat hanya boleh diberikan kepada mereka yang termasuk dalam salah satu dari 8 asnaf yang disebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 60:
- Fakir: Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup.
- Miskin: Mereka yang memiliki harta, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
- Amil: Mereka yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
- Mualaf: Orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk memperkuat iman dan pengetahuan agama.
- Riqab: Budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri.
- Gharimin: Mereka yang terbelit utang untuk kebutuhan hidup yang mendesak.
- Fisabilillah: Mereka yang berjuang di jalan Allah dalam kegiatan dakwah, jihad, dan sejenisnya.
- Ibnu Sabil: Mereka yang kehabisan biaya dalam perjalanan untuk tujuan yang halal.
Jika dana zakat digunakan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disalurkan hanya kepada mereka yang sangat membutuhkan, seperti anak-anak fakir miskin, maka hal ini bisa diterima, karena sesuai dengan salah satu asnaf zakat.
Namun, program MBG yang direncanakan untuk mencakup semua lapisan masyarakat, termasuk anak-anak dari keluarga kaya, tentu tidak sesuai dengan ketentuan ini. Penggunaan dana zakat untuk mereka yang tidak termasuk asnaf dapat dianggap melanggar syariat, dan karena itu, tidak diperbolehkan.
Selain aspek syariah, kejelasan dan transparansi program juga penting. Pentasyarufan dana zakat oleh lembaga amil zakat (LAZ) harus dilakukan dengan cara yang akuntabel dan sesuai dengan prinsip syariah.
Saat ini, konsep program MBG masih belum sepenuhnya jelas. Hal ini menyebabkan keraguan di kalangan masyarakat, yang khawatir program tersebut bisa berpotensi menjadi ladang korupsi baru, seperti yang pernah terjadi pada program-program pemerintah sebelumnya, seperti kasus Hambalang dan E-KTP.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu muncul isu tentang penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur yang menimbulkan polemik dan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Wakil Ketua MUI, Buya Anwar Abbas, juga menolak jika dana zakat digunakan untuk program MBG. Menurutnya, penggunaan dana zakat untuk mendukung program tersebut berisiko menimbulkan masalah dan perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.
Program Makan Bergizi Gratis yang digagas Presiden Prabowo memang telah dilaksanakan di 26 provinsi, mencakup siswa dari PAUD hingga SMA, dan diberikan tanpa membedakan latar belakang ekonomi keluarga.
Menurut Buya Anwar, jika dana zakat digunakan untuk membantu siswa yang termasuk kategori miskin, maka itu tidak masalah. Namun, jika dana zakat disalurkan kepada semua siswa, termasuk mereka yang berasal dari keluarga kaya, maka hal ini bisa menimbulkan polemik dan perbedaan pendapat.
Penggunaan Dana Zakat
Zakat adalah dana yang hanya boleh diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya menurut syariat Islam. Syeikh Yusuf Qardawi menjelaskan bahwa zakat adalah sistem ekonomi untuk mewujudkan keadilan sosial, dengan mendistribusikan kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga agar penggunaan dana zakat tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Program MBG, di sisi lain, lebih tepat didanai melalui infak dan sedekah, karena ketentuan penyalurannya tidak seketat zakat. Dana infak dan sedekah bisa digunakan untuk tujuan yang lebih luas dan tidak terbatas hanya untuk mereka yang berhak menerima zakat.
Kesimpulannya, penggunaan dana zakat harus dilakukan dengan hati-hati, sesuai dengan syariat, dan memastikan bahwa program yang dijalankan jelas, transparan, akuntabel, dan tepat sasaran.
* Ketua Badan Pengurus LAZISMU Bantul / Mahasiswa Program Studi Manajemen Zakat dan Wakaf Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta
* Artikel ini telah dipublikasikan di Mediamu.