Kesalahan Perhitungan dalam Perang Israel – Iran, Mengancam Masa Depan Amerika dan Eropa

Kesalahan Perhitungan dalam Perang Israel – Iran, Mengancam Masa Depan Amerika dan Eropa

Artikel ditulis oleh salah seorang dosen Ahlul Bayt International University, Teheran dan diterjemahkan oleh Redi Irawan

Serangan Agresif Terhadap Fasilitas Nuklir dan Potensi Bencana Lingkungan Baru

Tidak lama setelah peringatan keras dari Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi, mengenai bahaya serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, khususnya reaktor di Bushehr. Setiap jenis radiasi nuklir dapat mencemari air minum yang diperoleh dari instalasi desalinasi di Teluk Persia, selain dampak pada lingkungan sekitar. Misalkan, kejadian ini terjadi di Fordow yang terletak di pusat Iran, apakah efek lanjutan dari ledakan atau pencemaran nuklir di Jepang dan Chernobyl tidak cukup signifikan bagi Amerika dan Eropa?

Meskipun dengan semua propaganda sinematik dan politik, Amerika masih belum bisa mengubah citranya dari seorang penjahat perang besar menjadi narasi yang berbeda seperti pengambil keputusan untuk menyelesaikan tugas berat  dan tindakan tersebut diperlukan demi mengakhiri Perang Dunia Kedua.

Menariknya, Eropa nampaknya juga telah memahami bahaya ini sedemikian rupa sehingga Kanselir Jerman mulai mendefinisikan ulang narasi ini dan mengatakan bahwa serangan ini adalah tindakan kotor yang seharusnya dimulai, dan Israel sedang melakukannya untuk kita semua. Perhatikan istilah “tindakan kotor”.

Tampaknya Kanselir Jerman menyadari bahwa setelah perang ini, orang-orang masa kini dan mendatang akan memberikan penilaian tentang hal tersebut. Mengapa? Karena penghancuran nuklir Iran tidak hanya akan menghancurkan negeri  itu tetapi juga lingkungan dan ekosistem tetangga Iran, kawasan Timur Tengah, dan struktur migrasi global serta reputasi negara-negara maju.

Penghinaan terhadap Hegemoni Timur

Seberapa pun kita menganggap Rusia dan China sebagai mitra pelanggar perjanjian, ketika menyangkut hegemoni Timur dan Barat, kedua kekuatan ini tidak akan diam demi kepentingan pribadi mereka. Hari ini, Tuan Putin menjawab seorang jurnalis Turki dengan menyatakan bahwa kami masih memiliki banyak ahli di reaktor Bushehr dan dengan cara tertentu mengisyaratkan bahwa hegemoni Timur tidak dapat dihancurkan.

Kedatangan dua atau tiga pesawat kargo dari China ke timur Iran juga menyimpan banyak poin penting bagi para ahli analisis. Barat tidak dapat membangun zona eksklusif minyak untuk dirinya sendiri di selatan Rusia dan dekat dengan China. Oleh karena itu, setiap perubahan yang menghina hegemoni Timur akan memicu reaksi dari kedua negara ini.

(Masa depan akan menentukan respons seperti apa yang mungkin terjadi. Terutama untuk Rusia, yang narasinya dalam serangan preemptive terhadap Ukraina tidak diterima, tetapi sekarang alasan yang sama diterima untuk Israel)

Baca Juga  Pemimpin Hamas Tewas, Erdogan Harap Sikap Tegas Dunia Islam Hentikan Agresi Israel

Ancaman Pembunuhan terhadap Ayatollah Khamenei

Salah satu gagasan yang paling konyol dari lobi Zionis di Amerika adalah menjebak Trump dengan mereduksi Ayatollah Khamenei dari seorang pemimpin religius menjadi sekadar pemimpin politik sebuah negara dalam perspektif Amerika.

Kesalahan besar mengancam untuk membunuh Ayatollah Khamenei adalah awal dari domino yang dampaknya akan bertahan selama beberapa dekade. Seharusnya tim penasihat Trump menjelaskan kepada dia tentang konsep “Marja’iyyah Syiah” dan sifat transnasional dari keyakinan ini.

Di India saja, memiliki sekitar 80 juta Syiah. Syiah di Pakistan, bahkan kadang-kadang jauh lebih serius menunjukkan cinta dan perhatian kepada Ayatollah Khamenei dibandingkan dengan orang-orang Iran sendiri. Syiah di negara-negara Teluk dengan kekayaan yang mereka miliki, dan Syiah yang berbasis suku dan komunitas-komunitas di Irak, bahkan Syiah yang tinggal di Turki yang secara geografis dekat dengan Eropa, dan seterusnya.

Apakah para politisi menyukainya atau tidak, statistik menunjukkan bahwa di antara populasi ratusan juta Syiah, dengan sedikit perbedaan setelah Ayatollah Sistani sebagai marja’ religius Najaf, Ayatollah Khamenei memiliki pengikut terbanyak.

Nah, apa arti pernyataan ini? Jawabannya adalah: Ingat satu setengah tahun yang lalu, setelah lebih dari tiga dekade wafatnya Ayatollah Khomeini, bagaimana seorang Muslim (dan tidak harus Syiah) bereaksi terhadap fatwa syar’i Ayatollah Khomeini tentang kewajiban membunuh Salman Rushdie.

Jika kita menganggap bahwa pembunuhan Ayatollah Khamenei mungkin dan bahkan mudah bagi Israel dan Amerika, pendekatan ini adalah suatu kebodohan yang akan menciptakan gerakan balas dendam secara global dan tak terbendung selama beberapa dekade, dan tidak ada negara atau pemimpin di Eropa dan Amerika yang akan aman dari ancaman ini selama beberapa dekade. Ayatollah Khamenei adalah seorang pemimpin religius-spiritual, bukan hanya seorang tokoh politik seperti Osama bin Laden.

Mengabaikan Budaya Kohesi Nasional Iran di Tengah Krisis

Pelajari sejarah Iran dari invasi Aleksander, penaklukan Arab, serangan Mongol, penaklukan dalam Perang Dunia dan hingga perang delapan tahun melawan Saddam. Dalam semua kasus ini, rakyat Iran dari berbagai suku, mazhab, agama, dan keyakinan berdiri melawan pemecahan, meskipun ada banyak perbedaan.

Kabinet Netanyahu yang mendefinisikan rencana Israel yang besar berdasarkan pemecahan Iran, telah melupakan bahwa orang-orang Iran menemukan budaya kohesi yang luar biasa di saat-saat sulit.

Baca Juga  Israel Gasak Stasiun TV Nasional Iran, Siaran Langsung Sempat Dihentikan Sesaat

Budaya yang dapat memfasilitasi perang dan membuat rezim Zionis begitu lemah, sehingga jika seandainya dalam perang ini mereka mencapai keberhasilan, tetap saja dari dalam akan menjadi begitu rapuh sehingga prediksi kepemimpinan Iran tentang hal itu akan terwujud dan Israel tidak akan memiliki eksistensi dalam kurang dari dua dekade mendatang.

Luas Geografis wilayah Iran

Perbandingan luas wilayah rezim Zionis dengan Iran menciptakan potensi perang yang sangat melelahkan bagi Israel bahkan dalam aspek perang rudal dan drone. Kepadatan sasaran dan targer-target untuk Iran dengan penyebaran sasaran di Iran dapat menyebabkan angkatan udara dan pertahanan rezim Zionis mengalami kekalahan logistik dan psikologis; bahkan jika peralatan pertahanan rezim ini terus disuplai oleh Amerika dan Eropa.

Hipotesis Berbahaya Tentang Kekalahan Iran dan Munculnya Empat Front Islam Baru

Mari kita anggap Iran mengalami kekalahan. Apakah ini akhir dari segalanya? Tidak; ancaman terbuka terhadap kekuasaan Iran hanya membuat rezim Zionis terlibat di satu front (dan menurut klaim mereka, sejauh ini dengan perwakilan Iran), tetapi jika pemerintahan Iran runtuh, apa yang akan terjadi di kawasan ideologis Asia Barat Daya?Jawaban untuk rezim Zionis dan para pembela Amerika serta Eropa mereka sangat menakutkan.

Dengan asumsi kegagalan berbahaya Iran, setidaknya empat front Islam baru akan terbentuk melawan mereka:

  • Turki dengan klaim membangun kembali Kekaisaran Ottoman;
  • Pakistan yang padat penduduk dan bersenjata nuklir;
  • Arab Saudi yang kaya, meskipun saat ini berkomitmen kepada Trump, tetapi sikapnya dapat berubah dengan bergantinya setiap Khadim al-Haramain; serta
  • Pemerintahan jihad Salafi dari Afghanistan hingga Afrika, dengan taktik perang gerilya. Gabungan Front ini dapt menimbulkan teror yang terus-menerus dan front yang terpecah-pecah dengan kekuatan militer dan populasim demografis yang berbeda.

Hipotesis Berbahaya Kekalahan Iran dan Awal Gelombang Migrasi Tanpa Kendali dari Tetangga Iran ke Eropa

Tidak perlu dijelaskan bahwa gelombang populasi pengungsi Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir di Iran, dan selama tahun-tahun perang Syiah di Irak, merupakan penghalang bagi mereka untuk menyerbu Eropa dan Amerika. Sekarang bayangkan jika penghalang ini dihilangkan dan para migran Iran juga ditambahkan.

Amerika di bawah Trump telah menerapkan kebijakan yang ketat. Namun, apakah Eropa siap menghadapi gelombang populasi ini?

Teheran yang Kompleks

Para penggagas, pengamat, dan pembela perang, yaitu rezim Zionis, Amerika, dan beberapa negara Eropa, bahkan jika Iran hanya Teheran, dan telah diberikan peringatan untuk evakuasi, harus menyadari dan pasti mereka tahu bahwa setiap kejadian di sebuah kota dengan populasi lebih dari lima juta, yang lebih banyak daripada populasi rezim Zionis, akan menjadi sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan. Sebuah kesalahan perhitungan yang dapat membuat Amerika selamanya dianggap sebagai agresor global negara yang suka berperang dan melihat China di luar setiap konflik, serta mengalihkan tumpuan ekonomi dunia ke arah China. Netanyahu, si anak nakal di Timur Tengah, dapat mengubah persamaan kekuatan ekonomi masa depan dunia dalam perang dingin antara Amerika dan China.

Baca Juga  Mewujudkan Keluarga Tangguh: Membendung KDRT

Rekam Jejak Kegagalan Militer Amerika

Amerika telah mengalami kegagalan di Vietnam, Korea, Afghanistan, dan Irak setelah puluhan tahun kehadiran langsung. Ini adalah sifat perang dengan negara-negara yang tidak menerima budaya demokrasi Barat.

Perang dengan Teheran akan menjadi akhir dari hegemoni global, menjadi pengalaman terakhir bagi Amerika sebagai ekonomi terbesar di dunia, dan setelah perang yang tidak berhasil ini, ekonomi global akan dengan mudah diserahkan kepada China.

Mimpi Penghargaan Nobel Perdamaian untuk Trump

Trump telah beberapa kali mengejek Biden, Obama, dan Bush karena memulai (pencipta) perang-perang Gagal. Dia menganggap dirinya sebagai Presiden Perdamaian dan mengatakan bahwa Biden menyerahkan dunia kepadanya dengan dua perang di Gaza dan Ukraina; perang yang dia klaim tidak akan pernah terjadi jika dia menjadi Presiden.

Sekarang kedua perang tersebut sedang berlangsung. Belum ada sandera Hamas yang dibebaskan dan perang Rusia-Ukraina masih berlanjut.

Sekarang, jika Trump tidak dapat mencegah kelanjutan serangan rezim Zionis terhadap Iran; tidak ada yang akan menganggap Trump sebagai Presiden Perdamaian dalam sejarah, dan dia harus menganggap mimpinya untuk bersaing dengan Obama dalam meraih penghargaan Nobel Perdamaian sebagai sesuatu yang tidak akan pernah terwujud.

*) Penulis: Salah seorang dosen Ahlul Bayt International University, Teheran
Diterjemahkan oleh Redi Irawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *