22.5 C
Malang
Senin, Februari 3, 2025
KilasPercepat Eliminasi Kusta dan Filariasis, Kemenkes Target Bebas NTDs pada 2030

Percepat Eliminasi Kusta dan Filariasis, Kemenkes Target Bebas NTDs pada 2030

Gejala kusta. (Foto:Halodoc)
Gejala kusta. (Foto:Halodoc)

MAKLUMAT — Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi upaya untuk mengeliminasi Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs), khususnya kusta dan filariasis, dengan target bebas dari kedua penyakit ini pada 2030. Melalui strategi deteksi dini, pengobatan massal, serta kolaborasi lintas sektor, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memperkuat berbagai program pengendalian dan edukasi di wilayah endemis.

Dalam temu media yang digelar secara daring, terungkap bahwa Indonesia telah mencatat kemajuan dalam pengendalian kusta dan filariasis. Namun, masih terdapat tantangan besar yang perlu diatasi, mulai dari stigma sosial, keterlambatan diagnosis, hingga rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjalani pengobatan.

Indonesia Peringkat Ketiga Dunia Kasus Kusta

Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI, dr. Ina Agustina, mengungkapkan bahwa pada 2023, Indonesia menempati peringkat tiga dunia dalam jumlah kasus baru kusta, dengan total 12.798 kasus baru. Beberapa provinsi dengan jumlah kasus tertinggi meliputi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, dan Papua.

Meskipun prevalensi kusta telah menurun sejak 1981, eliminasi total masih menjadi target utama dengan visi “Zero New Cases, Zero Disabilities, dan Zero Stigma“. Namun, stigma sosial masih menjadi hambatan serius. Prof. Linuwih dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia menegaskan bahwa stigma ini membuat pasien enggan mencari pengobatan sejak dini.

“Banyak pasien yang sudah sembuh masih mengalami diskriminasi sosial, sehingga mereka enggan mencari pengobatan sejak dini,” ungkapnya.

Untuk mencapai eliminasi kusta pada 2030, pemerintah menerapkan lima strategi utama:

  1. Deteksi dini dan pengobatan cepat menggunakan terapi Multi-Drug Therapy (MDT) selama 6–12 bulan.
  2. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) di daerah dengan kasus tinggi.
  3. Surveilans aktif untuk menemukan kasus lebih cepat.
  4. Edukasi dan promosi kesehatan guna mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
  5. Kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat eliminasi kusta.

Filariasis: Penyakit Kecacatan Terbesar Kedua di Dunia

Filariasis atau kaki gajah merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Indonesia menghadapi tantangan unik dalam eliminasi penyakit ini, karena menjadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki tiga spesies cacing filaria, yakni: wuchereria bancrofti; brugia malayi; serta brugia timori (spesies endemik di Indonesia dan Timor Leste).

Menurut Dosen FKUI Departemen Parasitologi, Prof. Dr. Taniawati Supali, filariasis merupakan penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia setelah gangguan jiwa, dengan dampak ekonomi yang signifikan bagi penderitanya.

“Filariasis memperburuk kemiskinan karena penderitanya kehilangan kemampuan bekerja dan akhirnya dikucilkan oleh masyarakat,” jelasnya.

Salah satu tantangan utama dalam eliminasi filariasis adalah banyaknya individu yang telah terinfeksi tetapi belum menunjukkan gejala.

“Infeksi membutuhkan waktu 5 hingga 8 tahun untuk berkembang menjadi kondisi yang terlihat, sehingga banyak orang sehat yang sebenarnya sudah memiliki cacing dalam darahnya, tetapi tidak merasakan sakit,” tambah Prof. Taniawati.

Untuk mencapai eliminasi filariasis pada 2030, pemerintah menerapkan lima strategi utama:

  1. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) selama lima tahun di daerah endemis.
  2. Penerapan strategi pengobatan tiga obat (IDA therapy) yang dapat mempercepat eliminasi hanya dalam dua tahun.
  3. Surveilans ketat untuk memastikan tidak ada transmisi baru.
  4. Edukasi masyarakat mengenai bahaya dan pencegahan filariasis.
  5. Kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan peternakan dan lingkungan, karena filariasis juga ditemukan pada hewan seperti kera, kucing, dan anjing.

Kolaborasi Lintas Sektor: Kunci Eliminasi

Untuk mencapai eliminasi kusta dan filariasis di Indonesia, diperlukan kerja sama erat antara pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat, serta media. Beberapa langkah yang harus diperkuat meliputi:

  1. Edukasi dan sosialisasi agar masyarakat memahami pentingnya pencegahan dan kepatuhan dalam pengobatan.
  2. Pengobatan massal yang lebih terorganisir dengan pengawasan langsung dari tenaga kesehatan.
  3. Kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan sektor peternakan dan lingkungan, untuk mengatasi filariasis yang ditularkan oleh hewan.
  4. Surveilans aktif dan inovasi dalam pendekatan eliminasi untuk memastikan strategi yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Menurut Prof. Linuwih, eliminasi kusta dan filariasis tidak bisa hanya mengandalkan tenaga kesehatan.

“Masalah kusta dan filariasis tidak dapat diselesaikan hanya oleh tenaga kesehatan. Dibutuhkan keterlibatan masyarakat, pemimpin daerah, tokoh agama, serta media untuk mempercepat eliminasi,” tegasnya.

Dengan keterlibatan semua pihak dan strategi yang lebih inovatif, Indonesia diharapkan dapat mencapai target eliminasi kusta dan filariasis lebih cepat. Hal ini sekaligus memastikan tidak ada lagi penderita yang mengalami kecacatan, diskriminasi, atau dampak ekonomi akibat penyakit ini.

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer