
MAKLUMAT — Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis tidak bisa dilepaskan dari dinamika sosial-politik kebangsaan. Meski secara kelembagaan telah menegaskan diri sebagai organisasi non-partai politik, namun warga dan kadernya tetap hidup di tengah masyarakat yang politis. Dalam konteks ini, orientasi politik warga Muhammadiyah bisa dibaca dalam tiga spektrum kepentingan yang berbeda, namun berkelindan.

1. Kelompok Low Interest: Politik sebagai Akses
Kelompok ini melihat politik sebagai sarana untuk mendapatkan posisi dan akses bantuan keuangan. Mereka umumnya tidak aktif dalam advokasi isu-isu besar kebangsaan, tetapi sangat terlibat ketika ada peluang memperoleh jabatan atau fasilitas dari kekuasaan. Meskipun tampak pragmatis, eksistensi kelompok ini tetap punya tempat selama tidak menyimpang dari nilai-nilai integritas dan etika Muhammadiyah. Tantangannya adalah menjaga agar orientasi mereka tidak berubah menjadi sekadar transaksional atau oportunistik.
2. Kelompok Mid Interest: Politik sebagai Perisai
Kelompok ini berpolitik dengan orientasi melindungi dan memastikan keberlangsungan amal usaha Muhammadiyah serta hak-hak warga persyarikatan. Mereka menempatkan politik sebagai alat untuk memperkuat daya tahan organisasi dari ancaman regulatif atau kebijakan negara yang merugikan. Kepentingannya tidak sepenuhnya bersifat personal, tetapi lebih pada menjaga kepentingan kolektif. Kelompok ini cenderung mengambil posisi kritis-konstruktif, mendukung jika sesuai nilai-nilai Muhammadiyah, dan mengkritik jika keluar dari prinsip keadilan.
3. Kelompok High Interest: Politik sebagai Dakwah Kebangsaan
Ini adalah kelompok yang menjadikan politik sebagai bagian integral dari misi dakwah amar makruf nahi mungkar. Mereka memandang keterlibatan dalam urusan kenegaraan bukan hanya hak, tetapi juga tanggung jawab moral. Politik dalam pandangan mereka adalah bagian dari jihad kebangsaan untuk memastikan Indonesia menjadi negeri yang adil, beradab, dan bermartabat. Tantangan bagi kelompok ini adalah bagaimana menjaga agar idealisme tetap hidup di tengah realitas politik yang sering kompromistis.
Menghindari Konflik: Menyatukan Langkah, Merawat Perbedaan
Tiga spektrum ini sering bersinggungan, bahkan bisa saling bertentangan dalam praktiknya. Untuk menghindari konflik internal dan eksternal, Muhammadiyah perlu mengedepankan beberapa prinsip:
1. Etika Politik Tinggi
Semua keterlibatan politik harus berbasis pada etika Islam dan prinsip keadaban publik. Politik bukan sekadar alat mencapai kekuasaan, tetapi sarana menebar maslahat.
2. Kejernihan Organisasi
Kepentingan politik personal jangan diseret masuk ke ranah organisasi. Muhammadiyah harus tetap netral secara kelembagaan, namun terbuka mendampingi warganya dalam berpolitik secara bertanggung jawab.
3. Dialog Inklusif Antar Spektrum
Penting untuk membuka ruang komunikasi antarkelompok kepentingan agar tidak terjadi saling curiga. Perbedaan orientasi harus dipandang sebagai kekayaan, bukan ancaman.
4. Pendidikan Politik Warga
Warga Muhammadiyah perlu dibekali literasi politik yang mencerahkan. Dengan begitu, mereka bisa terlibat aktif dalam politik tanpa kehilangan jati diri keislaman dan kemuhammadiyahannya.
Muhammadiyah adalah taman luas dengan berbagai bunga. Dalam taman ini, politik bukan duri yang memecah, tapi harus menjadi pupuk yang menyuburkan peran umat dalam membangun bangsa.
Bagaimana dengan anda sendiri?
___________________
*) Penulis adalah Ketua PP Pemuda Muhammadiyah di era reformasi, Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) periode 2000-2004, serta pernah menjabat Bupati Bojonegoro periode 2008-2018