Aturan Kuota Mahasiswa Baru Ancam Keberlangsungan PTS

Aturan Kuota Mahasiswa Baru Ancam Keberlangsungan PTS

MAKLUMAT — Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Yulhasni, menyoroti Permendikbudristek Nomor 48/2022 tentang penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk revisinya dalam Permendikbudristek Nomor 62 Tahun 2023.

Ia mengkritik penetapan kuota minimal 20 persen untuk jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), minimal 40 persen untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT), dan maksimal 30 persen untuk jalur mandiri.

Menurut Yulhasni, regulasi atau aturan terkait kuota tersebut mempersempit ruang gerak perguruan tinggi swasta (PTS) dalam menjaring mahasiswa baru, terutama dari jalur mandiri.

“PTS bisa kehilangan calon mahasiswa potensial dalam jumlah signifikan, karena PTN kini membuka pintu lebih lebar dengan tarif yang makin kompetitif,” ujar Yulhasni dalam keterangannya, dilansir Jaringan Media Afiliasi Tajdid.id, Sabtu (19/7/2025).

Di tengah tantangan ekonomi dan menurunnya minat lulusan SMA/SMK melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, Yulhasni menilai kebijakan ini semakin menyudutkan PTS. Ia mendorong agar pemerintah meninjau kembali regulasi tersebut demi menjaga keseimbangan ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia.

“Jangan sampai kebijakan ini membuat jurang antara PTN dan PTS semakin dalam, dan menggerus peran strategis PTS dalam pemerataan akses pendidikan tinggi,” tegasnya.

Merugikan PTS

Lebih lanjut, Yulhasni mengkritik tidak adanya mekanisme distribusi calon mahasiswa secara adil. Ia menyebut negara membiarkan arus seleksi berjalan liar, tanpa kendali maupun koreksi.

Baca Juga  Luncurkan PHTC, Prabowo Prioritaskan Perbaikan Sekolah-sekolah

“Tidak ada kuota nasional yang secara proporsional membagi calon mahasiswa antara PTN dan PTS,” ucapnya.

Ia juga menyoroti ketiadaan sistem zonasi atau subsidi silang untuk menyeimbangkan daya tampung dan daya dukung kelembagaan. Dampaknya, kata dia, banyak PTS terpaksa menutup program studi, merumahkan dosen, atau bahkan gulung tikar akibat kekurangan mahasiswa baru.

“Akibatnya, banyak PTS harus menutup program studi, merumahkan dosen, atau bahkan tutup permanen akibat kekurangan mahasiswa baru,” sebut Yulhasni.

Dalam penutupnya, Yulhasni menegaskan pentingnya transparansi dalam proses penerimaan mahasiswa PTN. Ia menuntut PTN untuk mengumumkan secara terbuka jumlah kuota, pendaftar, rasio kelulusan, serta mekanisme seleksi.

“Begitu juga jalur mandiri, harus diawasi ketat agar tidak menjadi ruang gelap komersialisasi pendidikan,” pungkas Yulhasni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *