Mahasiswa UMM Hadirkan Irigasi Pertanian Bertenaga Angin

Mahasiswa UMM Hadirkan Irigasi Pertanian Bertenaga Angin

MAKLUMAT — Di Desa Tawangrejo, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, musim kemarau selalu datang dengan satu pertanyaan yang sama. Dari mana air untuk menyiram tanaman bisa didapat?

Sebagian besar warga desa ini adalah petani. Mereka menanam padi, sayuran, hingga palawija. Namun, keterbatasan suplai air irigasi pertanian sudah lama menjadi masalah yang membelit.

Sumur-sumur pompa kerap berhenti bekerja saat pasokan listrik tak stabil. Sementara, jika menunggu giliran air dari saluran irigasi, risiko gagal panen selalu mengintai.

Kondisi ini menjadi latar bagi sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk turun tangan. Melalui program pengabdian masyarakat, mereka menawarkan solusi yang sederhana, namun penuh muatan masa depan: turbin angin penggerak pompa.

Irigasi Melalui Energi Hijau

“Ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga keberlanjutan. Kami ingin menjawab kebutuhan masyarakat akan sistem pengairan yang mandiri dan berkelanjutan,” kata Abi Mufid Octavio, ketua tim pengabdian.

Turbin setinggi beberapa meter itu berdiri di lokasi strategis, memanfaatkan angin yang berembus nyaris tanpa henti di hamparan sawah. Cara kerjanya murni mekanis sederhana tapi efektif

Putaran baling-baling menggerakkan pompa, mengalirkan air dari sumber mata air ke lahan pertanian tanpa bantuan listrik atau bahan bakar. Hasilnya, irigasi pertanian warga berjalan lebih lancar, efisien, dan bebas dari biaya operasional besar.

Awalnya, sebagian warga mengira baling-baling itu sekadar hiasan. “Saya pikir cuma buat mainan anak-anak. Eh, ternyata bisa nyedot air. Wong wedok (perempuan) kayak saya jadi semangat, gak takut lagi ngurus irigasi,” kata Minah, petani sayur yang lahannya kini mendapat suplai air stabil.

Baca Juga  Cagub Risma Diundang Ponpes Mamba'ul Hikam Blitar, Sampaikan Peningkatan Kesejahteraan Guru dan Santri

Nilai Manfaat dari Kampus

Darto, pemuda desa yang ikut membantu pemasangan, merasakan manfaat serupa. “Biasanya irigasi nunggu listrik nyala, kadang sampai malam. Sekarang kalau angin ada, ya air jalan. Hemat biaya, hemat tenaga,” ujarnya.

Bagi Mufid dan timnya, teknologi ini hanyalah awal. Mereka berharap turbin angin penggerak pompa dapat menjadi prototipe yang direplikasi di desa-desa lain yang mengalami masalah serupa.

Prinsipnya dengan memadukan teknologi tepat guna, energi terbarukan, dan partisipasi warga, irigasi pertanian bisa menjadi lebih tangguh menghadapi perubahan iklim maupun keterbatasan infrastruktur.

Di Tawangrejo, baling-baling itu kini tak lagi sekadar berputar di atas sawah. Ia menjadi penanda bahwa kemajuan tak selalu datang dalam bentuk mesin canggih berbiaya mahal. Kadang, cukup sehembus angin untuk menggerakkan perubahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *