MAKLUMAT — Tiga hari di awal September 2025, menjadi hari-hari kelam bagi panitia Pestapora 2025. Matahari baru saja naik ketika ribuan anak muda mengalir menuju area festival Pestapora, Jumat (5/9/2025). Biasanya, pesta musik akbar ini berlangsung hingga larut malam. Tahun ini berbeda. Demi alasan kenyamanan dan keamanan, panggung dibuka sejak pagi. Para penonton rela bangun lebih awal demi melihat musisi favorit mereka.
Di hari pertama, suasana benar-benar meriah. Dari penonton yang bercanda karena harus “subuh-subuh” antre tiket, musisi yang saling bertukar lagu, hingga momen unik ketika H. Rhoma Irama menjadi imam salat Jumat di tengah festival, Jumat (5/9/2025). Pestapora 2025 seolah kembali membuktikan dirinya sebagai ruang perayaan musik terbesar di negeri ini.
View this post on Instagram
Namun, kegembiraan itu mendadak buyar. Sebuah kabar berembus kencang di media sosial: Pestapora 2025 bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia.
Sponsorship yang Mengundang Badai
Kabar itu seperti dilansir laman Beutynesia, muncul lewat parade bertuliskan “Tembaga Ikutan Berpestapora” lengkap dengan logo Freeport. Reaksi warganet langsung meledak. Kritik deras mengalir ke panitia. Sebagian besar mempertanyakan mengapa sebuah festival musik yang identik dengan kebebasan, suara kritis, dan isu lingkungan justru menggandeng perusahaan tambang yang sarat kontroversi.
Tak butuh waktu lama, sejumlah musisi menyatakan mundur. Dari Hindia, .Feast, The Panturas, hingga Sukatani—nama-nama yang selama ini lantang bersuara tentang krisis lingkungan—mengumumkan tak jadi tampil.
Baskara Putra alias Hindia, yang juga pentolan .Feast, menulis bahwa dirinya baru mengetahui keterlibatan Freeport di malam usai hari pertama festival. “Saya patah hati dan marah,” ungkapnya. Emosi itu bermuara pada keputusan tegas: mundur dari panggung.
The Panturas, band surf-rock asal Jatinangor, awalnya sempat menyatakan tetap akan tampil meski “tidak nyaman.” Namun, esoknya mereka kembali merilis pernyataan baru: batal manggung. Lebih jauh lagi, seluruh hasil penjualan merchandise di area festival akan didonasikan untuk masyarakat Papua.
Sukatani, band yang sejak awal vokal soal isu lingkungan, langsung mengumumkan tidak akan pentas. Bagi mereka, nilai yang mereka bawa terlalu berseberangan dengan kehadiran Freeport.
Klarifikasi Pestapora
Kiki Aulia Ucup, Festival Director Pestapora, akhirnya muncul dengan video klarifikasi di akun resmi. Ia mengakui kelalaian dalam menjalin kerja sama dengan Freeport. “Kami sudah memutus kontrak kerja sama. Tidak ada sepeser pun dana dari PT Freeport Indonesia yang kami terima. Kami pastikan tidak akan ada kehadiran Freeport di pelaksanaan Pestapora 2025 ini,” katanya, Sabtu (6/9/2025).
View this post on Instagram
Ucup juga menegaskan bahwa seluruh implikasi dari keputusan pemutusan kontrak itu menjadi tanggung jawab penuh Pestapora. Festival tetap berlangsung hingga Minggu (7/9), meski line-up harus dirombak besar-besaran karena banyak musisi mundur.
Bukan hanya Hindia, .Feast, The Panturas, dan Sukatani. Gelombang mundur semakin panjang. Navicula, Petra Sihombing, Bilal Indrajaya, Skandal, Morad, hingga band cadas seperti Rebellion Rose dan Cloudburst memilih langkah yang sama.
Setidaknya ada lebih dari 30 nama yang resmi batal tampil. Mereka kompak menegaskan sikap: musik tak bisa dilepaskan dari nilai yang dibawa.
Musik, Tambang, dan Suara Publik
Drama di balik Pestapora 2025 ini membuka percakapan lebih luas: tentang bagaimana festival musik bukan sekadar hiburan, melainkan ruang etis dan politis. Ketika musik bertemu dengan kepentingan industri ekstraktif, benturan tak terhindarkan.
Kini, para penonton bukan hanya datang untuk menyanyi bersama. Mereka juga menyaksikan bagaimana musisi-musisi idolanya memilih integritas ketimbang panggung. Pestapora tetap berjalan, tapi gema yang paling kuat justru lahir dari sikap mundur itu—sebuah pengingat bahwa musik, sekeras apa pun, tetap punya hati nurani.***
Comments