Kemaslahatan di Balik Pro-kontra Sound Horeg

Kemaslahatan di Balik Pro-kontra Sound Horeg

MAKLUMAT — Belakangan ini publik diramaikan dengan perbincangan hangat mengenai fenomena sound horeg, sebuah istilah yang merujuk pada penggunaan sistem suara (sound system) berdaya tinggi yang kerap digunakan dalam acara hiburan rakyat di berbagai daerah.

Fenomena ini tidak sekadar memunculkan kegaduhan, tetapi telah memicu keresahan sosial yang nyata di tengah masyarakat.

Beberapa warga menyampaikan keluhan serius, mulai dari kebisingan yang mengganggu istirahat hingga dampak fisik terhadap bangunan tempat tinggal, seperti genteng yang rontok akibat getaran suara.

Oleh karena itu, tidak sedikit tokoh masyarakat maupun lembaga keagamaan yang mulai membahas persoalan ini dari berbagai sudut pandang, bahkan sebagian telah mengeluarkan fatwa keagamaan yang menyatakan sound horeg sebagai sesuatu yang haram karena mengganggu ketertiban umum.

Kita perlu menyikapi hal ini dengan kepala dingin dan hati jernih. Persoalan sound horeg bukan hanya menyangkut kesenangan segelintir orang, tetapi telah berkembang menjadi fenomena sosial yang melibatkan banyak pihak. Karena itu, penting bagi kita semua untuk meresponnya secara bijak dan proporsional.

Ada dua sisi penting yang harus diperhatikan. Pertama, fenomena sound horeg menjadi perhatian publik karena terjadi ketimpangan kepentingan. Di satu sisi, ada kelompok yang merasa diuntungkan secara ekonomi karena sound horeg menjadi bagian dari industri hiburan rakyat. Namun di sisi lain, ada pula kelompok masyarakat yang merasa terganggu, bahkan jumlahnya tidak sedikit.

Baca Juga  Songsong Pilkada 2024: Lamongan Butuh Sosok Out of The Box

Pertanyaannya kemudian adalah: bagaimana mencari titik temu antara dua kepentingan ini agar menghasilkan solusi terbaik dan berkeadilan?

Perlu diingat bahwa hidup dalam masyarakat menuntut kesadaran akan kepentingan kolektif. Tidak boleh ada individu atau kelompok yang memaksakan kesenangannya dengan mengorbankan kenyamanan orang lain. Jika sebuah aktivitas menimbulkan gangguan yang meluas, maka kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan pribadi.

Dalam konteks ini, perbincangan tentang fatwa haram terhadap sound horeg perlu dimaknai sebagai peringatan moral sekaligus pemicu untuk menemukan solusi yang solutif. Tidak hanya terkait sound horeg, tetapi juga berbagai bentuk praktik sosial lain yang dapat menimbulkan keresahan serupa.

Prinsipnya jelas: mengganggu ketertiban umum bukanlah perbuatan yang mulia. Mengabaikan kenyamanan dan keamanan publik adalah bentuk pengingkaran terhadap nilai-nilai kebajikan.

Namun demikian, jika memang terdapat unsur ekonomi produktif dalam praktik sound horeg, maka pendekatan solutif sangat mungkin dilakukan. Misalnya, dengan mengatur lokasi dan waktu pelaksanaan kegiatan sound horeg agar tidak berdekatan dengan pemukiman warga. Aktivitas ekonomi sah-sah saja dilakukan, selama tidak merugikan masyarakat luas.

Mengapa sound ini disebut “horeg”? Karena dentuman suaranya yang ekstrem seringkali menyebabkan getaran hebat, yang bahkan bisa merusak struktur bangunan. Maka jika dampaknya sudah sedemikian parah, tak bisa lagi persoalan ini dipandang sebagai hiburan semata. Perlu kehadiran negara dan pemangku kepentingan untuk menyikapinya sebagai isu kebijakan publik.

Baca Juga  Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua

Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan aparat penegak hukum perlu duduk bersama, menyusun regulasi yang adil, serta memberikan ruang yang aman bagi semua pihak.

Jika memang sound horeg dianggap sebagai pemantik ekonomi dan budaya lokal, mengapa tidak dibuatkan ruang khusus seperti kawasan festival atau panggung budaya tersendiri?

Sebagai contoh, Jember Fashion Carnival (JFC) telah membuktikan bahwa kegiatan berbasis budaya dan kreativitas bisa dikapitalisasi menjadi festival tahunan yang berkelas dunia tanpa menimbulkan gangguan sosial.

Jika sound horeg diposisikan sebagai fenomena budaya baru, maka bisa saja dikemas serupa—diatur jadwal dan lokasinya, bahkan dijadikan festival yang terintegrasi dengan pariwisata daerah.

Dengan cara ini, sound horeg tak hanya menjadi alat hiburan atau sumber cuan semata, tetapi juga menjadi ruang ekspresi yang tidak merugikan masyarakat. Semua pihak bisa diuntungkan, dan nilai-nilai kebersamaan tetap terjaga.

Mari bersama menjaga ketenangan, mengutamakan kepentingan umum, dan membangun harmoni sosial yang berkelanjutan.

Artikel opini ini sudah tayang pada laman MUI Jatim.***

*) Penulis: KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, S.H., M.M
Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *