MAKLUMAT — Ruang aula sebuah sekolah Katolik di Jakarta Barat penuh dengan wajah antusias. Sabtu (6/9/2025), sekitar 400 guru Katolik dari jenjang SD, SMP, hingga SMA berkumpul dalam Sarasehan Guru Katolik se-Jakarta Barat. Mereka datang bukan sekadar menghadiri pertemuan, tetapi merayakan profesi yang mereka jalani: menjadi guru sebagai agen peradaban.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, berdiri di podium. Suaranya tegas, tetapi penuh empati. Ia menyebut guru bukan hanya penyampai ilmu, melainkan penjaga keberlangsungan bangsa. “Pendidikan di Indonesia tidak berhenti pada transfer pengetahuan. Guru harus menjadi penggerak transformasi yang membangun karakter sekaligus memperkuat interaksi sosial antarumat beragama,” ucapnya.
Guru-guru yang hadir mengangguk. Mereka paham, tugas mereka bukan sekadar memberi pekerjaan rumah. Abdul Mu’ti menekankan, guru wajib mendampingi siswa agar tumbuh dengan kemampuan kritis, empati, dan sopan santun. “Itu keterampilan hidup yang tidak bisa dipelajari secara instan,” lanjutnya.
Kemendikdasmen, kata Mu’ti, sudah bergerak. Pihaknya menyelesaikan pelatihan untuk guru Bimbingan Konseling (BK) dan sedang menggelar pelatihan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning). Bahkan, guru non-BK pun ikut dibekali pemahaman dasar konseling. “Setiap guru perlu memiliki bekal memberikan bimbingan yang bermakna. Itu akan membuat kelas lebih manusiawi,” tegasnya.
Di sisi lain, Romo Agustinus Suryadi, Kepala Paroki Tomang Gereja Maria Bunda Karmel, berdiri menyampaikan apresiasi. Ia menyebut kehadiran Mu’ti bukan hanya memberi motivasi, tetapi juga menegaskan komitmen pemerintah. “Kami yakin, penguatan karakter tidak bisa berjalan sendiri. Dibutuhkan kolaborasi berkelanjutan. Kami siap mendukung agar pendidikan bermutu bisa dirasakan semua anak bangsa,” kata Romo Agustinus.
Di antara ratusan peserta, Yolenta Ngura, guru SDS Santo Kristoforus I, Grogol, berbagi pengalaman. Ia pernah ikut pelatihan Deep Learning pada 30 Juni hingga 4 Juli lalu. “Saya merasa terhormat bisa hadir di sarasehan ini. Dari pelatihan Deep Learning, saya belajar menciptakan strategi belajar yang menarik dan kontekstual. Anak-anak jadi lebih tertarik berpikir kritis,” tuturnya sambil tersenyum.
Hari itu, aula dipenuhi cerita dan harapan. Guru-guru Katolik Jakarta Barat pulang dengan semangat baru, merasa profesinya mendapat pengakuan sekaligus tantangan. Mereka menyadari, peran mereka bukan hanya di kelas, tetapi juga di masa depan bangsa.***