MAKLUMAT – Kesadaran investasi untuk generasi muda semakin meningkat. Namun pemahaman terhadap pasar modal masih perlu ditingkatkan lebih lanjut. Hal inilah yang mendorong Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) meningkatkan kesadaran finansial dan perencanaan jangka panjang.
Dosen D-3 Perbankan dan Keuangan, Fakultas Vokasi, UMM, Venus Kusumawardana menegaskan titik kritis terkait pasar modal bukan mengejar keuntungan instan. Sejauh ini masih banyak masyarakat hanya mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan risiko.
“Banyak investor pemula terjebak pola konsumtif yang terselubung istilah ‘trading harian’ atau ‘saham gorengan’,” katanya dalam sela seminar “Level Up Finansial: Saatnya Melek Pasar Modal” pada Rabu, 7 Mei lalu.
Pola yang terjadi banyak generasi muda membeli saham berdasarkan popularitas atau viralitas. Adanya harga saham murah bisa jadi tidak layak beli jika tidak ada fundamental yang jelas. “Perlu melihat laporan keuangan, dividen, dan memahami sektor industrinya,” Venus menambahkan.
Value Terjun di Pasar Modal
Konsep capital gain dan dividen, serta siklus pasar menjadi penting untuk menghindari kerugian besar. Sebetulnya, lanjut Venus, pasar modal memiliki siklus mingguan, tahunan, bahkan dekade. Siklus ini bisa menyeret investor tersapu fluktuasi akibat tanpa perencanaan dan kesabaran.
Ia juga menyarankan agar mahasiswa mulai berinvestasi dengan jumlah kecil. “Duit Rp100 ribu per bulan bisa dioptimalkan untuk berinvetasi, dengan catatan konsisten dan cermat memilih saham,” tegasnya.
Di dalam seminar ini juga menghadirkan perwakilan Bursa Efek Indonesia kantor Perwakilan Jawa Timur, Hesty Tri Budiharti. Dalam paparannya, ia membahas urgensi literasi keuangan dengan data dan realita di lapangan.
Menurutnya, saat ini jumlah investor di Indonesia telah menembus 16 juta lebih, namun tingkat literasi pasar modal masih di bawah 5 persen.
Dorong Pola Pikir Investasi
Dekan FEB UMM, Prof. Dr. Idah Zuhroh, M.M., juga menyampaikan refleksi penting terkait mentalitas mahasiswa terhadap keuangan. Ia menegaskan bahwa menjadi mahasiswa ekonomi seharusnya juga berarti berpikir ekonomis dan strategis.
“Literasi harus mendahului inklusi. Jangan terjun ke investasi hanya karena ikut tren. Namun perlu memahami risikonya. Kita tidak bisa terus bergantung pada transfer orang tua,” ungkap Idah Zuhroh.
Ia mendorong penghasilan orang tua menjadi modal untuk belajar mengelola keuangan secara bijak. Ida mengingatkan bahwa investasi tidak selalu uang. Investasi bisa tentang pengetahuan, konsistensi, dan keberanian mengambil keputusan berdasarkan informasi yang akurat.