MAKLUMAT-Pemerintah resmi menetapkan 36 bandara umum di berbagai daerah sebagai bandara internasional. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 Tahun 2025, dan menjadi bagian penting dari strategi besar pemerataan ekonomi nasional.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan, kebijakan ini bukan sekadar soal penerbangan, tetapi juga tentang pemerataan pembangunan. Langkah tersebut diambil untuk memperkuat konektivitas antarwilayah, mempercepat arus pariwisata, memperluas akses perdagangan, dan menarik investasi baru ke daerah.
“Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar semakin banyak bandara di daerah berstatus internasional. Tujuannya jelas: mempercepat perputaran ekonomi, membuka peluang usaha, dan menjadikan pariwisata sebagai penggerak utama pembangunan daerah. Penetapan ini adalah langkah strategis yang sejalan dengan visi Asta Cita Presiden,” ujar Menhub Dudy Purwagandhi di Jakarta, dikutip dari laman resmi Kementrian Perhubungan, pekan kemarin.
Adapun 36 Bandara Internasional Baru itu adalah:
- Bandar Udara Sultan Iskandar Muda – Aceh Besar, Aceh
- Bandar Udara Kualanamu – Deli Serdang, Sumatera Utara
- Bandar Udara Minangkabau – Padang Pariaman, Sumatera Barat
- Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II – Pekanbaru, Riau
- Bandar Udara Hang Nadim – Batam, Kepulauan Riau
- Bandar Udara Soekarno-Hatta – Tangerang, Banten
- Bandar Udara Halim Perdanakusuma – Jakarta Timur, DKI Jakarta*
- Bandar Udara Kertajati – Majalengka, Jawa Barat
- Bandar Udara Kulon Progo – Kulon Progo, DI Yogyakarta
- Bandar Udara Juanda – Sidoarjo, Jawa Timur
- Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai – Badung, Bali
- Bandar Udara Zainuddin Abdul Madjid – Lombok Tengah, NTB
- Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman – Balikpapan, Kaltim
- Bandar Udara Sultan Hasanuddin – Maros, Sulawesi Selatan
- Bandar Udara Sam Ratulangi – Manado, Sulawesi Utara
- Bandar Udara Sentani – Jayapura, Papua
- Bandar Udara Komodo – Manggarai Barat, NTT
- Bandar Udara S.M. Badaruddin II – Palembang, Sumatera Selatan
- Bandar Udara H.A.S. Hanandjoeddin – Belitung, Kepulauan Bangka Belitung
- Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani – Semarang, Jawa Tengah
- Bandar Udara Syamsudin Noor – Banjarbaru, Kalimantan Selatan
- Bandar Udara Supadio – Pontianak, Kalimantan Barat
- Bandar Udara Raja Sisingamangaraja XII – Tapanuli Utara, Sumatera Utara
- Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah – Tanjung Pinang, Kepulauan Riau
- Bandar Udara Radin Inten II – Lampung Selatan, Lampung
- Bandar Udara Adi Soemarmo – Boyolali, Jawa Tengah
- Bandar Udara Banyuwangi – Banyuwangi, Jawa Timur
- Bandar Udara Juwata – Tarakan, Kalimantan Utara
- Bandar Udara El Tari – Kupang, NTT
- Bandar Udara Pattimura – Ambon, Maluku
- Bandar Udara Frans Kaisiepo – Biak Numfor, Papua
- Bandar Udara Mopah – Merauke, Papua Selatan
- Bandar Udara Kediri – Kediri, Jawa Timur
- Bandar Udara Mutiara Sis Al Jufri – Palu, Sulawesi Tengah
- Bandar Udara Domine Eduard Osok – Sorong, Papua Barat Daya
- Bandar Udara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto – Samarinda, Kalimantan Timur
Dengan penetapan ini, akses penerbangan internasional tidak lagi terpusat di kota-kota besar. Wisatawan mancanegara bisa langsung masuk ke berbagai destinasi unggulan Indonesia tanpa harus transit di Jakarta atau Bali. Hal ini diharapkan mempercepat tumbuhnya destinasi baru sekaligus mendukung pembangunan kawasan timur Indonesia.
“Semua bandara harus melengkapi fasilitas imigrasi, bea cukai, karantina, serta sistem keselamatan sesuai standar global. Paling lambat enam bulan sejak keputusan ini, semua persyaratan harus dipenuhi,” jelas Menhub.
Selain itu, status internasional tidak bersifat permanen. Kementerian Perhubungan akan melakukan evaluasi setiap dua tahun sekali. Jika ada bandara yang tidak memenuhi standar, status internasional dapat ditinjau ulang.
Kebijakan ini membawa pesan bahwa pembangunan tidak boleh terpusat di Jawa dan kota-kota besar saja. Dengan 36 bandara berstatus internasional, pemerintah ingin memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan hingga pelosok Nusantara.
Konektivitas udara yang lebih luas diyakini akan memicu multiplier effect. Sektor pariwisata akan tumbuh, UMKM lokal bisa memperluas pasar, dan investasi baru berpotensi masuk ke daerah-daerah yang sebelumnya sulit dijangkau penerbangan internasional.