Dijadikan Konten Abaikan Sekolah NU: Kepada Siapa Mendikdasmen Mengabdi?

Dijadikan Konten Abaikan Sekolah NU: Kepada Siapa Mendikdasmen Mengabdi?

MAKLUMAT — Sebuah video menyentak jagat media sosial. “Sekolah NU nggak dianggap oleh Menteri Pendidikan.” Begitu narasi pembuka video pendek berdurasi hampir 1 menit itu. Kalimatnya lugas dan jelas, tanpa basa basi menuding Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti bersikap berat sebelah.

Narasi lanjutan video tersebut menyebut adanya surat undangan dari Kementerian Pendidikan untuk kegiatan sosialisasi transformasi pendidikan. Hanya, semuanya sekolah Muhammadiyah, tidak ada satu pun sekolah NU. Untuk meyakinkan, video juga menampilkan potongan lampiran daftar sekolah Muhammadiyah yang diundang. Padahal NU juga punya ribuan sekolah di Indonesia.

Video dengan bernama akun Tiktok Bondowoso News itu menutup narasi dengan kalimat: “Jadi, kepada siapa sejatinya Menteri Pendidikan ini mengabdi? Kepada rakyat? Atau hanya kepada organisasi tertentu?”

Namun di sisi lain, rilis resmi dari Kemendikdasmen menunjukkan gambaran berbeda. Tuduhan bahwa kementerian hanya mengistimewakan Muhammadiyah ternyata tidak sepenuhnya tepat. Dalam pernyataan yang diterima media, Kemendikdasmen menegaskan bahwa kerja sama pendidikan mereka juga mencakup banyak pihak. NU melalui Lembaga Pendidikan Ma’arif, HISMINU, hingga lembaga pendidikan Katolik, Kristen, dan sejumlah organisasi pendidikan independen ikut masuk dalam lingkaran kerja sama tersebut.

Muhammadiyah tentu menjadi bagian dari agenda kementerian, tetapi bukan satu-satunya. Bimtek di Jawa Tengah yang sempat memicu polemik hanyalah tindak lanjut dari usulan program yang lebih dulu diajukan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah. Skemanya memang bertahap. Itu sebabnya, lembaga pendidikan lain, termasuk sekolah-sekolah NU, masih menunggu giliran sesuai kesiapan dan rancangan tindak lanjut masing-masing.

Baca Juga  Puasa Melawan Angkuh Diri

Pernyataan Dirjen PAUD Dasmen, Gogot Suharwoto, menegaskan hal itu. Semua organisasi pendidikan yang programnya sejalan dengan prioritas kementerian sudah diundang untuk menyusun rencana tindak lanjut. Hanya saja, pelaksanaan teknis dilakukan bertahap, sehingga tidak semua langsung mendapat undangan pada waktu yang sama. “Yang belum memperoleh undangan pada kegiatan bimtek bulan ini akan difasilitasi pada kegiatan berikutnya,” jelas Gogot.

Kemendikdasmen juga memperlihatkan betapa luas jejaring mitra yang sudah digandeng: dari UNICEF, UNESCO, The SMERU Research Institute, universitas dalam negeri, hingga kelompok media besar seperti Kompas Gramedia. Semua itu mengindikasikan bahwa kementerian ingin membangun partisipasi semesta dalam pendidikan. Agenda yang diusung pun bukan sekadar koding dan kecerdasan artifisial, melainkan juga penguatan karakter, revitalisasi sekolah, penguatan UKS, sampai digitalisasi pembelajaran.

Menurunkan Citra

Jelas sekali narasi yang digoreng di media sosial memang lebih sederhana, lebih emosional, dan tentu lebih mudah dipercaya ketimbang penjelasan resmi yang panjang dan birokratis. Kalau motif bisnis untuk membuat video viral diabaikan, maka jelas ada motif lain yang lebih serius, misalnya menurunkan citra Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.

Namun, seandainya motifnya memang sekadar mengejar viralitas, akibatnya tetap tidak bisa disepelekan. Sebab efek bola salju dari isu seperti ini tidak proporsional dengan niat awal pembuatnya. Bukan hanya nama Mu’ti yang tercoreng, bukan pula sebatas reputasi Muhammadiyah atau NU yang terguncang. Yang lebih berbahaya adalah tergerusnya hubungan baik antara Muhammadiyah dan NU, dua ormas Islam terbesar di Indonesia yang selama ini menjadi pilar penyangga kebangsaan.

Baca Juga  Jenderal Soedirman, Guru Muhammadiyah dan Panglima TNI Pertama yang Menginspirasi Prabowo

Semua orang tahu Mu’ti adalah Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Dia selama ini ini dikenal menjaga relasi dengan berbagai kalangan, termasuk NU. Mu’ti bahkan mendapat julukan khusus sebagai NU-nya Muhammadiyah lantaran gaya ceramahnya yang santai dan banyak selipan humor, berbeda dengan tokoh Muhammadiyah umumnya.

Hubungan yang sangat harmonis itu bisa hancur berantakan jika publik buru-buru menelan mentah konten narasi video tersebut. Tuduhan keberpihakan bisa menjadi bahan bakar konflik yang jauh melampaui konteks pendidikan.

  • Artikel ini sudah tayang di media afliasi MU—Jakartamu.***
*) Penulis: Muhibudin Kamali
Redaktur Pelaksana Jakartamu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *