Tingkat Pengangguran di Indonesia Tertinggi di ASEAN, Anak Muda Paling Banyak Terdampak

Tingkat Pengangguran di Indonesia Tertinggi di ASEAN, Anak Muda Paling Banyak Terdampak

MAKLUMAT– Indonesia kembali mencatatkan rapor merah di bidang ketenagakerjaan. Per Maret 2025, tingkat pengangguran terbuka nasional mencapai 4,76% atau setara lebih dari 7 juta orang.  Angka ini jauh di atas Thailand (1%), Singapura (2%), dan Vietnam (2%) dan  menempatkan Indonesia di peringkat pertama negara dengan pengangguran tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

Data dari Trading Economics menunjukkan, meski persentase pengangguran turun tipis dari tahun sebelumnya (4,91%), Indonesia tetap gagal keluar dari posisi teratas dalam hal jumlah pengangguran yang mencapai 4,76%.

Perwakilan Aliansi Ekonom Indonesia, Vivi Alatas menyebut kelompok usia 15–24 tahun menjadi yang paling terpukul. Selama 2016–2024, tingkat pengangguran pemuda konsisten berada di angka 15%, tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan usia dewasa 25–34 tahun.

“Lebih dari seperempat anak muda Indonesia tidak produktif. Mereka tidak bekerja, tidak sekolah, tidak mengikuti pelatihan, dan tidak mempersiapkan diri untuk masuk kerja, khususnya perempuan,” jelas Vivi Alatas dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/9/2025).

Sementara Ekonom Elan Satriawan menambahkan, penciptaan lapangan kerja baru mayoritas hanya menyasar sektor dengan kualitas rendah. Berdasarkan data Sakernas 2018–2024, sekitar 80% dari 14 juta lapangan kerja baru lahir dari usaha berbasis rumah tangga dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial.

“Bahkan 25% pekerja di sektor publik dan 31% pekerja swasta masih belum punya asuransi kesehatan maupun jaminan sosial lain,” ungkap Elan.

Baca Juga  Polda Jatim dan Eks Napiter Saling Sinergi Jelang Lebaran

Besarnya angka pengangguran juga sejalan dengan tingginya jumlah penduduk Indonesia, yang mencapai 285 juta jiwa pada 2024. Namun, para ekonom menilai problem utama ada pada penyusutan lapangan kerja berkualitas dan lemahnya kebijakan proteksi pekerja.

Fenomena ini menjadi ironi karena pemerintah sering mengklaim investasi asing langsung (FDI) mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Faktanya, angka pengangguran tetap tinggi dan sebagian besar pekerja masih terjebak dalam sektor informal tanpa perlindungan sosial.

*) Penulis: Rista Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *