Tarif AS Tekan Industri Furnitur, Pemerintah Andalkan Skema Kredit Industri Padat Karya

Tarif AS Tekan Industri Furnitur, Pemerintah Andalkan Skema Kredit Industri Padat Karya

MAKLUMAT – Tekanan dari kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap industri furnitur nasional kian terasa. Untuk merespons situasi tersebut, pemerintah terus mendorong pemanfaatan skema Kredit Industri Padat Karya (KIPK) sebagai solusi pembiayaan bagi pelaku usaha di sektor padat karya, termasuk furnitur.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, turun langsung ke Jepara, Jawa Tengah, untuk memastikan pelaksanaan program KIPK berjalan tepat sasaran.

“Kami paham tekanan dari tarif AS sangat memengaruhi industri furnitur nasional, termasuk di sentra produksi seperti Jepara,” ujar Ferry dalam keterangan resmi, Senin (21/7/2025).

Dalam kunjungan tersebut, Ferry menyampaikan peluncuran resmi program KIPK kepada pelaku industri. Ia meninjau dua perusahaan furnitur besar, PT Talenta Java Design dan CV Garden Nia Jaya, yang dikenal sebagai eksportir padat karya dan penyerap tenaga kerja tinggi.

Ferry menyebutkan, KIPK hadir sebagai bentuk nyata dukungan pemerintah. Skema ini menawarkan bunga rendah dan difokuskan pada revitalisasi alat serta mesin produksi agar pelaku usaha bisa meningkatkan efisiensi dan daya saing produk.

“Kita ingin pelaku industri punya fleksibilitas pembiayaan, agar bisa bertahan dan beradaptasi dengan dinamika pasar global,” tegasnya.

KIPK sendiri diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian Nomor 4 Tahun 2025. Skema ini menjadi bagian dari strategi pembiayaan produktif bagi UMKM dan sektor padat karya. Pemerintah juga mendorong diversifikasi pasar agar industri tidak tergantung pada satu negara tujuan ekspor.

Baca Juga  Tahun Ajaran Baru Dimulai, Mendikdasmen Tegaskan Tiga Langkah Hadirkan Pendidikan Bermutu untuk Semua

Masih Ada Ketimpangan

Sementara itu, pelaku industri menyambut baik kabar penurunan tarif ekspor furnitur Indonesia ke AS dari yang semula diproyeksikan 32 persen menjadi 19 persen. Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, mengapresiasi langkah pemerintah yang aktif melakukan negosiasi.

“Kami menyampaikan terima kasih atas upaya gigih pemerintah. Namun kami juga menilai masih ada ketimpangan,” ujar Abdul Sobur dalam program Ruang Publik KBR, Jumat (18/7).

Menurutnya, prinsip resiprokal belum sepenuhnya berjalan. Pasalnya, produk dari AS bisa masuk ke Indonesia dengan tarif 0 persen, sementara produk mebel dari Indonesia masih dikenakan tarif hingga 19 persen.

“Ini tentu menimbulkan pertanyaan soal keadilan dalam perdagangan internasional,” tandasnya.

Pemerintah berharap KIPK tak hanya bisa membantu industri bertahan, tetapi juga memperluas penciptaan lapangan kerja dan menjaga daya saing di tengah tekanan global.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *