MAKLUMAT — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah mengambil langkah tegas dengan melarang penggunaan alat tangkap ikan jenis cangkul padang dan pukat dorong (dikenal sebagai dedem dalam Bahasa Gayo).
Kebijakan tersebut dianggap sebagai salah satu langkah penting dan strategis dalam mencegah kerusakan ekosistem dan menyelamatkan Danau Lut Tawar.
Wakil Ketua DPRK Aceh Tengah, H Hamdan SH, menegaskan bahwa langkah tersebut diambil lantaran ancaman serius terhadap ekosistem di Danau Lut Tawar. Menurutnya, danau yang membentang seluas 5.462 hektare itu merupakan sumber kehidupan, pusat pariwisata, sekaligus penyangga ekonomi masyarakat Aceh Tengah.
Namun, lanjutnya, aktivitas perikanan yang tidak ramah lingkungan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan habitat di sana, terutama spesies ikan endemik seperti depik (rasbora tawarensis).
“Karena kita mengacu kepada Qanun Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Danau Laut Tawar dan Sumber Daya, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, ada ancaman pidana yang sangat besar jika menggunakan alat tangkap ikan yang dilarang,” kata Hamdan, dalam keterangan yang diterima Maklumat.ID, Kamis (22/5/2025).
Hamdan menjelaskan, langkah tersebut juga merupakan komitmen bersama, bukan hanya untuk kepentingan ekologis, melainkan juga demi masa depan masyarakat Gayo secara menyeluruh.
“Kita hadir hari ini, bahwa Danau Lut Tawar mau kita selamatkan. Poin kita rapat sore ini, mendapatkan komitmen bersama, kita semua harus berani karena bukan untuk pribadi, untuk penyelamatan daerah anugerah yang diberikan Allah Swt,” tandasnya.
Larangan tersebut sekaligus menjadi upaya pelestarian depik, ikan khas Danau Lut Tawar yang kini mulai sulit ditemukan karena eksploitasi berlebih dan penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan dasar danau.
Lebih jauh, Hamdan menggarisbawahi, kebijakan pelarangan cangkul padang dan dedem itu bukanlah kebijakan sepihak, melainkan hasil kajian dan dialog panjang dengan berbagai elemen masyarakat yang peduli akan keberlanjutan ekosistem danau.
Langkah proaktif tersebut diharapkan mampu memicu gerakan kolektif, melibatkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan seluruh pemangku kepentingan. Sebab, kata Hamdan, menjaga Danau Lut Tawar bukan hanya menyelamatkan alam, tapi juga menjaga identitas, sejarah, dan warisan masyarakat Gayo untuk generasi yang akan datang.