22.4 C
Malang
Sabtu, Maret 22, 2025
KilasDPR Sahkan Revisi UU TNI, Fraksi Gerindra Pastikan Sejalan dengan Reformasi

DPR Sahkan Revisi UU TNI, Fraksi Gerindra Pastikan Sejalan dengan Reformasi

Fraksi Gerindra
Anggota Fraksi Gerindra DPR RI Heri Gunawan. Foto:F Gerindra

MAKLUMAT — Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/3/2025), menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Persetujuan ini menandai langkah baru dalam reformasi TNI guna menyesuaikan dengan dinamika pertahanan modern.

Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan, menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak bertentangan dengan semangat reformasi. Ia menepis anggapan bahwa perubahan ini bertujuan menghidupkan kembali dwifungsi militer.

“Revisi ini dimaksudkan untuk memperkuat sistem pertahanan negara, menghadapi tantangan yang semakin kompleks, dan tidak ada upaya mendominasi ranah sipil maupun politik. Pengawasan tetap dilakukan oleh DPR,” ujar Heri Gunawan yang akrab disapa Hergun dalam keterangan resmi Fraksi Gerindra, dikutip Jumat (21/3/2025).

Perubahan Pokok dalam Revisi UU TNI

Salah satu poin utama dalam revisi UU TNI adalah penegasan kedudukan TNI dalam sistem pertahanan negara. Dalam Pasal 3, TNI ditegaskan berada di dalam Kementerian Pertahanan (Kemhan), bukan di bawahnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan koordinasi kebijakan pertahanan tetap selaras dengan kebutuhan strategis di lapangan.

Selain itu, dalam Pasal 7, revisi UU TNI memperluas cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). TNI kini memiliki kewenangan untuk membantu pemerintah dalam menghadapi ancaman siber serta melindungi WNI di luar negeri dalam situasi darurat. Namun, operasi yang melibatkan pertempuran tetap harus mendapat persetujuan DPR sebelum dilaksanakan.

“Ancaman pertahanan kini bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga digital dan transnasional. Dengan revisi ini, TNI siap menghadapi tantangan zaman,” kata Hergun.

Penempatan Prajurit Aktif di 15 Kementerian/Lembaga

Perubahan juga terjadi dalam Pasal 47 yang mengatur penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga. Jumlah kementerian dan lembaga yang dapat ditempati prajurit aktif meningkat dari 10 menjadi 15, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), dan Kejaksaan Agung.

Hergun menegaskan bahwa aturan ini bertujuan memberikan kepastian hukum terkait keterlibatan TNI di sektor pertahanan dan keamanan nasional. “Ini bukan bentuk militerisasi, tetapi penguatan sinergi dalam menghadapi ancaman pertahanan nasional,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa prajurit aktif tidak boleh berbisnis. Jika ada prajurit yang ingin bertugas di luar 15 kementerian/lembaga yang telah ditentukan, mereka harus pensiun terlebih dahulu.

Perpanjangan Usia Pensiun

Dalam revisi UU TNI, perubahan signifikan lainnya adalah perpanjangan usia pensiun prajurit. Sesuai dengan Pasal 53, usia pensiun tamtama dan bintara diperpanjang menjadi 55 tahun, sementara perwira hingga pangkat Kolonel menjadi 58 tahun. Adapun perwira tinggi memiliki masa pensiun berjenjang, mulai dari 60 hingga 62 tahun. Untuk perwira tinggi bintang empat, usia pensiun ditetapkan 63 tahun dan dapat diperpanjang hingga maksimal 65 tahun.

“Banyak prajurit masih dalam kondisi prima saat memasuki usia pensiun. Dengan perpanjangan ini, mereka masih bisa berkontribusi, tanpa mengorbankan regenerasi di tubuh TNI,” ujar Hergun.

Dengan revisi ini, diharapkan TNI dapat semakin profesional dan siap menghadapi tantangan pertahanan modern tanpa meninggalkan semangat reformasi yang telah menjadi dasar perubahan sejak era pascareformasi.***

Ads Banner

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer