Polemik Sound Horeg, Muhammadiyah Jatim: Hindari Perbuatan yang Berlebihan dan Mudarat

Polemik Sound Horeg, Muhammadiyah Jatim: Hindari Perbuatan yang Berlebihan dan Mudarat

MAKLUMAT — Fenomena penggunaan sound horeg dalam berbagai acara hiburan di masyarakat belakangan memicu polemik. Respons beragam pun bermunculan dari sejumlah tokoh dan lembaga keagamaan.

Salah satu pondok pesantren di Pasuruan bahkan telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa penggunaan sound horeg hukumnya haram. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur masih melakukan kajian untuk menentukan sikap resmi mereka terhadap fenomena tersebut.

Menanggapi situasi ini, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr. Muhammad Sholihin Fanani MP.SDM mengimbau masyarakat untuk menghidari prilaku yang bisa mendatangkan mudarat serta menjauhi sikap berlebihan dalam mengekspresikan diri.

“Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai agama, moral, etika dan budaya luhur, seharusnya hal-hal yang dapat merugikan dan merusak lingkungan harus dihindari. Pilih hal-hal yang bermanfaat bagi sesama,” katanya kepada Maklumat.id, Jumat (11/07/2025).

Menurut Abah Shol, sapaan karibnya, dalam kehidupan bermasyarakat, agama Islam telah mengajarkan prinsip saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, bukan tolong menolong dalam kejelekan dan permusuhan.

Ia pun mengutip sabda Nabi Muhammad SAW, “Khairunnas anfa’uhum linnas”, yang berarti sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.

“Dalam bermasyarakat memang seseorang memiliki kebebasan, tetapi ingat kebebasan kita juga dibatasi oleh kebebasan orang lain. Artinya menghargai orang lain itu harus diutamakan. Dan ingat akhlak yang terbaik adalah ketika kita bisa menghargai orang lain,” tegasnya.

Baca Juga  Pemilu Itu Mencerdaskan Masyarakat Tentang Demokrasi, Bukan Eksploitasi Suara

Lebih lanjut, mubaligh asal Lamongan ini mengajak masyarakat untuk bersikap jernih dan bijak dalam menilai fenomena sound horeg. Menurutnya, pertimbangan utama yang harus digunakan adalah apakah hal itu merugikan pihak lain atau tidak?. “Jika memang terbukti merugikan orang lain, sebaiknya ditinggalkan,” tuturnya.

Di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil seperti saat, Abah Shol mengajak masyarakat untuk lebih hemat dan selektif dalam membelanjakan dana, terutama untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Sebab, masih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan.

“Dari pada digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, sebaiknya diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kalau memang alasannya digunakan untuk kegiatan keagamaan, justru agama mengajarkan kepada kita agar menghindari hal-hal yang berlebihan,” pungkasnya.***

*) Penulis: Aan Hariyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *