
MAKLUMAT – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi, menyampaikan konsep Mindful Fasting, yang menekankan pentingnya menjalani puasa dengan kesadaran penuh, baik secara fisik maupun spiritual. Hal itu agar ibadah puasa tidak sekadar menjadi rutinitas formal semata.
“Puasa adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Mukmin agar kita menjadi bertakwa. Puasa adalah proses rohani yang dapat meningkatkan kapasitas kejiwaan, sikap mentalitas, dan orientasi tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Haedar, dikutip dari siaran di kanal YouTube Muhammadiyah Channel, Jumat (7/3/2025).
Menurut Haedar, banyak orang kerap mengalami kebosanan dalam menjalani hari-hari mereka, termasuk saat berpuasa. Tak jarang juga puasa dianggap sebagai beban berat. Hal semacam ini, menurut Haedar, dapat diatasi dengan mengubah mindset melalui pendekatan Mindful Fasting atau berpuasa dengan kesadaran penuh.
Dengan kesadaran ini, seseorang akan mampu meluruhkan jiwa, mengendalikan mentalitas, dan memperbaiki orientasi tindakannya. Haedar menekankan bahwa puasa jangan sampai dirasakan sebagai beban berat yang membuat waktu berjalan lambat. Puasa harus menjadi pengalaman spiritual yang mendamaikan dan menenangkan.
Dua Kebahagiaan dalam Puasa
Mengutip Hadis Qudsi, Haedar menyebutkan bahwa orang yang berpuasa akan merasakan dua kebahagiaan, yakni kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat kelak bertemu dengan Tuhan di akhirat.
“Saat kita berbuka betapa nikmatnya makanan dan suasana di saat itu. Dari lapar dan dahaga kita mencicipi makanan dan minuman itu sungguh merupakan asupan yang luar biasa sampai meresap ke dalam tubuh dan jiwa,” terangnya.
Lebih lanjut, Haedar juga mengingatkan agar umat Islam tidak berlebihan dalam berbuka puasa. Menurutnya, esensi puasa adalah untuk melatih pengendalian diri serta memperkuat hubungan spiritual dengan Allah.
“Yang kedua, kelak di saat kita bertemu dengan Tuhan pada yaumul kiamah dengan seluruh pahala kehidupan kita, termasuk pahala puasa. Kita akan bertemu dengan Rabb, dengan Tuhan, dan di situlah kita menikmati surga jannatun naim dalam rengkuhan rida dan karunia Allah,” kata dia.
Pria yang juga Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menegaskan, jika seseorang berpuasa dengan memproyeksikan kebahagiaan baik saat berbuka maupun saat bertemu dengan Allah di akhirat, maka orientasi dan makna seseorang dalam menjalankan puasa akan berubah. Dengan demikian, puasa tidak akan terasa membosankan, justru akan terasa ringan dan memberikan dampak spiritual yang mendalam.
“Bahwa kerohanian kita, mentalitas kita, sikap kita, orientasi, tindakan kita menjadi makin bermakna. Dan kita menikmatinya, kita menjalaninya dengan tulus senang bahagia damai dan penuh arti. Mari berpuasa dengan minhaj rohani,” pungkas Haedar.
_____
Penulis: Habib Muzaki | Editor: Ubay NA