MAKLUMAT – Sertiap bulan Rabiul Awwal penanggalan hijriyah, suasana kampung-kampung di Banyuwangi berubah semarak. Ribuan telur rebus berhiaskan bunga kertas ditancapkan di batang pisang berhias yang disebut jodhang. Diarak keliling desa sambil diiringi lantunan selawat. Inilah tradisi endhog-endhogan, warisan budaya yang menjadi ekspresi cinta warga Banyuwangi kepada Nabi Muhammad SAW.
Tradisi ini sudah berlangsung lintas generasi. Tak sekadar seremonial, endhog-endhogan menjadi ruang kebersamaan, gotong royong, sekaligus ajang kreatif bagi warga. Anak-anak hingga orang tua ikut terlibat menghias telur, menyiapkan jodhang, hingga ikut mengaraknya dengan penuh sukacita.
Salah satu kemeriahan besar tahun ini terlihat di Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng, Jumat (5/9/2025). Sejak pagi, ribuan warga tumpah ruah mengikuti pawai sejauh lebih dari dua kilometer dari Masjid Baiturrahman menuju Kantor Desa. Jalanan dipenuhi kreasi telur hias beragam bentuk—dari replika Kabah, pohon kurma, hingga unta dengan penunggangnya.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, yang melepas langsung jalannya pawai, menyebut tradisi ini sebagai bukti kuatnya kecintaan masyarakat pada Rasulullah.
“Endhog-endhogan ini bukan hanya festival penuh kemeriahan, tetapi juga wujud cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW,” ujarnya dalam siaran pers.
Yang paling menarik perhatian pengunjung adalah sebuah perahu tumpeng raksasa setinggi enam meter, dihiasi sekitar 2.000 telur warna-warni. Karya warga Dusun Krajan Dua ini dibuat secara gotong royong oleh puluhan orang selama sepekan.
“Semua dilakukan swadaya. Kami ingin menghadirkan karya terbaik untuk menyemarakkan festival,” kata Taufiq Hidayat, koordinator warga.
Tak kalah membanggakan, endhog-endhogan Kembiritan kini masuk dalam agenda resmi Banyuwangi Festival (B-Fest). Tahun ini, panitia mencatat ada 221 kreasi dari tujuh dusun, dengan lebih dari 1.000 peserta yang ikut memeriahkan.
“Alhamdulillah, setiap tahun selalu lebih semarak. Tradisi ini bukan hanya ritual, tapi juga cara warga menjaga kebersamaan,” ujar Guntur, Ketua Panitia sekaligus Takmir Masjid Baiturrahman.
Usai pawai, warga melanjutkan rangkaian acara dengan dzikir maulid dan pengajian. Sejak awal Rabiul Awwal, masyarakat juga telah memulai gerakan membaca 1.000 selawat sebagai bentuk syukur dan doa bersama.
Lebih dari sekadar pesta rakyat, endhog-endhogan adalah jembatan yang menghubungkan generasi, menanamkan nilai cinta Nabi, serta memperkuat ikatan sosial masyarakat Banyuwangi. Sebuah tradisi sederhana, tetapi penuh makna.