MOMENTUM Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah kian dekat, kini tahapannya sudah berjalan memasuki evaluasi Daftar Caleg Sementara (DCS) dan selanjutnya akan segera masuk tahap perancangan Daftar Calon Tetap (DCT). Muhammadiyah pun tak luput memerhatikan pesta demokrasi lima tahunan itu.
”Dulu ikhtiar kita (Muhammadiyah) ada gerakan Jipolmu (Jihad Politik Muhammadiyah), sekarang ada gerakan Caleg KaderMu, dengan misi satu dapil (daerah pemilihan) satu Caleg KaderMu,” ungkap Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya, M. Arif An kepada Maklumat.id, Selasa (12/9/2023).
Menurut Arif An, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh para pimpinan ataupun pengurus struktural Muhammadiyah ketika berusaha untuk memasifkan gerakan politik, terkhusus dalam mengambil kebijakan terhadap misi satu dapil satu Caleg KaderMu.
Dia menjelaskan, sikap ‘rumongso iso dan iso rumongso’ (merasa bisa dan bisa merasa) harus dikedepankan dalam memberikan pemahaman dan membangun kesepahaman terhadap misi tersebut.
“Agak susah kadang memberikan pemahaman ke kader politik atau Caleg KaderMu tentang misi, sikap dan kebijakan politik persyarikatan. Sikap rumongso iso dan iso rumongso harus dikedepankan,” katanya.
Atau, lanjut Arif An, menghitung kekuatan dan menghitung diri. “Serta tentunya kekuatan finansial dan jaringan harus menjadi bahan renungan ketika maju atau mencalonkan diri,” sambungnya.
Lebih lanjut, Arif An beranggapan, suara warga Muhammadiyah tidaklah terlampau besar —kalau tidak mau disebut kecil—, sehingga jangan sampai suara tersebut mubazir atau sia-sia dan tidak menjadi kursi hanya karena ambisi buta, kelalaian, dan tidak adanya kalkulasi yang matang.
“Kalau memang di dapil itu ada kursi dan Caleg KaderMu sudah ada yang bekerja keras, baik keuangan dan jaringan, sudah bergerak kemana-mana, maka kader yang lain harus mengalah. Supaya kursi itu benar-benar bisa diperoleh. Kalau tetap ‘ngeyel’ bisa jadi malah gak ada yang lolos,” tegasnya.
Arif An mengutip petuah Jawa yang dipopulerkan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), ‘ojo rumongso biso, nanging biso rumongso’, yang berarti ‘jangan merasa bisa, tetapi bisa merasa’. Menurut dia, itu adalah sebuah teguran agar jauh dan terhindarkan dari kesombongan dan kebohongan.
“Melakukan segala sesuatu hanya mengandalkan ego secara berlebihan, tanpa mengerjakannya dengan hati dan perasaan, terutama kejujuran, dapat membuahkan hasil yang tidak maksimal, bahkan secara tidak langsung dapat merugikan orang lain,” kata Arif An.
“Perlu diingat bahwa kebesaran nama kita karena jabatan di Muhammadiyah tidak sebanding lurus dengan keterpilihan orang. Caleg ini dipilih oleh orang tidak sekolah sampai profesor, orang yang pengangguran sampai pejabat. Sementara proses belajar kita di persyarikatan dalam pemilihan baik Muktamar, Musywil, Musyda, Musycab Dan Musyran adalah pemilih kader Muhammadiyah sendiri. Apalagi diaspora kader kita tidak pernah zig-zag hanya di Pemuda Muhammadiyah saja misalkan tidak pernah di KNPI atau Lembaga profesi lainnya. Frekuensi pergaulannya tidak luas, bahasa kerennya kader ngopinya kurang adoh dan ngopinya kurang kentel,” imbuhnya.
Arif An berpendapat, kalau semangatnya adalah satu dapil satu Caleg KaderMu, kemudian diiringi dengan hatinya Caleg untuk biso rumongso, maka satu dapil satu Caleg KaderMu ini akan terwujud dan nantinya akan banyak kader yang terpilih. Karena satu dapil satu kader memberikan pilihan ke satu Caleg dengan tidak melihat partainya apa, yang penting kadar kekaderannya terlihat dan rekam jejaknya jelas.
Sebaliknya, menurut dia, misi tersebut tidak akan mungkin dan tidak akan pernah tercapai jika egosentris para Caleg KaderMu masih tinggi dan tidak bisa ‘rumongso’.
“Tidak mungkin kita berharap satu dapil satu Caleg KaderMu ini terwujud bila ego para CalegMu masih tetap rumongso iso, bukan yang iso rumongso,” pungkas Arif An. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto