Kerusuhan 30 Agustus: Amuk Massa dan Penjarahan Rumah Elit Politik

Kerusuhan 30 Agustus: Amuk Massa dan Penjarahan Rumah Elit Politik

MAKLUMAT – Gelombang demonstrasi yang mengguncang Jakarta berubah menjadi kerusuhan 30 Agustus 2025. Tidak hanya gedung pemerintahan yang jadi sasaran, rumah-rumah milik artis, anggota DPR, bahkan seorang menteri dijarah. Aksi di Jakarta diikuti rentetan pembakaran gedung milik pemerintah (DPRD, markas kepolisian) di berbagai daerah seperti di Surabaya, Kediri, Makassar, Palembang, dan Mataram.

Dalam dua hari berturut-turut, 30–31 Agustus 2025, publik juga dikejutkan rangkaian konten media sosial penyerbuan ke kediaman anggota DPR RI, Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, Nafa Urbach, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Fenomena ini menunjukkan pergeseran arah amarah publik. Dari simbol kekuasaan abstrak, kini menyasar figur-figur elit yang dianggap mewah, jauh dari kesulitan rakyat. Rumah Ahmad Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara, menjadi insiden pertama yang viral di media sosial. Massa menenteng barang jarahan keluar rumah sambil berteriak. Ucapan Sahroni yang dinilai arogan diyakini sebagai pemicu.

@pojokbekasi Rumah Ahmad Sahroni yang berada Di Tanjung Priok di Looting oleh sejumlah Massa. #viral #trending #fyp #pojokbekasi #ahmadsahroni ♬ suara asli – Pojok Bekasi


Sabtu malam, rumah Uya Kuya di Pondok Bambu, Jakarta Timur, jadi sasaran. Pagar roboh, massa menyerbu hingga lantai dua. Barang elektronik, perabot rumah tangga, hingga kucing eksotis bernilai miliaran rupiah lenyap.

Polisi berusaha membubarkan massa, namun kalah jumlah. Sembilan orang telah diamankan, sementara pelaku lain masih diburu.

Tak lama berselang, giliran rumah Eko Patrio di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, yang luluh lantak. Barang-barang rumah tangga, koper, lampu, kasur, hingga kucing peliharaan ikut dijarah.

@nirmala1294kondisi rumah uya kuya sekarang♬ suara asli – Nira

Yang mengejutkan, penjarah bukan hanya demonstran. Warga sekitar, ibu-ibu, bahkan remaja ikut serta. “Kapan lagi punya baju dan sepatu orang kaya. Terima kasih, Mas Eko,” teriak salah seorang penjarah.

Aksi ini disebut dipicu kontroversi video parodi yang diunggah Eko di media sosial beberapa hari sebelumnya. Paling dramatis terjadi di Bintaro, Tangerang Selatan. Rumah pribadi Menteri Keuangan Sri Mulyani dijarah dua kali, pukul 01.00 dan 03.00 dini hari.

@kumparan Rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani dijarah massa tak dikenal pada Minggu (31/8) dini hari. Banyak barang-barang digondol. Pantauan di lokasi pada pukul 06.50 WIB, rumah Sri Mulyani di kawasan Bintaro dijaga ketat oleh sejumlah prajurit TNI. Massa sudah tidak terlihat. Menurut informasi dari warga sekitar, massa tak dikenal datang ke rumah Sri Mulyani berbondong-bondong pada Sabtu (30/8) pukul 23.00 WIB. Situasi begitu chaos, massa tak dikenal merusak dan mengambil barang-barang milik Menkeu. Setelah massa pertama bubar, gelombang massa berikutnya datang lagi pada Minggu (31/8) pukul 03.00 WIB dengan jumlah lebih banyak. Mereka datang dari luar Bintaro. Jumlahnya mencapai ratusan orang. Sekuriti di lokasi tak bisa membendung massa. Jumlah mereka hanya 5 orang. Saat di awal pemeriksaan keamanan, mereka mengira massa itu warga biasa. Sebab, ada akses masuk via jalan di luar kompleks. Sementara itu, Sri Mulyani tidak berada di lokasi dan dipastikan dalam kondisi aman. Pesan redaksi: Demonstrasi merupakan hak warga negara dalam berdemokrasi. Untuk kepentingan bersama, sebaiknya demonstrasi dilakukan secara damai tanpa aksi penjarahan dan perusakan fasilitas publik. 📸: Dok. kumparan/Caroline Pramantie. Follow WhatsApp Channel kumparan untuk dapat Informasi terpercaya dikirim langsung ke WhatsApp kamu. Ketik kum.pr/WAchannel di browser kamu sekarang, agar bisa share informasi tanpa ragu. #focus #demoricuh #news #vidol #demo #demoindonesia #demoDPR #unjukrasa #srimulyani #menkeu #bintaro #indonesia #info #infoterkini #berita #beritaterkini #bicarafaktalewatberita #kumparan ♬ Mau Tak Mau – Remix Dance Porto – Tsaqib

Kesaksian warga menyebut pelaku mayoritas remaja. Barang rumah tangga, perhiasan, hingga lukisan ikut dibawa kabur. Ada dugaan koordinasi: kembang api dipakai sebagai aba-aba sebelum massa merangsek masuk.

Baca Juga  Afnan Hadikusumo Resmi Maju sebagai Calon Walikota Yogyakarta dengan Tagline "Pasti Pas"

Rumah Nafa Urbach, artis sekaligus anggota DPR, juga tak luput dari serbuan massa. Meski detail jarahan belum jelas, peristiwa ini menambah daftar figur publik yang jadi target amarah.

@livedemodpr28agustus2025 kurang lebih pukul 05.00 massa mendatangi kediaman rumah anggota DPR Nafa Urbach harus fyp masuk beranda viral live dpr brimob #demo #gedungdpr #fypviral #fyppage #31agustus2025 ♬ suara asli – Live Demo DPR 28 Agustus 2025

Pengamat menilai penjarahan ini bukan sekadar kriminalitas. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menyebut “manifestasi kemarahan atas kesenjangan sosial yang makin terasa.”

Teriakan massa di rumah Eko Patrio memperlihatkan hal itu. Penjarahan dipandang bukan hanya mengambil barang, melainkan simbol merebut kembali milik orang kaya.

@dedevano_182 Tangis Eko Patrio Pecah Melihat Kondisi Rumah Nya… #ekopatrio #beritaviral #viraltiktok #fyp ♬ suara asli – 🦋⃟⃟ ͥ ͣ ͫ∆🄺§∆🪄3L√∆π0🖤࿐

Media sosial memainkan peran besar. Banyak pelaku mengaku tahu lokasi target dari siaran langsung dan potongan video. Penjarahan rumah Sri Mulyani memperlihatkan adanya pola koordinasi yang sulit dibayangkan tanpa bantuan komunikasi digital.

Peneliti CSIS, Nicky Fahrizal, menilai salah satu pemicu utama demonstrasi tersebut adalah sikap arogan sebagian anggota DPR.

“Banyak keputusan DPR yang dianggap tidak masuk akal bagi publik dan kebijakan yang salah sasaran. Itu yang pertama. Yang kedua, perilaku arogan elit politik ikut memperkeruh suasana,” ujar Nicky kepada wartawan, Sabtu (30/8/2025).

Baca Juga  Ponpes Darul Ulum Jombang Dukung BP Haji jadi Kementerian

Ia menyinggung khusus soal pernyataan Ahmad Sahroni, anggota DPR yang belakangan ramai menuai kritik publik terkait isu gaji dan tunjangan. Menurut Nicky, pernyataan bernada menantang rakyat itu menambah bara kemarahan masyarakat.

“Pernyataan seperti Sahroni itu jelas menyinggung. Ditambah lagi, anggaran DPR yang sangat besar menimbulkan ketidakadilan,” katanya.

Menurut Nicky, wajar bila publik tersulut emosi. Kondisi ekonomi masyarakat tengah terjepit: pendapatan pas-pasan, biaya hidup makin tinggi, hingga angka kemiskinan yang belum juga teratasi. “Di saat rakyat kesulitan, anggota DPR justru terkesan hidup bermewah-mewah. Itu sangat kontras,” ucapnya.

Ia juga menilai ucapan kasar Sahroni mencerminkan ketidakpekaan terhadap situasi sosial. “Itu tidak perlu diucapkan. Kalimat seperti itu melukai hati rakyat,” tegasnya.

CSIS menilai, langkah Partai NasDem yang merotasi Sahroni dari posisi Wakil Ketua Komisi III DPR ke Komisi I DPR hanyalah langkah kecil. “Seharusnya, dengan sikap seperti itu, dia mundur dari DPR,” tutur Nicky.

Lebih jauh, ia menilai pemerintah maupun parlemen gagal menunjukkan keberpihakan pada keadilan sosial. Saat rakyat dituntut berhemat, pejabat justru mempertontonkan gaya hidup serba glamor.

“Di tengah wacana efisiensi, kita lihat pejabat masih hidup dengan kemewahan. Itu menambah jurang ketidakpercayaan publik,” ucap Nicky dikutip dari Detik.com.

Puncak kemarahan masyarakat, kata Nicky, muncul setelah insiden tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang terlindas kendaraan taktis Brimob. Peristiwa itu, menurutnya, menjadi titik balik yang memperluas gelombang demonstrasi di berbagai daerah.

Baca Juga  Cak Imin Terpilih Lagi Jadi Ketua Umum PKB

Dari Nusantara ke Dunia: Kata “Amuk”

Amuk massa seperti rentetan kejadian di atas ternyata sudah memiliki sejarah panjang. Kata “amuk” yang kini akrab di berita kerusuhan lahir dari Melayu. Dalam bahasa Melayu Kuno, amuk berarti menyerang tanpa kendali. Catatan Portugis di Malaka tahun 1511 sudah menyebut fenomena ini. Duarte Barbosa menulis para penyerang nekat sebagai amuco. Dari sana istilah menyebar ke Portugis, Spanyol, Belanda, hingga Inggris menjadi amok. Oxford English Dictionary mencatat pemakaiannya sejak 1672. Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java (1817) juga menulis amuk sebagai “tindakan putus asa orang Melayu.” Kini istilah itu mendunia:

  • Belanda: amok maken (buat keributan)

  • Jerman: Amoklauf (serangan massal)

  • Inggris: run amok (kacau balau)

  • Indonesia: “massa mengamuk.”

Kisah kata ini memperlihatkan bagaimana fenomena lokal berubah menjadi istilah global. Jika Mei 1998 amarah massa diarahkan ke etnis Tionghoa dan simbol Orde Baru, Agustus 2025 berbeda. Kemarahan publik kini diarahkan pada individu yang dianggap mewakili gaya hidup berlebihan di tengah kesulitan rakyat.

Kerusuhan 30 Agustus 2025 menjadi peringatan keras betapa rentannya bangsa ini jika jurang sosial kian melebar. Namun dari setiap krisis, selalu ada peluang untuk belajar dan memperbaiki diri. Amarah rakyat seharusnya tidak lagi dituangkan dalam perusakan dan penjarahan, karena yang paling menderita justru sesama rakyat kecil. Kini saatnya pemerintah, DPR, dan seluruh pemangku kebijakan mengambil keputusan penting yang bisa kembali merajut kepercayaan publik dengan keberpihakan nyata pada keadilan sosial. Sementara itu, masyarakat pun bisa menyalurkan aspirasi secara damai dan bermartabat.

Indonesia pernah melalui masa-masa sulit, dan selalu mampu bangkit ketika rakyat memilih persatuan di atas perpecahan. Semoga pengalaman pahit ini membuka jalan menuju bangsa yang lebih adil, sejahtera, dan penuh empati—agar amuk massa tidak lagi menjadi wajah demokrasi kita.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *