Merajut Ukhuwah Islamiyah di Komunitas Majemuk dengan Dakwah Berkemajuan: Prinsip dan Aktualisasi

Merajut Ukhuwah Islamiyah di Komunitas Majemuk dengan Dakwah Berkemajuan: Prinsip dan Aktualisasi

MAKLUMAT — Dakwah merupakan misi suci umat Islam untuk mengajak manusia menuju kebenaran ilahiah. Di tengah masyarakat majemuk seperti Indonesia, dakwah memiliki posisi strategis, sekaligus menghadapi tantangan teologis dan sosial.

Dalam kerangka Islam Berkemajuan seperti yang diusung Muhammadiyah, dakwah dituntut tidak hanya menyentuh aspek ritual, tetapi juga transformatif dan solutif.

Implikasi Yang Tidak Diharapkan dari Dakwah

Walau diniatkan untuk kebaikan, dakwah dapat membawa dampak yang tidak diinginkan, seperti:

  • Ketegangan Sosial: Akibat pendekatan konfrontatif atau tidak sensitif budaya.
  • Konflik Teologis: Berbeda pandangan antar mazhab atau kelompok internal Islam.
  • Radikalisasi: Jika dakwah dibungkus semangat intoleransi atau kekerasan simbolik.

Implikasi dakwah yang tidak diharapkan ini bersumber antara lain bersumber: Kurangnya pendekatan kontekstual dan hikmah, Dakwah yang eksklusif dan menghakimi, Ketidaksiapan da’i dalam memahami realitas sosial dan lintas budaya. Campur tangan kepentingan politik atau ekonomi dalam dakwah.

Ukhuwah Islamiyah

Dalam masyarakat majemuk, dakwah seharusnya menjadi perekat sosial, bukan sumber perpecahan. Karena itu, penting untuk mengimplementasikan dakwah berkemajuan yang menjadikan ukhuwah islamiyah sebagai landasan utama. Ukhuwah ini mencakup empat dimensi penting: ukhuwah imaniyah, ukhuwah insaniyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah khalqiyah.

Pendekatan ini diperkuat dengan nilai dakwah berkemajuan dan dakwah kultural, yakni dakwah yang menyatu dengan realitas dan kearifan lokal masyarakat untuk kemajuan peradaban.

Dakwah Berkemajuan Muhammadiyah

Muhammadiyah memperkenalkan konsep Islam Berkemajuan sebagai dasar dakwah yang mencerahkan, memajukan, dan memanusiakan. Dakwah bukan hanya mengajarkan agama secara tekstual, tapi juga membangun peradaban. Dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, disebutkan: “Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, membimbing umat manusia menuju kehidupan yang sejahtera dan berkemajuan.”

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan: “Islam Berkemajuan adalah Islam yang menyinari akal budi, mengembangkan ilmu, dan membangun keadaban mulia.”

Praktik Inspiratif: Dakwah Muhammadiyah di Bakung Kanor, Bojonegoro

Contoh nyata dari dakwah berkemajuan dan kultural ini bisa dilihat dari perjalanan dakwah Muhammadiyah di kampung Bakung Kanor, Bojonegoro. Dimulai hanya oleh empat pemuda sederhana pada 1970-an—tiga dari mereka bahkan tidak menyelesaikan sekolah dasar—dalam lima dekade, jamaah Muhammadiyah di sana berkembang menjadi lebih dari 1000 orang.

Komunitas ini terbagi menjadi tiga kategori sosial yang hidup berdampingan secara harmonis:

  • Muhammadiyah: Aktif, militan, dan menjadi penggerak utama kegiatan sosial serta ibadah.
  • Kamandollah: Mengidentifikasi diri sebagai Muhammadiyah dan sudah menjalankan salat, namun belum sepenuhnya mengikuti manhaj Muhammadiyah.
  • Mokamadiyah: Menyatu dalam komunitas dan identitas Muhammadiyah secara sosial, tetapi belum menjalankan ibadah secara rutin.

Meski berbeda tingkat pengamalan, ketiganya hidup damai dan berkontribusi dalam gerakan sosial. Muhammadiyah di Bakung menjadi rumah kultural bagi siapa saja yang ingin berbuat kebaikan di desa, tanpa membatasi diri dengan label keagamaan formal.

Contoh paling nyata adalah pembangunan masjid senilai 4 miliar rupiah melalui gotong royong, termasuk sumbangan besar dari seorang janda bernama Yuk Sukarti, seorang pengasak pasir yang bahkan rela menjual tanahnya dengan syarat tetap bisa menempatinya sampai wafat.

Pelajaran (Lesson to Learn):

  1. Dakwah Tidak Harus Menunggu Sempurna. Dakwah dapat dimulai dari keterbatasan, sebagaimana empat pemuda sederhana yang memulai gerakan besar ini.
  2. Dekati Masyarakat Apa Adanya. Kategori ‘mokamadiyah’ dan “kamandollah” menunjukkan bahwa keberhasilan dakwah tidak harus diawali dengan penyeragaman ibadah, melainkan pendekatan sosial yang inklusif.
  3. Mengakar Lewat Budaya dan Gotong Royong. Pendekatan dakwah yang memanfaatkan kekuatan gotong royong, relasi sosial, dan semangat tolong-menolong terbukti efektif dan membumi.
  4. Jadikan Dakwah sebagai Rumah, Bukan Sekat. Muhammadiyah di kampung ini menjadi ruang aman dan inklusif yang mempersatukan masyarakat melalui kerja nyata, bukan sekadar syiar.

Dakwah Kultural sebagai Pilar Dakwah Berkemajuan

Dakwah kultural adalah pendekatan yang menggunakan nilai-nilai dan ekspresi budaya lokal untuk menyampaikan pesan Islam secara lebih membumi dan kontekstual.

Dalam konteks Indonesia yang kaya budaya, pendekatan ini sangat relevan. Prinsip utamanya antara lain:

  • Menerima realitas sosial dan budaya sebagai potensi dakwah, bukan hambatan.
  • Menempatkan dakwah dalam bingkai kesantunan, inklusivitas, dan kebersamaan.
  • Menjadikan dakwah sebagai proses mendampingi, bukan mendominasi.

Penutup

Dakwah berkemajuan bukan hanya tentang penyampaian dogma, tetapi tentang menghadirkan Islam yang memanusiakan, mempersatukan, dan membebaskan.

Praktik Muhammadiyah di Bakung Kanor Bojonegoro adalah bukti bahwa ketika dakwah mengakar pada budaya, menjangkau lewat solidaritas sosial, dan tidak memaksakan formalitas, ia justru tumbuh kuat dan diterima luas.  Inilah wajah dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sekaligus pelajaran berharga bagi gerakan Islam modern di era keberagaman.

*) Penulis: Dr. Suyoto, M.Si. (Kang Yoto)
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah era awal reformasi; Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) 2000-2004; serta Bupati Bojonegoro 2008–2018. ___ Bahan/materi ini disampaikan dalam Pengajian Ahad Pagi dan Halal Bihalal PCM Candi Sidoarjo, pada 27 april 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *