21.9 C
Malang
Senin, Februari 24, 2025
OpiniDiaspora Kader Muhammadiyah: Bukti Nyata untuk Bangsa

Diaspora Kader Muhammadiyah: Bukti Nyata untuk Bangsa

Diaspora kader Muhammadiyah. (Ilustrasi: UMJ)
Diaspora kader Muhammadiyah. (Ilustrasi: UMJ)

MAKLUMAT – Sejak Muhammadiyah berdiri tahun 1912, anggota Muhammadiyah terdiri dari berbagai kader diaspora yang aktif menjadi kader umat dan bangsa. Di kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto kader-kader Muhammadiyah semakin dipercaya dengan banyaknya diaspora kader Muhammadiyah di pemerintahannya.

Penulis: Dr. dr. Sukadiono, MM. *)
Penulis: Dr. dr. Sukadiono, MM. *)

Kalau memotret kelahiran Muhammadiyah tahun 1912 yang mendahului kelahiran bangsa (1920-an) dan negara (1945) Indonesia telah menunjukkan bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang memiliki corak dan watak kebangsaan nasionalisme yang kuat. Ungkapan nasionalisme memang kurang populer di kalangan warga Muhammadiyah, tetapi perbuatan yang bercorak nasionalistik telah menjadi watak Muhammadiyah sejak masa kebangkitan nasional.Muhammadiyah langsung membenahi kultur umat terjajah melalui proses pencerahan dan kemanusiaan, dua hal yang sangat mendasar untuk membangun fondasi bangsa yang bakal lahir. Keterbukaan Muhammadiyah terhadap gagasan-gagasan baru yang lebih segar telah menjadikan sifat Muhammadiyah selama sekian dasawarsa untuk tumbuh dan berkembang.

Kiai Ahmad Dahlan (1868-2923), yang terlahir dari lingkungan kultur Jawa Keraton yang kental, berkat pergaulannya dengan berbagai kalangan dan pergulatan batinnya yang sangat intens dengan situasi Islam di Jawa yang sedang jatuh, telah memaksanya untuk membuat kesimpulan berikut ini: “Tidak boleh terus terkapar dalam situasi begini.” Pergaulan dan pergumulan inilah yang melatarbelakangi kelahiran Muhammadiyah yang sekarang sedang memasuki abad kedua usianya.

Sejarah mencatat bagaimana Kiai Ahmad Dahlan mendapatkan anggota seperti Mas Mansur, Dr Soetomo, Soekarno, Jenderal Soedirman, Buya Hamka, Ir Djuanda, Kahar Muzakkar, Kasman Singodimedjo, H Fachrodin, H Agus Salim, dan masih banyak sederet kader Muhammadiyah yang membawa NKRI ke depan pintu gerbang kemerdekaan.

Mengutip tulisan Buya Syafi’i Ma’arif, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan yang sadar betul tentang keadaan umat yang miskin lahir dan batin, serta terjajah lagi, Muhammadiyah menemukan gagasan baru dalam format “Islam yang berkemajuan,” bukan Islam yang lumpuh di tangan umat yang lemah, yang telah cukup lama menjadi mainan sejarah. Pada awal mula perumusan tujuan Muhammadiyah berangkat dari cita-cita sederhana dan lokal sifatnya, yang dalam Anggaran Dasar (AD) 1912 berikut: A) Menyebarkan pengajaran agama Kanjeng Nabi Muhammad Saw kepada penduduk Bumi Putera di dalam residensi Yogyakarta. B) Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.

Dua tahun kemudian, dalam Anggaran Dasar 1914, sifat lokalnya berubah secara dramatis dalam rumusan: A) Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam Hindia Nederland. B) Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.

Untuk mencapai tujuan itu, Muhammadiyah mendirikan sekolah, menggerakkan pengajian, dan menggalakkan penerbitan dalam berbagai bentuk. Dengan cara ini, Muhammadiyah ingin menembus kelumpuhan umat melalui pencerdasan dan pencerahan, gagasan diaspora kader untuk menolong masyarakat yang terjajah di bawah komando PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang dipelopori Kiai Sudja’.

Di usia Muhammadiyah abad ini dituntut untuk terlibat aktif dalam proses kehidupan sosial politik bangsa. Keterlibatan aktif itu merupakan keharusan sejarah, Muhammadiyah yang telah aktif jauh sebelum Indonesia merdeka. Peran sosio-politiknya ditunggu banyak pihak, khususnya dalam membangun moral dan etika politik. Moralitas dalam politik Indonesia hampir punah, dalam praktiknya elit-elit berkuasa terus menunjukkan kemewahan dan kemegahan di tengah penderitaan bangsa.

Tugas Muhammadiyah dengan konsep diaspora kadernya dapat memberikan kontribusi langsung bagi pembangunan Indonesia yang beradab, bermoral dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Muhammadiyah harus mengembangkan gagasan politik yang prospektif bagi konstruksi Indonesia yang beradab, serta kader yang memiliki visi kemanusiaan, ke-Indonesia-an, dan kebangsaan.

Di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kemarin ramai ketika beberapa tokoh Muhammadiyah mendapat jabatan Menteri dan Wakil Menteri, di antaranya sebut saja Prof Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah) orang paling berpengaruh di Muhammadiyah setelah Ketua Umum PP Muhammadiyah, diamanahkan sebagai Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah). Beliau adalah salah satu dari sekian banyak kader yang mendapat amanah dari pemerintah Presiden Prabowo.

Amanah ini sebagai ukuran bahwa Muhammadiyah memberikan dampak langsung kepada bangsa dengan mendelegasikan kader-kader terbaiknya.

Pentingnya peran diaspora kader Muhammadiyah bagi Bangsa Indonesia. “Kehadiran kader Muhammadiyah dalam pemerintahan adalah bentuk komitmen nyata Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan.” Gambaran peran Muhammadiyah di abad kedua harus ditata ulang posisinya, baik di ranah global, maupun dalam mengoptimalkan peran kadernya di tengah dinamika kehidupan Bangsa Indonesia.

Sejalan dengan kualitas Islam sebagai solusi seperti yang kita harapkan, maka opini ini patut kita pertimbangkan bersama, “Muhammadiyah yang tidak mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah Indonesia, bukanlah Muhammadiyah yang sebenarnya.” Di sinilah letaknya salah satu tantangan terbesar yang sedang menanti jawaban Muhammadiyah.

Sebagai kader Muhammadiyah sudah sepatutnya mengabdi dengan ikkhlas untuk agama dan bangsa. Peran Muhammadiyah yang semakin luas dari bidang kesehatan, pendidikan, sosial dan politik. Kesempatan ini harus diisi oleh kader-kader kompeten yang siap menebar kebaikan dengan prinsip dan tujuan gerakan Muhammadiyah, diaspora kader dalam pemerintahan tentu bisa mempunyai andil dalam pemerintahan tentu bisa mempunyai andil dalam merumuskan kebijakan untuk kesejahteraan bangsa.

____________________

*) Penulis adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur dan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI.

Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan dengan judul yang sama di Majalah MATAN edisi 223: Februari 2025.

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer