MAKLUMAT – Langkah tegas Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, dalam menindak praktik parkir liar memantik berbagai reaksi publik. Dilansir dari akun Instagram @satpolppsurabaya pada Selasa (10/6/2025), Eri melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah toko modern di wilayah Surabaya Pusat dan Surabaya Timur.
Dalam sidak yang melibatkan petugas gabungan tersebut, dua toko di kawasan Jalan Dr. Dharmahusada disegel karena belum menyediakan juru parkir (jukir) resmi dan masih ditemukan jukir liar di area mereka. Aksi penyegelan ini diklaim sebagai bentuk ketegasan Pemerintah Kota Surabaya dalam menertibkan praktik jukir liar yang kerap meresahkan warga.
Namun di balik tindakan tersebut, respons warganet yang memenuhi kolom komentar akun Instagram @satpolppsurabaya menunjukkan bahwa kebijakan itu tidak diterima begitu saja oleh semua pihak. Salah satu pengguna Instagram, @mm_rizvan, mengkritik pendekatan yang diambil Wali Kota Eri. Ia menilai bahwa yang seharusnya diberantas adalah pelaku jukir liar itu sendiri, bukan pemilik toko yang telah tertib membayar pajak.
Ia mempertanyakan logika di balik penyegelan toko, mengingat pemilik usaha harus tetap beroperasi demi menggaji karyawan. Menurutnya, Pemkot Surabaya seharusnya bisa mengerahkan aparat untuk secara rutin memantau dan menindak jukir liar, bukan malah menyegel tempat usaha yang secara administratif telah menjalankan kewajiban mereka.
“Namanya aja jukir liar, yang diusut dan diberantas ya mereka yang bertindak liar Pak Waliii. Yang punya toko kan udah tertib bayar pajak dan tokonya harus buka terus biar gaji karyawannya lancar, kok malah disuruh tutup. Bapak kan punya aparat yang bisa keliling untuk ngecek apa keberadaan jukir liarnya masih beroperasi lalu kasih hukuman tegas biar ada efek jera, bukan perintah tutup toko yang bisa merugikan banyak pihak, Pak,” tulisnya.
Nada sindiran juga datang dari akun @pondytjh yang menulis, “Coro jowone, Nabok nyilih tangan.” Ungkapan dalam Bahasa Jawa tersebut secara halus menyindir kebijakan Eri yang dinilai menghukum pihak lain (toko) untuk kesalahan yang dilakukan oleh orang lain (jukir liar).
Pandangan serupa disampaikan oleh akun @wdp67. Ia menduga bahwa sebenarnya pihak toko modern justru ingin memberikan fasilitas parkir gratis kepada pengunjungnya. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada oknum yang masuk dan ‘menguasai’ area parkir secara sepihak.
Ia berpendapat bahwa para oknum jukir liar inilah yang semestinya dikejar dan ditindak, bukan pemilik toko modern yang bisa jadi malah menjadi korban tekanan mereka. Kritik lain datang dari akun @dcstudiosulam yang mempertanyakan beban tambahan yang ditanggung pengusaha toko.
“Bukannya kalau kayak gini jadi beban ke pengusahanya ya? Ngegaji jukir lagi padahal kan udah bayar parkir ke Pemkot? Harusnya Pemkot yang kasih perlindungan konsumen a.k.a pengusahanya dong, kan udah bayar pajak juga,” tulisnya.
Sementara itu, akun @adm_wasis menyoroti potensi efek domino dari kebijakan ini. Ia khawatir jika pengusaha toko merasa tidak lagi mendapatkan keuntungan karena harus menanggung biaya tambahan untuk membayar jukir, maka bukan tidak mungkin mereka akan memilih menutup usahanya.
“Ini bukan solusi. Dengan cara begini datang masalah baru, yaitu: pengusaha toko modern bakal nggak jadi usaha toko, karena tidak untung dengan pengeluaran buat bayar karyawan lagi (jukir). Dan buat konsumen (pembeli), apa bedanya jukir liar dan jukir resmi (Indomaret)? Kecuali jukir-jukir tempat-tempat umum yang ngawur tarik tarif, itu yang perlu diberantas,” ucapnya.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Kota Surabaya terkait beragam respons tersebut. Namun masyarakat berharap agar segala kebijakan mampu menyelesaikan akar masalah dengan adil bagi semua pihak.(*)