MAKLUMAT — Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyambut positif pengesahan Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Ia optimistis perubahan kelembagaan ini akan meningkatkan kualitas pelayanan haji bagi umat Islam Indonesia.
“Kita berdoa, semoga, insya Allah optimis. Saya sendiri sangat optimis bahwa dengan adanya lembaga baru ini, Presiden akan memberikan hadiah terbaik buat umat Islam,” ujar Menag Nasaruddin usai menghadiri acara Demi Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (27/8/2025).
Ia menilai, dipisahkannya pengelolaan pelaksanaan haji dari Kementerian Agama, diharapkan dapat membuat tata kelolanya lebih fokus. “Nah, dengan terkonsentrasinya ada kementerian Haji, lembaga tersendiri, kita berharap lebih baik daripada ketika masih berada di Kementerian Agama dulu,” sebutnya.
Kendati demikian, Menag Nasaruddin juga mewanti-wanti jangan sampai adanya transformasi kelembagaan justru malah memperburuk layanan. “Tentu kita kecewa kalau sebaliknya ya kan. Udah pindah berkonsentrasi, tapi penyelenggarannya tidak seperti yang diharapkan,” tandasnya.
Pengalaman Pengelolaan Haji di Bawah Kemenag
Lebih jauh, Menag Nasaruddin juga turut mengisahkan pengalaman panjang Kementerian Agama dalam mengelola ibadah haji. Menurutnya, ada banyak momen yang membahagiakan, namun juga tidak sedikit tantangan yang berat.
“Kita selama 70 tahun mengelola haji, banyak suka-dukanya. Sukanya karena kita menghajikan orang yang belum haji, menyelenggarakan rukun Islam yang kelima, kemudian melihat orang bahagia. Lupa, lelah, lupa, celahnya sama diri kita,” kisahnya.
“Tapi dukanya itu ya, itu tadi. Pertama capek, banyak dikritik orang. Kemudian juga kita berusaha untuk melakukan sesuatu yang terbaik,” sambung Menag Nasaruddin.
Ia mencontohkan kompleksitas pelayanan terhadap lebih dari 220 ribu jemaah haji Indonesia, seperti soal makanan, fasilitas AC (air conditioner) maupun kipas angin, dan sebagainya.
“Contoh makanan saja, ada yang suka pedas, ada yang nggak suka pedas. Padahal dapurnya sama. Ada yang mau AC, ada yang enggak mau AC. Bagaimana bisa memberikan kepuasannya supaya mereka? Ada yang enggak mau kipas angin, ada yang minta kipas angin. Mereka bertengkar, kita yang salah,” ungkapnya.
Tantangan lain menurutnya adalah saat proses pendaftaran dan pengurusan dokumen-dokumen seperti visa dan sebagainya, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau.
“Pada saat pendaftaran, kadang-kadang kita 2 hari 2 malam berjalan ke desa-desa terpencil. Meminta tanda tangannya. Tanda tangan Visa, tanda tangan bank, tanda tangan untuk haji. Kadang-kadang kita ke pulau-pulau terpencil, melawan ombak yang sangat luar biasa,” kenang Menag Nasaruddin.
DPR Sahkan Revisi UU Haji dan Umrah
Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna ke-4 DPR masa persidangan tahun 2025–2026 yang juha turut dihadiri Menag Nasaruddin Umar, sejumlah menteri Kabinet Merah Putih, dan pimpinan DPR RI.
“Panja Komisi 8 DPR RI dan Panja Pemerintah Republik Indonesia bersepakat, kelembagaan penyelenggara akan berbentuk Kementerian Haji dan Umrah, yang akan bersistem one stop service, dimana semua yang berkaitan dengan Haji dan Umrah, akan dikendalikan dan dikoordinasikan oleh kementerian ini,” ujar Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang.
Ia menambahkan, revisi UU tersebut juga menjawab kebutuhan mendesak peningkatan kualitas layanan jamaah haji, termasuk akomodasi, transportasi, konsumsi, dan kesehatan. “Perubahan juga menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, kebijakan terbaru Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, serta rencana pembentukan kelembagaan khusus yang mengelola haji dan umrah,” katanya.
Sementara itu, Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, dalam pembacaan pendapat akhir Presiden menegaskan komitmen pemerintah untuk menghadirkan layanan haji yang aman, nyaman, tertib, dan sesuai syariat.
“Beberapa poin krusial yang diatur dalam UU ini meliputi pemanfaatan sisa kuota, pengawasan terhadap visa non-kuota, mekanisme pembahasan biaya penyelenggaraan, serta pemanfaatan sistem informasi terpadu untuk memperkuat transparansi,” terangnya.
“Undang-undang ini adalah bentuk tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak bebas beragama diwujudkan dengan memberikan pembinaan pelayanan dan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang menunaikan ibadah haji dan umrah agar dapat dilaksanakan secara aman nyaman, tertib dan sesuai dengan ketentuan syariat,” imbuh Supratman.