MAKLUMAT — Guru merupakan investasi strategis untuk pembangunan masa depan bangsa. Guna menunjang visi Indonesia Emas 2045, kualitas guru menjadi krusial dan utama dalam mencetak generasi unggul yang memiliki kompetensi global dan karakter kuat. Sehingga, peningkatan mutu guru perlu mencakup aspek kompetensi, kesejahteraan, juga tata kelola profesinya.
Maka, peningkatan kualitas guru juga bukan sekedar pelatihan atau sertifikasi. Diperlukan dukungan struktural dan politik yang berkelanjutan agar reformasi pendidikan dan peningkatan tata kelola guru dapat berjalan konsisten. Tidak bergantung pada figur menteri atau kepala daerah.
Penyetaraan Standar Kompetensi Guru

Kondisi guru di Indonesia dengan otonomi daerahnya menghadapi tantangan besar dalam hal penyetaraan kompetensi. Beberapa realitas, perhatian besar lebih tertuju pada penyetaraan administratif. Misalnya pemenuhan jam mengajar, keharusan pemberian tugas, ujian atau kegiatan evaluasi, dan penyusunan laporan periodik.
Padahal, kualitas pengajaran tidak selalu dari seberapa banyak pemberian ujian atau tugas, melainkan oleh pendekatan dan interaksi pedagogis yang membangun karakter serta kompetensi siswa. Seperti di Kanada, evaluasi yang guru lakukan bukan dengan pendekatan ancaman maupun hukuman, tetapi dengan sifat kolaboratif.
Pendekatan kolaboratif adalah hubungan antara guru dan murid yang tidak lagi vertikal dan otoritatif, tetapi partisipatif dan memberdayakan. Guru bukan sekadar penguji, tetapi fasilitator pertumbuhan. Ini membutuhkan transformasi mindset yang hanya bisa terjadi bila ada penyetaraan kualitas dan kesempatan pengembangan profesional di semua lini.
Sisi lainnya, yang membutuhkan standarisasi adalah desain kurikulum yang lebih adaptif dan terpusat, tetapi tetap membuka ruang fleksibilitas dalam metode pembelajaran. Guru harus mendapatkan ruang untuk merancang pendekatan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa di daerahnya masing-masing. Meskipun, fleksibilitas itu perlu ditopang dengan standar kualitas yang setara dan terpantau secara nasional. Disitulah peningkatan fungsi pengawas sekolah juga perlu dimasifkan.
Kompetensi guru pada era transformasi digital sekarang, membutuhkan lebih masif ruang pelatihan dan pendidikan untuk guru. Muatannya berbasis pelatihan pedagogi, literasi digital, pendekatan diferensiasi, hingga pembelajaran berbasis projek.
Tantangan Struktural Guru
Dalam praktiknya, guru tidak saja menjalankan fungsi pengajaran, tetapi juga administratif dan sosial. Banyak guru yang merangkap menjadi wakil kepala sekolah, koordinator kegiatan, bahkan pelaksana teknis berbagai urusan sekolah yang sebenarnya bisa oleh tenaga pendukung. Sedangkan setelah ruang sekolah, guru juga memiliki peran sebagai anggota keluarga dan masyarakat yang tidak bisa terhindarkan.
Belum lagi faktor motivasi ekonomi. Tidak sedikit guru yang mencari penghasilan tambahan di luar jam sekolah karena insentif yang belum memadai, terutama bagi guru honorer. Ini memengaruhi fokus dan stamina mereka dalam mengajar. Karena itu, perlu langkah jangka panjang terkait dengan reformasi struktural dalam penugasan dan manajemen waktu guru agar fungsi inti sebagai pendidik tetap optimal.
Sementara ini, informasi peningkatan tata kelola guru oleh Wakil Mendikdasmen, Abdul Latif Latipulhayat dari berbagai pemberitaan media masa. Ia menyebutkan bahwa terdapat tiga alternatif perubahan pengelolaan guru yang dapat bisa menjadi pertimbangan. Pertama, pengadaan rekrutmen dan penempatan guru ASN dilakukan secara terpusat. Kedua, seluruh pengelolaan guru dilakukan oleh pemerintah pusat. Ketiga, perubahan pengelolaan dari sisi perencanaan, distribusi, rekrutmen, dan penempatan guru ASN secara nasional.
Lebih lanjut, beliau juga menekankan pentingnya pemisahan antara pengaturan sertifikasi guru dengan pengaturan penghasilan guru. Sertifikasi semestinya fokus pada peningkatan kompetensi profesional, sedangkan penghasilan memerlukan skema kesejahteraan yang layak.
Ungkapan tersebut belum spesifik menjadi sebuah kebijakan atau standar yang menyeluruh bagi peningkatan tata kelola guru.
Dukungan Politik untuk Profesionalitas Guru
Inkonsistensi kebijakan dengan mekanisme politik yang kian berubah menjadi satu tantangan terbesar dalam reformasi pendidikan. Setiap terdapat pergantian menteri, terbit juga kebijakan baru yang seringkali bertolak belakang dengan program sebelumnya. Hal ini diangkat oleh Mbak Rosi dalam kanal kompasTV, menanyakan kepada Mendikdasmen Abdul Mu’ti soal keberlanjutan kebijakan pendidikan.
Mu’ti menanggapi dengan dasar kaidah fikih yang menjadi prinsipnya. “Yang lama yang baik dan relevan kita pertahankan, kemudian yang lama yang perlu disempurnakan, kita sempurnakan. Yang belum ada kita coba lakukan sesuatu yang baru”.
Kunci keberhasilan pendidikan tidak bisa bergantung pada figur, melainkan pada sistem dan komitmen politik jangka panjang. Dengan kepemimpinannya saat ini, Muti tidak akan mengganti kebijakan secara menyeluruh dan radikal. “sesuai prinsip saya tadi, kita bukan change, tetapi shifting.”
Di tingkat daerah, dukungan politik dapat kita perkuat melalui proses seleksi calon kepala daerah yang lebih berkualitas. Pendidikan seharusnya menjadi bagian penting dari misi calon kepala daerah, bahkan menjadi topik debat terbuka dalam setiap kontestasi politik. Misalnya juga terdapat standar isi dan seleksi visi misi calon kepala daerah yang tertuang dalam UU Pemilihan Umum. Hal ini akan mendorong konsistensi dan keberpihakan anggaran daerah terhadap sektor pendidikan, termasuk untuk penguatan tata kelola guru.
Profesionalitas guru hanya dapat tumbuh jika sistem politik dan kebijakan memberikan ruang dan stabilitas. Tanpa dukungan politik yang kokoh dan lintas periode, reformasi tata kelola guru akan selalu berjalan setengah hati. Maka, membangun konsensus politik terhadap pentingnya guru adalah langkah strategis untuk menjamin masa depan pendidikan Indonesia. (*)
___________
* Artikel ini sudah pernah dipublikasikan di Rahma.id dengan judul “Dukungan Struktural dan Politik dalam Meningkatkan Tata Kelola Guru” dan telah mendapatkan izin untuk dimuat ulang di Maklumat.ID