MAKLUMAT – Sejumlah anak muda memilih mengibarkan bendera bajak laut Topi Jerami dari anime One Piece di samping atau di bawah bendera Merah Putih jelang peringatan HUT ke-80 RI. Mereka membentangkan simbol tengkorak bertopi jerami di mobil, truk, bahkan di bawah bendera negara. Aksi ini bukan sekadar tren pop culture, tapi sinyal kekecewaan yang dalam terhadap pemerintah.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya), M. Febriyanto Firman Wijaya, menyebut pengibaran bendera One Piece itu sebagai ekspresi simbolik dari generasi muda yang merasa tak lagi memiliki kedekatan dengan simbol kenegaraan.
Bentuk protes rakyat kepada pemerintah—bendera one piece. pic.twitter.com/D9NsGdnCSu
— narkosun (@narkosun) July 31, 2025
“Bendera One Piece, khususnya simbol bajak laut, bukan hanya sekadar tren anime. Ketika ia dikibarkan menjelang 17 Agustus, ini menunjukkan adanya distorsi makna simbolik. Anak muda tampaknya sedang melakukan bentuk ‘protes diam’ melalui simbol global yang mereka maknai lebih relevan dibanding simbol kenegaraan yang dianggap kehilangan makna esensial,” ujar Riyan dikutip dari laman UM Surabaya, Sabtu (2/8/2025).
Riyan menjelaskan, menurut teori simbolik dalam sosiologi, bendera dan lambang negara merupakan simbol kolektif yang menyatukan masyarakat. Namun, saat simbol itu digantikan oleh tokoh fiktif dari budaya populer, muncul pertanda adanya pergeseran makna kolektif dan potensi alienasi terhadap identitas nasional.
“Kegandrungan terhadap simbol seperti bendera bajak laut One Piece tidak semata karena efek globalisasi atau pengaruh media Jepang, tetapi juga karena rasa kecewa dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang dirasakan sebagian anak muda,” tegasnya.
Ia menilai, anak muda masa kini memiliki daya kritis tinggi dan melek informasi, namun merasa aspirasinya tidak pernah benar-benar didengar. Dalam kondisi tersebut, mereka mencari simbol yang mampu mewakili perasaan mereka secara jujur—simbol yang membawa semangat kebebasan, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan solidaritas. Anehnya, justru mereka menemukan semua itu dalam tokoh fiktif seperti Luffy, bukan dalam lambang negara sendiri.
“Pemerintah seharusnya tidak hanya bereaksi dengan pelarangan atau kecaman terhadap simbol asing, tetapi justru merenungi mengapa simbol nasional mulai kehilangan daya tariknya di kalangan generasi muda,” ujarnya.
Menurutnya, yang perlu diperbaiki bukan sekadar siapa mengibarkan apa, tapi bagaimana memperkuat kembali rasa kepemilikan anak muda terhadap bangsanya.
“Jika bendera nasional hanya jadi formalitas tanpa makna, maka anak muda akan memilih simbol yang lebih autentik secara emosional,” lanjut Riyan.
Ia menyarankan pemerintah membuka ruang dialog terbuka, khususnya dengan generasi muda, agar simbol-simbol negara kembali hidup sebagai bagian dari identitas dan emosi kolektif, bukan sekadar ritual tahunan tanpa daya gugah.
Bentuk Provokasi
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan juga menyoroti maraknya pengibaran bendera bajak laut dari manga One Piece menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. BG—sapaan akrabnya—menilai aksi itu sebagai bentuk provokasi yang bisa merendahkan wibawa bendera merah putih.
“Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri, dan tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” tegas BG, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (1/8).
Pemerintah, kata dia, tetap menghargai kreativitas warga dalam berekspresi. Namun, ekspresi itu harus tetap berada dalam koridor hukum dan tidak mencederai simbol negara.
“Jika ada upaya kesengajaan dalam menyebarkan narasi tersebut, pemerintah akan mengambil tindakan hukum secara tegas dan terukur demi memastikan ketertiban dan kewibawaan simbol-simbol negara,” ujarnya.
BG juga mengingatkan soal konsekuensi pidana yang bisa dikenakan terhadap tindakan yang dianggap melukai kehormatan bendera merah putih.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) menyebutkan, setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun. Ini adalah upaya kita untuk melindungi martabat dan simbol negara,” jelasnya.
Comments