MAKLUMAT — Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Prof Dr Fauzan MPd, melontarkan kritik sekaligus menandaskan visi besar bagi masa depan Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA).
Hal itu ia sampaikan dalam forum strategis Rakornas Forum Keluarga Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM), yang digelar di Balai PPSDM Kemendikdasmen di Depok, Jawa Barat
Mengangkat tema ‘Sarjana Handal dan Profesional, Lapangan Kerja serta Pengentasan Kemiskinan, Kuliah Terjangkau dan Merata‘, sesi diskusi berlangsung dinamis dan penuh ketegangan intelektual. Dipandu oleh Wakil Ketua Umum PP Fokal IMM, Wahidin Hasan, forum tersebut menyorot langsung akar persoalan pendidikan tinggi nasional.
Dalam pengantarnya, Wahidin menyebutkan bahwa masih banyak perguruan tinggi—baik negeri maupun swasta—yang belum berhasil mencetak lulusan berkualitas.
Kurikulum banyak yang belum selaras dengan kebutuhan dunia kerja, terlalu teoritis, dan minim pengalaman praktis. Sementara, kualitas antara PTN dan PTS juga timpang, di mana PTS kerap kekurangan fasilitas, kualitas dosen, dan minim riset, jelasnya.
PTMA Harus Bangkit dari Bayang-bayang Negeri
Di sisi lain, Wamen Fauzan menyoroti dominasi pendekatan ‘negeri-sentris’ dalam kebijakan pendidikan nasional yang kerap membuat PTMA terpinggirkan.
“Saya duduk di kementerian. Masih sering muncul pertanyaan: ‘itu kampus negeri atau swasta?’ Artinya, eksistensi PTMA belum sepenuhnya masuk dalam radar pengambil kebijakan. Kita harus bangkit dari zona nyaman,” sorotnya.
Lebih dari sekadar eksistensi, Fauzan mendorong sekaligus menantang PTMA untuk menjadi kekuatan transformatif—baik di bidang akademik maupun sosial.
‘Kampus Penugasan Khusus’ untuk Lawan Kemiskinan
Dalam menanggapi problem pengangguran dan ketimpangan akses pendidikan, Wamen Fauzan memperkenalkan ide ‘Kampus Penugasan Khusus’, yaitu model kolaborasi antara kampus dan pemda mirip Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), tetapi berfokus pada pembangunan manusia dan layanan publik.
“Bonus demografi mencapai puncaknya tahun ini, tapi kita melihat 1 juta sarjana masih menganggur. Jangan andalkan SPP saja. Kampus harus mulai melihat dirinya sebagai agen transformasi wilayah,” jelasnya.
Ia mendorong revitalisasi program KKN Tematik agar kembali menyentuh realitas masyarakat dengan substansi yang konkret. Menurutnya, mahasiswa tak cukup hanya dilatih sebagai tenaga kerja, tapi juga disiapkan menjadi entrepreneur kepemimpinan—pembuat kebijakan, bukan sekadar pelaksana.
Kemitraan Lokal dan Inovasi Program PTMA
Saat peserta menyoroti persoalan beasiswa dan lemahnya keterlibatan kampus dalam pembangunan lokal, Wamen Fauzan menekankan pentingnya kemitraan yang aktif—baik secara vertikal dengan pemerintah pusat, maupun horizontal dengan pemda dan masyarakat sipil.
“Kita tidak bisa menunggu ‘jemput bola’ dari pusat. PTMA harus ajukan program konkret ke pemerintah daerah—misalnya pelibatan kampus dalam program keluarga stunting, irigasi pertanian, hingga pelatihan kerja berbasis LPK di lingkungan kampus,” tegasnya.
Ia menyebut bahwa riset berbasis co-funding Muhammadiyah telah menjadi model unggulan dan harus diperluas agar meningkatkan kepercayaan publik terhadap PTMA sebagai institusi akademik yang relevan.
Etos Akademik yang Manusiawi dan Bermakna
Lebih lanjut, pria yang juga pernah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menekankan reorientasi akademik sebagai bagian penting dalam narasinya. Ia menolak pendekatan kaku dalam menilai prestasi mahasiswa.
“Nilai akademik bukan semata IPK, tapi harus mencakup tanggung jawab, kreativitas, dan kepercayaan diri. Mahasiswa terbaik harus dihormati, setidaknya diberi surat ucapan terima kasih. Itu bagian dari membangun etos akademik yang manusiawi,” tandas Fauzan.
Program KKN sejak semester dua juga ia tawarkan, bukan sebagai beban SKS, tetapi sebagai medium latihan sosial yang otentik dan aplikatif. “Jangan Ikut Jalan Ramai,” sorotnya.
Mengakhiri sesinya, Wamen Fauzan menyerukan perubahan paradigma besar di lingkungan PTMA.
“Kalau ingin berada di barisan depan, jangan ikut jalan yang padat. Cari jalan lain, buat jejak sendiri. PTMA harus membuktikan, mereka tidak hanya mendidik, tapi mengubah wajah bangsa,” pungkasnya.