
MAKLUMAT – Temuan mengejutkan datang dari Kabupaten Buleleng, Bali, yang menunjukkan belasan siswa SMP belum mampu membaca dengan lancar. Temuan ini menjadi tamparan keras akan buruknya kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya dalam mengatasi keterampilan dasar seperti membaca.
Pakar pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya, Achmad Hidayatullah Ph.D, menanggapi hal ini dengan menyebutnya sebagai tantangan berat bagi sekolah dan guru. Ia berpendapat bahwa dampak dari pandemi COVID-19 dan pembelajaran daring menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam penguasaan keterampilan dasar siswa.
“Selama pandemi, siswa belajar dalam kondisi yang tidak normal. Pembelajaran online menggantikan sistem tatap muka yang sebenarnya belum sepenuhnya siap. Ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dasar seperti membaca dan menghitung,” ujar Dayat, sapaan akrab Hidayatullah, dikutip dari laman UM Surabaya, Selasa (22/4/2025).
Selain faktor pandemi, Dayat juga menyoroti lemahnya sistem pembelajaran di kelas yang tidak mengutamakan pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning). Pembelajaran yang tidak menyenangkan dan tidak menggugah minat siswa, menurutnya, turut menghambat penguasaan kemampuan dasar.
“Ketika siswa tidak menikmati proses belajar mengajar, maka kemampuan dasar mereka, termasuk membaca, menulis, dan berhitung, bisa berkurang. Ini menjadi masalah yang sangat serius,” tambahnya.
Sebagai solusi, Dayat mengemukakan tiga langkah yang bisa diambil pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Pertama, pemerintah perlu melakukan pendataan dan evaluasi secara mendalam untuk mengetahui daerah mana saja yang mengalami kesulitan dalam penguasaan kemampuan membaca dan menghitung.
Kedua, Dayat menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap guru dalam membangun sistem keyakinan atau “beliefs” mereka. Guru perlu diyakinkan bahwa keterlambatan siswa dalam hal membaca dan berhitung masih bisa diperbaiki dengan pendekatan yang tepat. Dengan penguatan keyakinan ini, diharapkan para guru dapat lebih termotivasi untuk mendampingi siswa dalam mengatasi kesulitan mereka.
“Guru yang percaya bahwa siswa bisa mengatasi masalah keterlambatan ini akan lebih bersemangat dalam mendampingi dan membantu mereka,” jelas Dayat.
Ketiga, sekolah dan guru perlu menguatkan keyakinan siswa bahwa mereka mampu mengatasi kesulitan membaca dan berhitung. Dayat mengusulkan agar pembelajaran di kelas lebih menantang dengan pendekatan yang mengutamakan proses belajar, seperti pembelajaran metakognitif.
“Pembelajaran metakognitif ini mengajak siswa untuk mengontrol dan mengevaluasi kemampuan mereka dalam membaca dan berhitung. Dengan pendekatan ini, siswa akan merasa lebih percaya diri dan mampu meningkatkan kemampuan mereka secara bertahap,” tutup Dayat.
Menurut Dayat, metode ini membawa semangat deep learning yang esensial untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan upaya bersama antara pemerintah, sekolah, dan guru, diharapkan masalah kemampuan dasar siswa dapat diatasi, sehingga kualitas pendidikan nasional dapat lebih baik lagi.