MAKLUMAT – TPK Bitung, terminal peti kemas yang menjadi gerbang utama logistik Kawasan Timur Indonesia, sempat goyah. Insiden alat bongkar muat rubber tyred gantry (RTG) yang terjadi pada 21 Mei 2025 menjadi pukulan telak bagi ritme operasional terminal yang cukup strategis itu.
Sejak saat itu, performa TPK Bitung menurun signifikan. Kapal antre. Bongkar muat molor. Target produktivitas tak tercapai. Namun kini, PT Pelindo Terminal Petikemas berusaha bangkit dan memulihkan layanan.
“Kami akan mendatangkan 1 unit reach stacker baru akhir Juli 2025, dan menyusul dua unit RTG serta empat unit head truck dari TPK New Makassar yang tiba minggu kedua Agustus,” kata Corporate Secretary Pelindo Terminal Petikemas, Widyaswendra, Rabu (9/7/2025).
Pengiriman alat berat ini bagian dari strategi jangka pendek perusahaan. Namun, Pelindo juga menyiapkan langkah jangka panjang berupa pengadaan dua unit RTG tambahan yang ditargetkan tiba pada 2026.
Selain mengisi kekosongan alat, Pelindo mengerahkan teknisi dari berbagai terminal peti kemas daerah guna mempercepat pemulihan peralatan yang ada. Perhatian khusus juga diarahkan ke quay container crane (QCC) agar dapat kembali optimal dalam pelayanan bongkar muat kapal.
“Antrian kapal sempat terjadi, tapi kini sudah tidak ada lagi. Receiving dan delivery pun berjalan sesuai standar layanan,” ujar Widyaswendra.
Bangkit Pelan, Performa Kapal Membaik
Langkah pemulihan TPK Bitung memang mulai menunjukkan hasil. Kapal Meratus Wakatobi, yang sebelumnya menghabiskan waktu bongkar muat hingga 56,9 jam, kini mencatat waktu kerja hanya 27 jam dengan produktivitas 28 boks per jam. Kapal Meratus Medan 1 bahkan selesai dalam 25 jam.
Meski begitu, evaluasi masih terus dilakukan. Kepala KSOP Kelas I Bitung, Yefri Meidison, menekankan pentingnya pemulihan menyeluruh dan konsisten. Menurutnya, lonjakan arus peti kemas yang mencapai 16,58 persen dari Januari–Mei 2025 dibandingkan tahun sebelumnya tidak boleh direspons setengah hati.
“Kinerja TPK Bitung harus ditingkatkan secara berkelanjutan. Rata-rata port stay kapal pada Mei–Juni masih di angka 49 jam, jauh dari target 27 jam,” tegas Yefri.
Yefri juga menegaskan bahwa arus peti kemas meningkat signifikan. Data Pelindo mencatat volume 118.000 TEUs per Mei 2025, naik dari 101.000 TEUs pada periode yang sama tahun lalu.
Persimpangan TPK Bitung
TPK Bitung saat ini berada di persimpangan antara potensi dan kerentanan. Di satu sisi, lonjakan arus peti kemas menunjukkan daya tarik kawasan ini sebagai pusat logistik strategis. Di sisi lain, insiden teknis seperti yang terjadi pada RTG memperlihatkan betapa rentannya sistem jika tak mendapat dukungan kesiapan infrastruktur dan mitigasi matang.
Langkah-langkah pemulihan Pelindo patut mendapat apresiasi, tetapi tetap menyisakan pertanyaan: apakah cukup hanya dengan alat baru dan teknisi tambahan?
Ke depan, tantangannya bukan sekadar mengganti alat yang rusak, tapi membangun sistem operasional yang lebih resilien. Karena dalam dunia logistik, waktu adalah segalanya—dan kepercayaan pelanggan bisa hilang dalam hitungan jam saat sistem tak berjalan sebagaimana mestinya.