21.9 C
Malang
Senin, Februari 24, 2025
OpiniSkandal eFishery: Akhir dari Permainan Valuasi di Dunia Startup?

Skandal eFishery: Akhir dari Permainan Valuasi di Dunia Startup?

MAKLUMAT — Kasus dugaan fraud eFishery menjadi tamparan keras bagi ekosistem startup Indonesia, terutama di tengah upaya berbagai perusahaan rintisan untuk melantai di bursa saham.

Perusahaan yang semula dipandang sebagai pionir dalam teknologi akuakultur ini ternyata diduga melakukan manipulasi laporan keuangan guna mempertahankan valuasi tinggi.

Penulis: Anwar Hariyono*
Penulis: Anwar Hariyono*

Pertanyaannya, apakah para investor sudah mengetahui praktik ini sejak awal dan memilih bungkam demi keuntungan, ataukah skandal ini baru terungkap akibat keberanian seorang whistleblower?

Dampaknya jelas: IPO eFishery yang semula diantisipasi sebagai langkah besar bagi ekosistem startup Indonesia kini justru berakhir sebagai preseden buruk bagi dunia investasi.

Sejak mencapai status unicorn dengan valuasi lebih dari 1,3 miliar dolar AS, eFishery menarik minat berbagai investor kelas kakap seperti Temasek, SoftBank, Northstar, dan Sequoia Capital.

Dengan narasi sebagai perusahaan teknologi yang mengubah sektor perikanan, eFishery tampil meyakinkan sebagai startup berbasis solusi digital. Namun, di balik pencitraan gemilang tersebut, laporan keuangan perusahaan diduga penuh dengan rekayasa.

Modus yang digunakan bisa berupa penggelembungan jumlah perangkat IoT yang terpasang, pencatatan pendapatan yang belum terealisasi, hingga menunda pengungkapan beban operasional guna menampilkan profitabilitas semu.

Ini adalah strategi khas dalam permainan valuasi, di mana angka-angka yang diklaim sering kali lebih menarik ketimbang kondisi bisnis yang sebenarnya.

Dalam skandal ini, posisi investor menjadi sorotan utama. Apakah mereka benar-benar tidak mengetahui bahwa laporan keuangan eFishery direkayasa? Ataukah mereka sadar tetapi memilih diam demi menjaga potensi keuntungan saat IPO?

Dalam banyak kasus startup, investor besar biasanya memiliki akses ke laporan yang lebih mendalam dibandingkan publik. Jika mereka telah mengetahui adanya kejanggalan tetapi tetap mendukung perusahaan, berarti ada upaya sistematis untuk mempertahankan ilusi pertumbuhan demi mencapai exit strategy yang menguntungkan.

Namun, fakta bahwa skandal ini terbongkar lewat laporan whistleblower menandakan bahwa ada pihak di dalam perusahaan yang tidak lagi bisa menoleransi praktik kecurangan ini. Alhasil, strategi IPO yang telah disiapkan dengan matang akhirnya runtuh sebelum mencapai pasar.

Gagalnya IPO eFishery di tahun 2025 membawa implikasi besar terhadap kepercayaan investor pada ekosistem startup Indonesia. Para pemodal ventura akan lebih skeptis dalam menanamkan dana mereka, sementara startup baru dan yang bersiap untuk IPO bisa ikut terdampak akibat pengawasan yang lebih ketat dari regulator.

Otoritas pasar modal pun kemungkinan akan meningkatkan standar transparansi dan audit bagi perusahaan yang ingin melantai di bursa. Hal ini menandakan bahwa era di mana startup bisa mengejar valuasi setinggi-tingginya tanpa mempertimbangkan fundamental bisnis mungkin akan segera berakhir.

Pelajaran yang Bisa Dipetik

Dari skandal ini, ada beberapa pelajaran penting yang harus dipetik. Pertama, startup harus membangun bisnis yang berkelanjutan dan tidak hanya berfokus pada mengejar status unicorn.

Kedua, investor harus lebih teliti dalam melakukan due diligence, bukan hanya terpukau oleh angka pertumbuhan yang menggiurkan. Ketiga, regulator harus lebih proaktif dalam mengawasi praktik bisnis perusahaan rintisan agar skandal serupa tidak kembali terjadi.

Jika ekosistem startup Indonesia ingin terus berkembang dan mempertahankan kredibilitasnya di mata investor global, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama.

Kasus eFishery bukan sekadar skandal keuangan biasa, melainkan refleksi dari sistem yang selama ini memungkinkan perusahaan bermain dalam permainan valuasi tanpa pengawasan yang ketat.

Jika Indonesia tidak ingin kehilangan kepercayaan investor di sektor startup, maka saatnya kita berhenti terpaku pada narasi unicorn dan mulai menilai perusahaan berdasarkan keberlanjutan bisnisnya, bukan sekadar angka di atas kertas.

*Wakil Rektor Sumber Daya Universitas Muhammadiyah Gresik

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer