Rakyat Dikorbankan Demi Kenyamanan Aparat: Kritik atas Pembangunan Mes-Kejari dan Asrama Polres Bima Kota

Rakyat Dikorbankan Demi Kenyamanan Aparat: Kritik atas Pembangunan Mes-Kejari dan Asrama Polres Bima Kota

MAKLUMAT — Langkah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah (UM) Bima melakukan audiensi dengan Ketua Komisi III DPRD Kota Bima merupakan tamparan moral bagi para legislator yang selama ini seakan membutakan diri terhadap prioritas kebutuhan rakyat. Isu yang diangkat bukan sembarangan—penolakan terhadap rencana pembangunan mes pegawai Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Asrama Polres Bima Kota. Dua proyek yang pada dasarnya tidak memiliki urgensi, tetapi tetap dimajukan dalam agenda pembangunan daerah.

Audiensi ini membuka ruang diskusi publik yang selama ini tertutup rapat di ruang-ruang kekuasaan. Dalam sistem demokrasi yang sehat, seharusnya tidak perlu ada mahasiswa yang bersuara keras hanya untuk mengingatkan: APBD adalah milik rakyat, bukan untuk menyenangkan institusi vertikal yang memiliki sumber daya sendiri dari APBN.

Kritik BEM UM Bima menunjukkan bahwa ada yang keliru dalam cara kita memahami pembangunan. Pemerintah dan DPRD Kota Bima tampaknya lebih tertarik membangun simbol kuasa daripada menyelesaikan masalah dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan pengangguran. Rakyat diminta bersabar, sementara fasilitas aparat justru dipercepat.

Lebih dari itu, diamnya mayoritas anggota DPRD terhadap usulan ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah fungsi legislatif masih dijalankan sebagai penyeimbang eksekutif, atau telah berubah menjadi stempel legitimasi proyek-proyek politis yang tak berpihak pada rakyat? Ketua Komisi III DPRD semestinya menjadi garda terdepan dalam menyeleksi setiap proyek yang menggunakan anggaran daerah, bukan justru menjadi pihak yang mencari-cari alasan pembenaran.

Baca Lainnya  Bersatu Mengakhiri Epidemi Tuberkulosis

Rencana pembangunan Mes-Kejari dan Asrama Polres tidak hanya mencederai keadilan anggaran, tetapi juga memperlihatkan mentalitas feodalistik dalam birokrasi lokal: tunduk pada kepentingan institusi pusat, sekalipun mengorbankan hak-hak dasar masyarakat setempat.

Apa yang dilakukan oleh BEM Muhammadiyah Bima bukan sekadar “menyampaikan aspirasi.” Ini adalah upaya untuk mengoreksi arah pembangunan yang menyimpang dari nilai keadilan sosial. Gerakan ini perlu didukung dan diluaskan, agar Kota Bima tidak terjebak dalam pusaran pembangunan yang hanya melayani elite, sementara rakyatnya terus bergulat dengan masalah yang sama dari tahun ke tahun.

Pembangunan sejati adalah yang menyentuh kehidupan rakyat, bukan yang memanjakan para penguasa. Dan selama DPRD masih abai terhadap suara publik, maka mahasiswa harus terus mengetuk—atau bahkan mengguncang—pintu kekuasaan yang tertutup.

*) Penulis: Nabil Fajaruddin
Presiden BEM UM Bima

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *