
MAKLUMAT — Di lahan yang dulu hanya menyisakan jejak alat berat dan tumpukan batu kapur, kini tumbuh hijau hamparan tanaman serai wangi. Lahan pascatambang milik PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (anak usaha PT Semen Indonesia/Persero Tbk atau SIG) di Narogong, Kabupaten Bogor, menjelma menjadi kebun serai wangi yang bukan hanya menyelamatkan lingkungan, tapi juga menjadi sumber ekonomi baru bagi warga sekitar.
Sejak 2020, SIG menggandeng peneliti Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Irdika Mansur, untuk mencari tanaman yang cocok di tanah bekas tambang. Pilihannya jatuh pada serai wangi. Tanaman ini dinilai punya daya adaptasi tinggi terhadap berbagai jenis tanah dan mampu mencegah erosi. “Serai wangi bukan cuma mudah tumbuh, tapi juga punya nilai jual tinggi,” ujar Corporate Secretary SIG, Vita Mahreyni dalam keterangan resminya, Selasa (22/4/2025).
Luas kebun serai wangi kini mencapai ±10 hektare. Hasil panennya diproses oleh kelompok perempuan lokal bernama PUSAKA (Perempuan Sadar Berkarya), yang kemudian memproduksi minyak atsiri dengan merek SIJEBI. Di tangan PUSAKA, serai wangi menjelma menjadi hand sanitizer, minyak pijat, minyak telon, sabun, hingga minyak angin—semuanya diproduksi di fasilitas penyulingan dengan kapasitas 1,2 ton bahan baku per batch.
Tak hanya menghasilkan produk siap jual, program ini juga menciptakan ekosistem ekonomi baru. Setidaknya 34 petani dan warga Ring 1 perusahaan terlibat dalam rantai produksi—mulai dari pembibitan, penanaman, panen, hingga pengolahan. Bahkan limbah tanaman digunakan sebagai pakan untuk program penggemukan sapi di kandang komunal.
Dari sekadar inisiatif lingkungan, budidaya serai wangi berubah menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Pada 2024, pendapatan kelompok PUSAKA dari penjualan produk SIJEBI mencapai Rp227 juta, meningkat 17 persen dibanding 2023, dan melonjak hingga 490 persen dibanding baseline tahun 2021 yang hanya Rp38 juta.
Produk SIJEBI
Produk SIJEBI kini menembus pasar nasional lewat berbagai marketplace. Konsumennya berasal dari Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur, hingga Kalimantan. Mereka juga rutin tampil di berbagai pameran—mulai dari bazar UMKM di Sarinah Jakarta, konferensi minyak atsiri di IPB, hingga ajang internasional seperti IFSC di Senayan.
Tak heran jika SIJEBI kerap dijadikan suvenir resmi SIG bagi tamu dan mitra dari luar negeri. Dengan begitu, nama Narogong dan upaya reklamasi SIG turut dikenal di kancah internasional.
“Program ini membuktikan bahwa reklamasi lahan tambang bukan hanya soal penghijauan, tapi bisa membangun rantai nilai ekonomi yang berkelanjutan,” kata Vita Mahreyni.
SIG telah mereklamasi 109,02 hektare lahan pascatambang di Narogong dan menanam lebih dari 120 ribu pohon berbagai jenis, mulai dari jati, trembesi, hingga jabon. Tapi nilai sejatinya bukan semata angka dan luasan, melainkan bagaimana bekas luka industri bisa menjelma jadi ruang hidup baru—bagi alam, dan manusia di sekitarnya.***