MAKLUMAT — Di era teknologi yang kian melaju pesat, gadget telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bahkan bagi anak-anak usia dini hingga menyebabkan kecanduan. Di balik kenyamanan dan akses informasi yang tak terbatas, tersembunyi ancaman serius bagi tumbuh kembang psikologis anak jika tidak disertai pendampingan orang tua yang memadai.
“Karena itu, ketika anak diberi akses penuh terhadap gadget tanpa pengawasan, mereka berisiko tinggi menggunakannya secara berlebihan. Aplikasi-aplikasi dengan tampilan visual menarik, animasi interaktif, serta permainan menantang mampu merangsang hormon dopamin yang menimbulkan rasa senang dan adiktif,” ujar Guru Besar Bidang Ilmu Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof Dr Suciati SSos MSi, dilansir laman resmi UMY pada Jumat (27/6/2025).
Anak-anak, menurut Suciati, belum memiliki kontrol diri yang utuh. Dalam fase tumbuh kembang, logika berpikir dan kemampuan menahan dorongan kesenangan belum terbentuk sempurna. Mereka lebih mudah terpapar konten hiburan dan permainan digital tanpa menyadari konsekuensinya.

“Jika sudah sampai pada tahap kecanduan, seorang anak bisa kehilangan kendali terhadap waktu. Aktivitas belajar diabaikan, tanggung jawab di rumah ditinggalkan, dan pemikiran tentang masa depan menjadi terabaikan,” tambahnya.
Gejala awal kecanduan gadget biasanya ditandai dengan gelisah saat tidak memegang ponsel, penurunan minat terhadap aktivitas fisik, dan keengganan berinteraksi sosial. Dalam jangka panjang, hal ini akan berdampak pada menurunnya konsentrasi, terganggunya waktu tidur, dan melemahnya motivasi belajar.
Suciati menegaskan, kecanduan gadget tidak bisa diatasi dengan sekadar membatasi waktu penggunaan. Perlu adanya pendekatan holistik yang melibatkan pola komunikasi terbuka, konsistensi dalam pengasuhan, serta pemberian teladan dari orang tua.
“Orang tua harus menjadi teladan nyata dalam penggunaan gadget secara bijak. Akan menjadi kontradiktif jika anak dilarang bermain gadget, sementara orang tuanya sendiri justru terus sibuk dengan ponsel, terangnya.
“Keteladanan adalah strategi paling efektif untuk menanamkan kesadaran dan disiplin pada anak dalam menggunakan teknologi,” tandas Suciati.
Ia juga menyebut bahwa setiap keluarga memiliki dinamika yang berbeda. Karena itu, strategi parenting harus disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan anak. Pengawasan ketat tidak selalu efektif jika tidak dibarengi dengan pendekatan yang memahami kondisi psikologis anak.
Lebih lanjut, Suciati juga menyarankan pemanfaatan gadget untuk tujuan edukatif. Game ataupun aplikasi-aplikasi mobile berbasis pendidikan dan aplikasi yang mendorong kreativitas dapat menjadi sarana positif, bila digunakan dalam batas wajar dan dalam pengawasan.
“Dengan kombinasi antara pengawasan, komunikasi yang efektif, dan keteladanan yang positif, penggunaan gadget tidak lagi menjadi ancaman. Sebaliknya, ia dapat menjadi peluang untuk mendukung tumbuh kembang anak secara optimal di era digital ini,” pungkas Suciati.