Bantuan Sosial Bukan Solusi, Kebijakan Kemiskinan di Jember Dipertanyakan

Bantuan Sosial Bukan Solusi, Kebijakan Kemiskinan di Jember Dipertanyakan

MAKLUMAT — Angka kemiskinan di Jember mengalami fluktuasi dalam kurun waktu 2021-2024 (LKPJ Bupati, 2021-2024). Angka kemiskinan di Jember berkisar 9% hingga 10% dari total populasi. Data tersebut secara sederhana menggambarkan bahwa 1 dari 10 orang di Jember berada di bawah garis kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi daerah tidak selalu selaras dengan penurunan angka kemiskinan. Sebab, perputaran uang mayoritas beredar hanya di antara kalangan menengah ke atas. Pemerintah daerah dituntut untuk menciptakan keadilan pembangunan ekonomi di Jember agar dapat dinikmati sebanyak mungkin rakyat.

Pemerintah memang berkewajiban membelanjakan anggarannya (APBD) untuk mengatasi masalah kesenjangan sosial. Dalam LKPJ Bupati Jember disebutkan bahwa pemerintah daerah melalui Dinas Sosial telah menjalankan program prioritas. Program yang dimaksud yakni pemberian bantuan dasar seperti sembako, sandang, alat kesehatan, dan lainnya.

Bantuan ini diberikan pada lansia miskin, penyandang disabilitas, anak jalanan, anak terlantar, anak yatim piatu, keluarga miskin, korban bencana, gelandangan, pengemis, dan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) di UPT Liposos.

Rangkaian program bantuan tersebut belum tentu dapat menjangkau seluruh masyarakat miskin di Jember. Pemerintah daerah mengaku terkendala keterbatasan anggaran.

Dalam bahasa akuntansi, pengeluaran APBD untuk kebutuhan program-program sosial pemerintah daerah adalah liabilitas (beban). Liabilitas sebenarnya tidak masalah jika pendapatan daerah lebih besar dan terus mengalami peningkatan.

Masalahnya pertumbuhan ekonomi pada era yang penuh ketidakpastian ini banyak memunculkan dinamika naik turun pada neraca pendapatan daerah. Di satu sisi pemerintah juga harus dihadapkan dengan kewajiban program-program sosial yang selalu ada di setiap tahun anggarannya.

Baca Juga  Puasa Melawan Angkuh Diri

Persoalan semakin rumit ketika pertumbuhan ekonomi yang melambat dan menyebabkan angka pengangguran terus meningkat. Otomatis hal tersebut menambah beban kewajiban pemerintah daerah yang harus ditanggung.

Kerancuan antara memprioritaskan pertumbuhan ekonomi yang selalu berbenturan dengan kewajiban menganggarkan program-program sosial menjadi dilema bagi pemerintah. Ditambah lagi jika diamati dengan seksama, program-program sosial tersebut belum bisa menjangkau seluruh masyarakat miskin di Jember.

Dengan kondisi demikian, pemerintah daerah harus mengambil sikap tegas terkait dilema alokasi anggaran. Hal ini bertujuan agar setiap kebijakan yang diambil adalah yang terbaik bagi masyarakat Jember.

Pada dasarnya program-program sosial hanya bersifat plasebo— “obat palsu” yang bentuknya dibuat mirip dengan obat asli.—, dalam konteks upaya pengentasan kemiskinan. Memberi bantuan sosial pada orang miskin ibarat memberi ikan pada orang lapar. Rasa laparnya mungkin bisa hilang tetapi orang tersebut akan semakin ketergantungan agar terus diberi ikan.

Pemerintah harus lebih fokus pada pembukaan lapangan kerja yang lebih luas, sehingga orang yang lapar memiliki pancing untuk menangkap ikan sendiri. Pemerintah harus lebih fokus memberi alat pancing dari pada hanya sekadar bantuan pangan yang notabene tidak bersifat produktif. Masyarakat tidak boleh dimanja dengan berbagai subsidi bantuan yang kurang produktif.

Pemerintah daerah tentu akan dianggap tidak peduli terhadap kondisi masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan pemerintah. Namun itulah risiko untuk pilihan kebijakan yang berfokus pada upaya pembukaan lapangan kerja yang seluas-luasnya.

Baca Juga  Darurat Ekonomi: Pasar Kerja Tak ramah Gen Z

Kebijakan yang tidak populis di mana pun tempatnya selalu akan dikritik dengan narasi ketidakadilan. Untuk di awal, tentu akan ada gejolak penolakan jika anggaran yang dialokasikan untuk program-program sosial banyak dilakukan pemangkasan. Namun hal itu perlu dilakukan untuk efisiensi anggaran.

Ketika kebutuhan bantuan sosial dialihkan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih produktif, pemerintah daerah pada sisi lain juga harus dominan dalam berkompromi. Terutama dengan kalangan pengusaha agar permasalahan kesenjangan antara si kaya dan si miskin tidak semakin melebar.

Posisi Tawar Pemerintah Daerah

Pembangunan ekonomi daerah tidak selalu sejalan dengan penurunan angka kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya posisi tawar pemerintah daerah dalam menjalin komitmen dengan para pengusaha. Para pengusaha yang telah meraih keuntungan besar seringkali tidak merasa memiliki tanggung jawab sosial yang sepadan.

Gejolak ekonomi global dan nasional yang penuh ketidakpastian menuntut pemerintah daerah Jember melakukan penyesuaian anggaran. Untuk sementara waktu, efisiensi diterapkan pada pos-pos anggaran program sosial.

Anggaran dapat dialihkan untuk mendukung kegiatan ekonomi yang lebih produktif, supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak. Pemerintah daerah Jember perlu memiliki posisi tawar yang kuat di hadapan para pengusaha agar mereka menunjukkan tanggung jawab sosial yang lebih besar. Dengan begitu, pembangunan ekonomi dapat dirasakan secara merata dan tidak memperlebar jurang kesenjangan.

Baca Juga  Asmara Politik dan Media

Peran pemerintah sebagai regulator sangat menentukan arah kontribusi pelaku usaha dalam pembangunan. Pemerintah tidak harus memaksa pengusaha untuk memberi bantuan sosial seperti yang dilakukan oleh Dinas Sosial.

Pemerintah cukup memberikan jaminan kemudahan berinvestasi dan berusaha di Jember. Jika pengusaha membuka lapangan kerja secara optimal dan membayar pajak secara transparan, maka neraca pendapatan daerah akan semakin kuat dan berkelanjutan.***

 

*) Penulis: Rizka Ramadhani
Gubernur BEM FISIP Universitas Muhammadiyah Jember, dan sedang menempuh S1 Program Studi Ilmu Pemerintahan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *