MAKLUMAT — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengingatkan pentingnya memahami postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 secara utuh dan komprehensif.
Menurut dia, selama ini masih banyak pihak yang menilai kondisi anggaran negara secara sepotong, tanpa melihat kaitan antarfaktor utama yang membentuk keseluruhan struktur fiskal.
“Outlook APBN 2025 tidak bisa dilihat secara sepotong-sepotong karena terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi posturnya,” ujar Said, dikutip dari PDI Perjuangan Jatim pada Ahad (6/7/2025).
“Di antaranya ketidakpastian global dan gangguan rantai pasok internasional. Kemudian kenaikan PPN yang awalnya direncanakan naik ke 12% tetapi tidak jadi—hanya PPnBM yang naik, serta akumulasi dampaknya menyebabkan penurunan penerimaan negara,” sambungnya.
Tiga Faktor Kunci dalam APBN 2025
Said menjelaskan, ketiga faktor tersebut merupakan titik krusial dalam membaca arah fiskal tahun 2025:
- Ketidakpastian global dan gangguan rantai pasok internasional yang belum sepenuhnya pulih, masih menekan stabilitas ekonomi nasional.
- Batalnya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke 12%, yang hanya digantikan oleh kenaikan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) di sektor tertentu.
- Penurunan penerimaan negara akibat gabungan dari kedua faktor di atas, padahal kebutuhan belanja negara tetap tinggi.
Menurut Said, penurunan potensi pendapatan negara tidak serta-merta membuat belanja berkurang. Justru pemerintah tetap harus melaksanakan program-program strategis, termasuk program Astacita sebagai bagian dari janji presiden.
“Di saat bersamaan, program Astacita tetap harus diwujudkan sebagai bagian dari janji presiden. Hal ini menyebabkan defisit APBN meningkat dari 2,53% menjadi 2,78% atau sekitar Rp662 triliun. Pemerintah juga minta persetujuan penggunaan SAL (saldo lebih anggaran) sebesar Rp86 triliun,” terangnya.
Defisit Meningkat, Penggunaan SAL Diusulkan
Kenaikan defisit yang mencapai Rp662 triliun menjadi konsekuensi dari keputusan fiskal yang ditempuh dan kebutuhan pembangunan nasional yang tidak bisa ditunda. Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan penggunaan SAL sebesar Rp86 triliun untuk menutup sebagian defisit dan memastikan kelangsungan program prioritas.
Said yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan menekankan bahwa semua langkah tersebut merupakan bagian dari proses konstitusional yang melibatkan kerja sama antara eksekutif dan legislatif.
“Semua ini merupakan bagian dari kerangka besar yang memerlukan persetujuan Badan Anggaran DPR, agar cita-cita bersama antara pemerintah dan DPR bisa tercapai,” pungkas pria yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan itu.