MAKLUMAT – Bagi Anda, pecinta tenis, tentu tidak melewatkan Wimbledon. Sebuah ajang tenis tahunan yang sudah menapaki usia 147 tahun. Tahun ini terasa sedikit berbeda, bukan karena kejutan dari lapangan rumput, tapi dari apa yang tidak ada di atas piring.
Alpukat, buah hijau yang lekat dengan tren gaya hidup sehat dan brunch kaum urban, resmi tidak ada di seluruh area turnamen. Sebagai gantinya? Kacang polong Inggris yang dihancurkan, disajikan di atas roti panggang, lengkap dengan minyak zaitun, perasan lemon, dan daun mint.
Bukan sekadar keputusan kuliner. Absennya alpukat di Wimbledon 2025 adalah bagian dari langkah strategis All England Club dalam mengurangi jejak karbon dan mendorong konsumsi pangan lokal.
Dalam laporan The Times melalui yahoo lifestyle, penyelenggara menyebut langkah ini bagian dari kebijakan keberlanjutan yang lebih luas. Sekaligus penegasan bahwa, bahkan ajang elit olahraga dunia pun tak bisa mengabaikan krisis iklim.
Dari Alpukat ke Kacang Polong
Selama bertahun-tahun, alpukat menjadi ikon global. Ia tidak sekadar buah, tetapi simbol status, gaya hidup sehat, hingga elemen wajib dalam ritual brunch Sabtu pagi ala perkotaan.
Namun di balik citranya yang bersih dan ‘instagramable’, alpukat menyimpan jejak lingkungan yang cukup berat. Mulai dari kebutuhan air yang tinggi, tekanan terhadap deforestasi di negara penghasil, hingga emisi karbon dari proses distribusi global.
Wimbledon menangkap sinyal itu. Daripada menyajikan buah impor berjejak tinggi, mereka beralih ke kacang polong yang tumbuh di ladang-ladang Inggris — jauh lebih dekat dan lebih ramah iklim.
“Ini bukan sekadar soal menu,” kata perwakilan penyelenggara, “ini soal menciptakan kesadaran bahwa setiap pilihan di piring juga punya dampak di planet.”
Makanan Lokal, Pesan Global
Tentu saja, kacang polong, meski sama-sama hijau dan lembut, bukan tandingan alpukat dari segi popularitas global. Namun kehadirannya di Wimbledon justru menciptakan pesan yang kuat: makanan lokal layak tampil di panggung dunia, bahkan di tengah dominasi selera internasional.
Bagi penonton lokal, crushed peas ini terasa familiar. Ia mengingatkan pada menu pub, lauk makan malam keluarga, atau bahkan nostalgia kantin sekolah. Tapi bagi tamu asing, terutama dari Amerika dan Asia, rasanya bisa menjadi kejutan, dalam arti baik maupun sebaliknya.
Itulah inti pesan yang ingin disampaikan Wimbledon tahun ini: tidak semua harus mengikuti tren global. Di tengah dunia yang serba homogen, makanan bisa menjadi medium untuk menegaskan identitas, termasuk dalam acara olahraga paling bergengsi.
Saat Makanan Bicara Lebih dari Rasa
Wimbledon bukan sekadar tempat para atlet bertarung di lapangan, ia juga arena simbolik tempat budaya, tradisi, dan kini lingkungan bersilang. Ketika alpukat hilang dari menu, ia meninggalkan pertanyaan penting: makanan macam apa yang ingin kita rayakan di ruang publik?
Dengan mengganti alpukat dengan kacang polong, Wimbledon menunjukkan bahwa perubahan bisa berawal dari hal-hal sederhana. Tidak perlu menunggu larangan besar atau revolusi sistem pangan global. Cukup dari sepotong roti, dan apa yang ada di atasnya.
Comments