MAKLUMAT — Dosen Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Rima Azara STP MP, menyoroti isu beras premium oplosan yang mencuat belakangan.
Menteri Pertanian (Mentan) RI, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa selama dua bulan terakhir harga beras mengalami kejanggalan. Harga gabah di tingkat petani dan penggilingan menurun, namun harga jual kepada konsumen justru meningkat.
Disinyalir, kejanggalan tersebut ternyata disebabkan oleh beredarnya beras oplosan di pasaran.

Menanggapi hal tersebut, Rima menyoroti fakta mengejutkan bahwa sebanyak 212 merek beras, atau sekitar 85% beras yang beredar di pasaran, teridentifikasi sebagai beras oplosan.
Ia menilai hal itu sangat merugikan masyarakat sebagai konsumen. Sebab, konsumen telah menyisihkan uang yang lebih besar karena beras premium memiliki harga lebih mahal, namun ternyata yang didapatkan adalah beras yang telah dicampurkan dengan kualitas yang di bawahnya.
“Konsumen pastinya merasa sangat dibohongi dan tentu saja sangat kecewa,” ujarnya dalam keteranganya yang dilansir laman resmi Umsida, Ahad (20/7/2025).
“Mereka sudah menyisihkan uang untuk membeli beras premium, tapi beras yang didapatkan (ternyata) bukan beras premium, tapi dicampur dengan beras (yang) kualitas di bawahnya,” sambung Rima.
Bagaimana Membedakan Beras Oplosan
Rima memaparkan beberapa perbedaan beras asli dengan beras oplosan yang dapat dikenali melalui aroma, warna, dan ukuran.
- Aroma beras oplosan cenderung apek;
- Warna beras tidak seragam, terdapat bercak kuning kecoklatan;
- Ukuran butir beras berbeda-beda dalam satu wadah;
- Sering ditemukan kutu dalam beras oplosan.
“Kita bisa menggunakan metode analisis organoleptik untuk mengetahui ciri tersebut secara mandiri, yaitu dengan kemampuan panca indra kita,” jelasnya.
Rima menyarankan masyarakat untuk mengamati warna, aroma, hingga rasa nasi setelah dimasak. Menurutnya, nasi dari beras oplosan akan terasa menyimpang.
Bahaya Bagi Kesehatan
Rima juga mengingatkan bahaya serius dari konsumsi beras oplosan, terutama jika mengandung jamur, kutu, atau mikroba berbahaya.
“Bisa menyebabkan keracunan yang ditandai dengan muntah, mual, diare, dan kram perut,” tegasnya.
Ia menambahkan, beras oplosan memiliki kualitas gizi rendah serta dapat mengandung senyawa anti-nutrisi seperti asam fitat, yang menghambat penyerapan zat besi, kalsium, dan zinc.
Penegakan Hukum dengan Tegas
Rima menilai praktik oplosan ini semata-mata dilakukan untuk meraup keuntungan maksimal tanpa peduli pada hak konsumen.
“Saya rasa adanya beras yang dioplos adalah semata-mata untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pihak produsen, tanpa memperdulikan kita sebagai konsumen yang merasa sangat dibohongi,” katanya.
Sebagai anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Rima mendorong penguatan pengawasan pangan oleh BPOM, Satgas Pangan, Kementerian Perdagangan, serta tindakan tegas dari negara terhadap pelaku kecurangan.
“Yang lebih penting lagi adalah bagaimana negara menindak tegas pihak-pihak terkait yang melakukan kecurangan perdagangan ini supaya ada efek jera dan tidak terulang lagi,” pungkasnya.