MAKLUMAT — Anggota Komisi IV DPR RI, Adrianus Asia Sidot, menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap komoditas cokelat. Ia menilai selama ini pemerintah hanya sering membicarakan soal padi dan sawit.
Menurut Adrianus, Indonesia memiliki potensi besar dalam komoditas cokelat. Ia menilai, Indonesia bisa menjadi produsen cokelat terbesar kedua di dunia, jika kebijakan pemerintah lebih berpihak.
“Selama ini, pemerintah hampir tidak pernah bicara soal cokelat. Yang dibicarakan hanya padi, sawit, atau komoditas besar lainnya. Akibatnya, banyak petani, khususnya generasi muda, tidak mengenal potensi cokelat,” ujar Adrianus, dilansir laman resmi DPR RI, Sabtu (19/7/2025).
Ia menyebut selama ini petani seolah berjalan tanpa arah akibat absennya pendampingan dan kebijakan konkret dari pemerintah. Fluktuasi harga yang tidak terkontrol juga memperparah keadaan.
“Harga cokelat bisa dari Rp20.000 ke Rp200.000 per kilogram, lalu turun lagi. Ketidakpastian ini membuat petani bingung dan enggan melanjutkan budidaya,” jelasnya.
Adrianus menilai menanam cokelat jauh lebih mudah dibandingkan dengan komoditas seperti sawit. Ia meyakini, jika didukung bibit unggul, pengelolaan pascapanen, serta jaminan pasar, petani akan kembali bersemangat mengembangkan kebun cokelat.
Politisi Partai Golkar ini juga menyoroti pentingnya hilirisasi produk cokelat yang selama ini menurutnya masih terabaikan. Ia menjelaskan, cokelat bukan sekadar bahan baku permen atau kue, tetapi dapat diolah menjadi beragam produk bernilai tambah tinggi.
“Cokelat itu punya citra eksklusif. Orang kalau pergi ke Swiss pasti bawa oleh-oleh cokelat. Padahal Swiss tidak punya satu pohon cokelat pun, bahan bakunya dari kita. Kenapa Indonesia tidak bisa memanfaatkan peluang ini? Pemerintah harus serius, bukan hanya bicara hilirisasi tanpa aksi nyata,” tegasnya.
Adrianus merinci potensi hilirisasi mulai dari tepung cokelat, cocoa butter untuk industri kecantikan dan farmasi, kosmetik, suplemen herbal, parfum, aromaterapi, hingga produk premium seperti praline dan dark chocolate.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Komisi IV DPR RI disebut siap memperjuangkan anggaran dan regulasi yang mendukung pengembangan cokelat dari hulu hingga hilir. Mulai dari bimbingan teknis untuk petani, bantuan peralatan fermentasi dan pengeringan, sampai pembukaan akses pasar nasional dan ekspor.
“Kita punya semua, lahan, petani, dan kualitas biji yang baik. Yang kurang hanya kemauan politik dan keberpihakan kebijakan. Kalau itu ada, saya optimistis dalam dua, tiga tahun kita bisa kembali ke posisi dua besar dunia,” pungkas Adrianus.