
MAKLUMAT — Seorang anak perempuan berusia 16 tahun menjadi korban pemerkosaan oleh tujuh pria di dalam kompleks asrama polisi di Polres Belu, Nusa Tenggara Timur. Enam pelaku telah ditangkap, salah satunya merupakan anak dari anggota Polri yang tinggal di rumah dinas tersebut.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanul Haq mengecam keras kejadian ini. Menurutnya, kasus ini membuktikan bahwa negara belum sepenuhnya mampu memberikan rasa aman bagi anak.
“Bagaimana mungkin asrama polisi, yang seharusnya menjadi tempat paling aman, justru menjadi lokasi kejahatan seksual terhadap anak? Ini menunjukkan lemahnya perlindungan anak di Indonesia,” ujar Maman Imanul Haq dalam keterangannya dikutip Rabu (26/3/2025).
Kiai Maman—sapaan akrab Maman Imanul Haq—mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan pelaku dihukum seberat-beratnya. “Tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum. Polri harus transparan dan adil dalam proses hukumnya,” tegasnya.
Dia mengungkapkan kekerasan seksual kepada perempuan dan anak di Indonesia masih relatif tinggi. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2024, terdapat 265 laporan kekerasan seksual terhadap anak, namun hanya 53 kasus yang dipantau. “Ini hanya puncak gunung es. Banyak korban takut melapor karena tekanan sosial atau ancaman pelaku,” ujar Kiai Maman.
Terkait korban pemerkosaan di Asrama Polisi Belu, kata Kiai Maman, harus didampingi secara seksama. Dia menekankan pentingnya pendampingan psikologis jangka panjang bagi korban. “Trauma akibat kekerasan seksual tidak mudah disembuhkan. Negara harus hadir memastikan korban mendapat perlindungan dan pemulihan yang layak,” tegasnya.
Legislator PKB dari Dapil Jabar IX ini juga mempertanyakan efektivitas pengawasan di lingkungan asrama Polri. “Jika di asrama polisi saja bisa terjadi kejahatan seperti ini, di mana lagi anak-anak bisa merasa aman?” tandasnya.
Pidana Penjara 12 Tahun
Dalam konteks hukum, pemerkosaan diatur dalam Pasal 473 ayat (1) dan (2) KUHP baru. Pasal ini menyatakan bahwa pelaku perkosaan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Pemerkosaan didefinisikan sebagai tindakan memaksa seseorang bersetubuh dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Selain itu, pemerkosaan juga dianggap terjadi jika pelaku memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain, atau memasukkan bagian tubuh yang bukan alat kelamin maupun benda ke dalam alat kelamin atau anus korban.
Di KUHP lama, tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285. Sementara dalam KUHP baru yang tertuang dalam UU 1/2023 [PDF], persetubuhan dengan anak juga dikategorikan sebagai tindak pidana perkosaan, memperluas cakupan perlindungan terhadap korban.
Dengan adanya regulasi ini, diharapkan proses hukum terhadap para pelaku dapat berjalan secara adil dan memberikan efek jera. Masyarakat pun diimbau untuk lebih waspada dan turut serta dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.